Tasawuf, Pluralisme, & Pemurtadan. - H Hartono Ahmad Jaiz - jbookmaker by: http://jowo.jw.lt KATA PENGANTAR Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamien. Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kitab suci Al-Qur’an sebagai pembeda antara yang haq dan yang bathil. Juga menjelaskan mana yang hidayah (petunjuk) dan mana yang dholalah (kesesatan). Sehingga beruntunglah manusia yang beriman dan beramal sholeh, dengan mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka dia menjadi orang yang bertaqwa dan mendapatkan hidayah untuk mampu membedakan yang haq dan yang bathil, serta mana yang hidayah dan mana yang dholalah. Shalawat dan salam semoga dianugerahkan kepada Rasulullah saw, keluarganya, para sahabatnya, dan pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman. Amma ba’du. Al-Qur’an memberikan i’tibar (pelajaran) yang sangat berharga bagi orang yang mau mengambil pelajaran. Di antaranya mari kita simak suatu dialog yang sangat mengesankan antara Nabi Luth as dengan kaumnya yang sesat, bejat akhlaqnya, dan tidak mempedulikan aturan kesopanan sama sekali. Nabi Luth as berkata: “Alaisa minkum rojulun rasyiid?” “Tidak adakah di antara kamu sekalian itu seorang laki-laki yang berakal?” Demikianlah keluhan Nabi Luth ‘alaihis salam (dalam Al-Qur’an Surat Huud/ 11: 78) terhadap kaumnya yang tidak tahu diri, yang mendatangi rumah Nabi Luth as dengan maksud ingin menghomo-seks tamu-tamu Nabi Luth as. Padahal sebenarnya tamu-tamu itu adalah para malaikat yang mengabarkan akan datangnya adzab Allah SWT terhadap kaum Nabi Luth as. Karena kaum itu menantang aturan Allah SWT dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji yaitu liwath atau homoseks atau sodomi. Ditanya oleh Nabi Luth as seperti itu, jawaban kaumnya yang memang tak mempedulikan aturan itu justru meninggi, menunjukkan penentangan yang sangat hebat, dan mempertahankan kesesatan mereka, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an: “Mereka menjawab: “Sesungguhnya kamu (Luth) telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.” (QS Huud/ 11:79). (Maksudnya, mereka tidak punya syahwat terhadap wanita, tetapi terhadap sesama lelaki). Lakon buruk, menyimpang, dan sesat apabila telah disertai dengan kengototan berupa perkataan pembelaan yang mempertahankan kesesatannya, maka menunjukkan bahwa pelakunya benar-benar telah terang-terangan menentangnya terhadap kebenaran. Kedurhakaannya bukan lagi sembunyi-sembunyi, namun justru diumumkan dengan memakai pembelaan kata-kata. Akibatnya, dalam kisah sejati yang disampaikan dalam Al-Qur’an, kaum yang sesat dan durhaka, baik lakonnya maupun mulutnya itu akhirnya diadzab oleh Allah SWT. Secara garis besarnya, kisah itu menunjukkan adanya kaum yang menyimpang, sesat, dan durhaka. Lalu diperingatkan. Hanya saja mereka tidak mau bertaubat, tetapi justru membantah dengan perkataan, dan tetap mempertahankan kesesatan, penyimpangan, dan kedurhakaan. Buku ini, insya Allah akan menampilkan adanya gejala penyimpangan, kesesatan, kedurhakaan, dan pemurtadan yang disertai pemutarbalikan dengan penghinaan terhadap Islam. Semua itu dihiasi dengan dalih-dalih palsu yang jauh dari kebenaran. Lantas kami bantah dalih-dalih mereka itu dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an, Al-Hadits, dan riwayat yang jelas. Dan Anda bisa menyimaknya dalam buku ini yang kami beri judul Tasawuf, Pluralisme, dan Pemurtadan. Pengungkapan tasawuf di buku ini tidak seperti buku sebelumnya, yakni Gus Dur Wali? Mendudukkan Tasawuf. Buku yang Anda pegang ini cukup kami tampilkan dengan memposisikan faham tasawuf itu dalam jalur yang strategis, seakan bagai pangkalan tempat bertemu ataupun transit antara berbagai faham yang menyimpang bahkan sesat. Semuanya bisa bertemu di arena tasawuf, dan bisa ramai-ramai menghadapi Islam. Kenapa? Karena tasawuf itu punya manhaj (jalan/ sistem) yang sangat longgar dalam hal shahih tidaknya suatu sumber ataupun dalil. Dari longgarnya manhaj tasawuf itu, sampai-sampai sumber tasawuf itu sendiri adalah hal-hal yang tidak jelas, di antaranya adalah mimpi-mimpi syaikh, alamat-alamat atau perlambang-perlambang, dan bahkan cerita-cerita shufi yang tidak keruan. Jadi manhaj tasawuf itu berbeda sama sekali dengan Islam yang sangat menjaga kemurnian dan keshahihan, hingga Islam itu sumbernya harus wahyu yang jelas, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan demikian bisa digambarkan, Islam berdiri di atas dalil yang jelas lagi shahih, sedang tasawuf dan aneka kesesatan serta penyimpangan adalah berdiri di atas hal yang tidak jelas dan tidak terjamin keshahihannya (kebenarannya). Oleh karena itu, puncak tasawuf adalah puncak ketidak jelasan, yaitu kedhaliman tertinggi yakni kemusyrikan, berupa wihdatul wujud (bersatunya makhluk dengan Tuhan), dan wihdatul adyan penyatuan agama-agama; yang hal itu diajarkan oleh syaikh akbar (guru agung) tasawuf/ shufi yaitu Ibnu Arabi yang telah dikafirkan oleh 37 ulama pada zamannya. Puncak kesesatan tasawuf itu bertemu dengan apa yang kini disebut pluralisme, yaitu faham yang menganggap bahwa semua agama itu paralel, sejajar, sama. Di samping itu kaum pluralis mengecam Muslimin yang istiqomah yang berkeyakinan bahwa Islam sajalah yang benar dan diterima oleh Allah SWT. Kelompok pluralis mengecam Muslimin yang istiqomah dengan kata-kata yang menyakitkan. Dianggapnya orang Muslim yang istiqomah --dengan meyakini bahwa Islam sajalah yang benar-- itu sebagai orang yang mengklaim dirinya berada di pulau kebenaran. Lebih dari itu, menurut orang pluralis, kita tidak boleh melihat agama lain pakai agama yang kita peluk. Jadi, untuk melihat agama lain, menurut kaum pluralis, pandangan kita harus telah lepas dari agama kita sendiri, yang pada hakekatnya kita harus telah murtad lebih dulu, kalau mau menilai agama lain. Demikianlah, Aqidah Islam telah mereka acak-acak sedemikian rupa, sehingga apabila seseorang mengikuti mereka maka aqidahnya akan berubah sejadi-jadinya. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa Yahudi telah merubah agama di antaranya dengan jalan yuharrifuunal kalima ‘an mawaadhi’ih, merubah kalimah-kalimah Allah dari tempatnya, maka tasawuf yang manhajnya sangat longgar itu merupakan jalan yang paling strategis bagi Yahudi untuk mengacak-acak Islam lewat dalam, yaitu lewat tasawuf. Karena tasawuf dianggap oleh sebagian orang sebagai ajaran Islam. Tujuan Yahudi itu adalah untuk mempluralismekan pandangan Ummat Islam, mendangkalkan aqidah Islam dan membuyarkannya. Di antara jalurnya adalah: universitas-universitas terkemuka di Barat membuka program studi Islam. Lantas mereka memberikan bea siswa atau kerjasama dengan negeri-negeri Islam untuk mengirimkan putera-putera terbaiknya untuk meraih gelar doktor dalam bidang studi Islam di Barat. Yang disebut studi Islam itu adalah sufisme atau tasawuf, yang orangnya disebut sufi. Maka tak mengherankan, setelah mereka yang diprogram oleh Yahudi dan benar-benar belajar di Barat itu setelah mereka pulang dan mengantongi gelar doktor maka sangat getol mengadakan paket-paket kajian tasawuf. Ini kenyataan yang tidak terbantahkan. Dari jalur tasawuf itulah aneka kesesatan bisa bertemu dan bekerja sama. Faham Pluralisme yang hakekatnya pemurtadan dan pemusyrikan pun makin marak dikembangkan di masyarakat Islam. Sedang aliran sesat yang lain juga makin leluasa, maju bersama. Lebih-lebih ketika yang berkuasa di negeri ini adalah pemimpin yang dikenal sebagai orang yang dekat dengan Yahudi dan Nasrani, walau masih mengaku dirinya Muslim, maka bisa dibayangkan betapa carut marutnya wajah Aqidah Islamiyah. Yang ada adalah aliran sesat seolah berjingkrakan bagai katak di musim hujan, bernyanyi ramai-ramai kegirangan, bersahut-sahutan dan gandeng tangan dengan pemurtadan yang makin menjadi-jadi. Bahkan kristenisasi secara sistematis pun dilakukan oleh sang pemimpin yang dekat dengan Nasrani, yang sasarannya adalah anak-anak yatim dan terlantar. Caranya, dibubarkanlah itu Departemen Sosial yang mengurusi panti-panti asuhan. Akibatnya, panti-panti asuhan (termasuk panti asuhan muslim) di mana-mana yang biasanya mendapatkan dana tiap bulan (subsidi), kini tidak mendapatkan lagi. Hingga banyak panti asuhan Islam yang kesulitan dana. Sementara itu pihak Nasrani internasional yang punya dana khusus untuk panti-panti asuhan dan panti sosial itu tentu dengan leluasa mengembangkan sayapnya demi missi kristenisasinya ataupun pemurtadannya. Hingga, entah berapa juta anak-anak yatim dan miskin yang telah tergaruk oleh mereka dan dimurtadkan. Aneka masalah yang merugikan Islam seperti itulah yang menjadi pembicaraan dalam buku ini. Di samping itu kesesatan Ahmadiyah, LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), kesesatan yang disebarkan Anand Kreshna lewat buku-buku yang diterbitkan dan diedarkan oleh kelompok Katolik Kompas grup yaitu Gramedia, dan lakon-lakon buruk serta faham kemusyrikan, takhayul, bid’ah, khurofat, perdukunan, perklenikan, serta kefanatikan buta (ashobiyah) yang dilancarkan oleh kelompok tertentu yang suka ngotot pengin menang sendiri; semuanya ditampilkan di sini dengan sengit. Sengaja kalimat-kalimat di buku ini diungkapkan dengan nada sengit, karena agar bisa difahami memang ini merupakan sikap keras terhadap kesesatan, kemusyrikan, penyimpangan, dan pemurtadan. Makanya ada bagian-bagian yang diulang-ulang, mengingat pentingnya untuk dibeberkan. Kalau Nabi saw berkhutbah dengan menghadapi sahabat-sahabatnya yang merupakan manusia-manusia terbaik saja beliau sempat merah mukanya dengan suara yang keras, maka menghadapi kesesatan, kemusyrikan, penyimpangan, dan pemurtadan yang diklaim sebagai pembinaan Islam, kenapa menghadapinya harus berlemah lembut. Selama yang diungkap adalah kebenaran dan bukan fitnah, maka kalimat-kalimat yang keras lagi tajam bukan tercela. Dan mudah-mudahan apa yang diungkap di sini sesuai dengan garis itu. Di dalam Al-Qur’an ada aturan tegas dalam menghadapi aqidah/ keyakinan sesat, yang tidak sesuai dengan Islam ataupun keyakinan orang non Islam. Di antaranya: Nabi Ibrahim as dan para pengikutnya berkata kepada kaumnya, orang-orang musyrikin: ??? ?????? ???? ???? ?????? ?? ??? ???? ????? ??? ???? ????? ?????? ??????? ???????? ???? ??? ?????? ????? ???? “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu hanya beriman kepada Allah saja.” (QS Al-Mumtahanah/ 60:4, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2, hal 509). Dalam hal yang kini mereka sebut “lintas agama” (bahkan bangga kalau partainya bersifat “lintas agama”) dalam hal politik, dan toleransi (kebablasan) dalam hal pergaulan, serta pluralisme dalam hal pemahaman aqidah, itu sebenarnya menurut Al-Qur’an ancamannya adalah hilangnya iman. Allah SWT menegaskan: ?? ??? ???? ?????? ????? ?????? ????? ?????? ?? ??? ???? ??????.... “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya... (QS Al-Mujadilah/ 58:22). Jadi, dalam hal aqidah (keyakinan/ keimanan), sama sekali tidak ada basa-basi, main-main, toleransi, setengah-setengah dan sebagainya. Begitu imannya setengah-setengah (setengah iman setengah kafir), langsung dicap sebagai kafir. Demikian pula iman itu tidak boleh sama sekali dicampuri dengan kemusyrikan. Begitu tercampur kemusyrikan, langsung hancur semua-muanya. Berhubung pembahasan ini menyangkut hal-hal yang fundamental, bahkan menyangkut keimanan, maka kami berupaya memberikan dalil-dalilnya. Meskipun demikian, uraian dalam buku ini tentu saja kami sadari di sana-sini terdapat kekurangan dan mungkin kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat berterimakasih apabila para pembaca yang budiman peduli untuk memberikan kritik dan saran yang sifatnya li i’laa’i kalimatillaah, untuk meninggikan kalimah Allah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh sebagian pembaca buku-buku kami sebelumnya. Dan untuk mereka itu semuanya kami ucapkan banyak terimakasih, jazaku,mullaah khairal jazaa’.. Di samping itu tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak, para ustadz dan rekan-rekan yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan andilnya dan dukungannya atas terwujudnya buku ini. Mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai amal baik, hingga Dia balas sebaik-baiknya. Amien. Mudah-mudahan buku yang seolah merupakan lanjutan dari buku-buku sebelumnya (Gus Dur Wali? Mendudukkan Tasawuf; --Bahaya pemikiran Gus Dur; --Gus Dur Menyakiti Hati Umat; -- dan Rukun Iman Diguncang) ini akan bermanfa’at bagi diri kami dan Ummat Islam pada umumnya. Dan semoga akan menumbuhkan satu barisan besar yang mampu membendung arus penyesatan yang selama ini digencarkan oleh tangan-tangan kotor yang tergiur oleh manisnya tipuan dunia yang juga menyesatkan itu. Amien. Jakarta, 6 Syawal 1421H/ 1 Januari 2001M Penulis: (H Hartono Ahmad Jaiz) Manhaj Shahih dan Penyelewengan Aqidah Tidak diragukan, Islam adalah agama yang haq dari Allah, dan sumbernya jelas berupa wahyu yang tercantum dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemahaman Islam yang benar, maka perlu diketahui kaidah-kaidah pokok tentang pengambilan sumber Islam dan cara menggunakan atau mencari dalil yang benar. Berikut ini penjelasan singkat tentang kaidah-kaidah pokok mengenai manhaj pengambilan sumber aqidah Islam dan pengambilan dalil menurut Dr Nashir Abdul Karim Al-Aql. 1. Sumber aqidah adalah Kitab Allah (Al-Qur’anul Karim), Sunnah Rasul-Nya saw yang shahih, dan ijma’ salafus shalih (kesepakatan generasi terdahulu yang baik). 2. Setiap Sunnah Rasul saw yang shahih wajib diterima, walaupun sifatnya hadits ahad (setiap jenjang, periwayatnya tidak mencapai jumlah mutawatir, sekalipun 3 orang lebih. Kalau hadits mutawatir setiap jenjang diriwayatkan oleh banyak orang). 3. Yang menjadi rujukan dalam memahami Al-Quran dan As-Sunnah adalah nash-nash penjelas (teks ayat ataupun hadits yang menjelaskan maksud-maksud ayat atau hadits). Rujukan lainnya adalah pemahaman salafus shalih, dan pemahaman imam-imam yang berjalan di atas manhaj (jalan) salafus shalih. Dan apa yang telah ditetapkan dari Al-Quran dan As-Sunnah tidak dipertentangkan dengan pengertian (lain) yang semata-mata kemungkinan-kemungkianan dari segi bahasa. 4. Dasar-dasar agama semuanya telah dijelaskan oleh Nabi saw, maka tidak ada hak bagi seorang pun untuk mengadakan sesuatu yang baru dengan anggapan bahwa itu termasuk dalam agama. 5. Pasrah kepada Allah dan kepada Rasul-Nya saw (dalam hal penetapan Islam ini) secara lahir maupun batin. Maka tidak ada hak untuk mempertentangkan satu hal pun dari Al-Quran ataupun dari As-Sunnah yang shahih (baik mempertentangkannya itu) dengan qiyas, ataupun dengan perasaan, kasyf (klaim tersingkapnya hijab/ tabir hingga melihat yang batin/ ghaib), ucapan syaikh, pendapat imam dan sebagainya. 6. Akal yang obyektif dan benar akan sesuai dengan naql (ayat ataupun hadits) yang shahih. Keduanya tidak akan bertentangan selamanya. Dan ketika terjadi kebimbangan yang bertentangan maka didahulukanlah naql (ayat ataupun hadits). 7. Wajib memegangi lafal-lafal syar’i dalam aqidah, dan menjauhi lafal-lafal bid’ah (bikinan baru). Sedangkan lafal-lafal yang mujmal (garis besar/ global) yang mengandung kemungkinan benar dan salah maka ditafsirkan dari makna (lafal)nya, lantas hal yang keadaannya benar maka ditetapkanlah dengan lafal kebenarannya yang syar’i, sedang hal yang batil maka ditolak. 8. Al-’Ishmah (keterpeliharaan dari kesalahan) itu tetap bagi Rasul saw, sedang ummat ini terjaga tidak akan bersepakat atas kesesatan. Adapun orang perorangnya maka tidak ada ‘ishmah (keterpeliharaan dari kesalahan) bagi seseorang pun dari ummat Islam ini. Sedang hal-hal yang ada perselisihan di kalangan para imam dan lainnya maka tempat kembalinya adalah kepada Al-Quran dan As-Sunnah; kemudian mujtahid ummat yang bersalah agar meminta ampun. 9. Di kalangan ummat ada muhaddatsun (orang-orang yang mendapatkan bisikan ghaib), mulahhamun (orang-orang yang mendapatkan ilham), dan mimpi yang benar itu adalah haq/ benar; dan itu adalah sebagian dari nubuwwah (kenabian), dan firasat yang benar itu adalah haq/ benar. Ini semua adalah karomah (kemuliaan) dan mubassyaroot (khabar-khabar gembira) --dengan syarat hal itu sesuai dengan syara’—dan itu semua bukanlah merupakan sumber bagi aqidah dan bukan pula sumber bagi syari’at. 10. Bertengkar dalam agama itu tercela, tetapi berbantahan (mujadalah) dengan baik itu masyru’ah (disyari’atkan). Dalam hal yang jelas dilarang menceburkan diri dalam pembicaraan panjang tentangnya, maka wajib mengikuti larangan itu. Dan wajib mencegah diri dari menceburkan diri untuk berbicara mengenai hal yang memang tidak ada ilmu bagi seorang muslim (misalanya tentang ruh yang ditegaskan bahwa itu termasuk urusan Allah SWT) maka menyerahkan hal itu kepada Allah SWT. 11. Wajib memegangi manhaj wahyu dalam menolak sesuatu, sebagaimana wajib pula memegangi manhaj wahyu itu dalam mempercayai dan menetapkan sesuatu. Maka tidak boleh menolak bid’ah dengan bid’ah, dan tidak boleh melawan tafrith (kelengahan, gegabah/ sembrono, sekenanya saja) dengan ghuluw (berlebih-lebihan, ekstrem), tidak pula sebaliknya, ghuluw dilawan dengan tafrith, itu tidak boleh. 12. Setiap bikinan baru dalam agama itu bid’ah, dan setiap bid’ah tu sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka.[1] Sumber dan penyebab menyimpangnya aqidah Aqidah itu wajib dijaga kemurniannya, tidak boleh ada penyimpangan atau penyelewengan. Karena, kalau aqidahnya menyimpang berarti keimanannya rusak, akibatnya semua amal tidak diterima. Sebab syarat diterimanya amal itu adalah iman, dalam arti iman yang benar, yang tidak menyimpang. Sumber dan penyebab menyimpangnya aqidah perlu diketahui, di antaranya sebagai berikut. 1. Akal yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Juga kebodohan terhadap aqidah shahihah. Contoh akal yang tak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah adalah akal Iblis, yaitu dengan akalnya iblis menentang Allah SWT. ??? ?? ???? ??? ???? ?? ????? ??? ??? ??? ??? ?????? ?? ??? ?????? ?? ???. “Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’raaf: 12). Di samping itu, kebodohan terhadap aqidah yang benar mengakibatkan tidak bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Kebodohan itu disebabkan beberapa faktor di antaranya karena tidak mau mempelajari, tidak diajari sejak kecil hingga tua, bahkan di kalangan Muslimin belum tentu diajarkan aqidah yang benar, karena enggan, karena kurang perhatian, dan ada pula karena desakan yang dahsyat dari pengaruh aqidah-aqidah yang bathil. Maka para ulama, ustadz, da’i dan para orang tua hendaknya memperhatikan ummat dan generasi Muslim agar mereka mengenal aqidah yang benar, supaya tidak tersesat. 2. Mengikuti hawa nafsu. Allah SWT berfirman: ??? ??? ?? ............................................. ???? ????. “Dan janganlah kamu ikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingati Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS Al-Kahfi: 28). Nabi Muhammad Saw bersabda: ????? ?????? ?? ????? ????? ??? ?? ??? ????? ??????. “Iyyaakum walghuluwwa fid diini fainnamaa halaka man kaana qoblakum bilghuluwwi.” Artinya: “Jauhilah oleh kamu sekalian sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama karena sesungguhnya rusaknya orang dulu sebelum kamu itu hanyalah karena ghuluw.[2] 3. Karena menirukan penyelewengan tingkah laku pemeluk agama-agama terdahulu. Nabi Saw bersabda: ?????? ??? ?? ??? ????? ???? ???? ?????? ????? ??? ?? ?? ????? ??? ??? ?? ?????? ???? ?? ?? ????? ???? ?????? ??????? ????????. “Latarkabunna sunana man kaana qoblakum syibron bi syibrin wadziroo’an bi dziroo’in hattaa lau anna ahadahum dakhola juhro dhobbin ladakholtum wa hattaa lau anna ahadahum jaama’am-ro’atahuu bit-thoriiqi lafa’altumuuhu.” Artinya: “Pasti kamu sekalian benar-benar akan melakukan perbuatan-perbuatan orang yang telah ada sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga seandainya salahsatu mereka masuk lobang biawak pasti kamu masuk (pula), dan sampai-sampai seandainya salahsatu mereka menyetubuhi perempuannya di jalan pasti kamu sekalian melakukannya (pula).[3] Mengikuti kelakuan orang-orang dahulu (Ahli Kitab: Yahudi dan Nasrani) dalam kasus yang dikemukakan Nabi Saw itu tentang keburukan. Sedang mengenai hal-hal yang disyari’atkan untuk umat-umat terdahulu pun tidak boleh dilakukan, kecuali kalau dibolehkan oleh Nabi SAW. Karena Nabi SAW bersabda: "...????? ?? ??? ???? ??? ??? ???? ??? ?? ??????." “...Walloohi lau kaana Muusaa hayyan lamaa wasa’ahu illaa an yattabi’anii.” Artinya: “...Demi Allah, seandainya Musa hidup (sekarang ini) pasti dia tidak ada kelonggarannya kecuali dia harus mengikutiku.” [4] 4. Adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, ta’asshub (fanatik suku, golongan dsb), dan taklid buta (mengikuti tanpa tahu dalilnya). ???? ??? ??? ?????? ............................................ ??? ??????. “Dan apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: (Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat peunjuk?” (QS Al-Baqarah: 170). Setelah kita bicarakan sumber-sumber pokok pengambilan dan manhaj Islam, demikian pula kita waspadai sumber-sumber penyelewengan aqidah Islam, mudah-mudahan kita terbebas dari segala penyelewengan. Sehingga iman dan Islam kita benar-benar lurus sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Mudah-mudahan. Amien. Sumber: ..Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Mujmal Ushul Ahl As-Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, Darul Wathan, Riyadh, cet I, Syawwal 1411H · Mendudukkan Tasawuf, Darul Falah Jakarta, Ramadhan 1420H/ Desember 1999. · Dr Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid I, Darul Haq Jakarta, cetakan I, Rajab 420H. -------------------------------------------------------------------------------- [1] (Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Mujmal Ushul Ahl As-Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, Darul Wathan, Riyadh, cet I, Syawwal 1411H, hal 7-9). [2] (HR Ahmad, An-Nasaa’i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dari Ibnu Abbas, berderajat Shahih). [3] (HR Al-Hakim dari Ibnu Abbas, berderajat shahih menurut As-Suyuthi dalam Al-Jami’ as-Shaghir). [4] (Diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya, dan Al-Baihaqi dalam Syu’bul Iman, dan Ad-Darimi dengan lebih sempurna, berderajat Hasan, karena punya banyak jalan menurut Al-Lalkai dan Al-Harawi dan lainnya). Perusakan Islam Lewat Bahasa Cara Menghadapinya dengan Karangan Islam menjadi sasaran perusakan yang dilakukan orang dengan berbagai cara. Ada yang mendirikan lembaga pendidikan/ pengkajian tetapi tujuannya demi pendangkalan Islam atau tasykik (membuat keragu-raguan). Ada yang mengkutak-kutik istilah Islam yang sudah baku untuk diselewengkan maknanya. Contohnya, istilah "hamba Allah yang sholeh" itu dalam Islam adalah orang yang beriman. Dan istilah itu ada riwayatnya jelas, As-Suddi (ulama besar ahli tafsir masa tabi'in) menjelaskan makna hamba Allah yang sholeh itu adalah orang-orang mukmin. (lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz 3 halaman 245 dalam menafsiri QS Al-An-Biyaa'/ 21: 105). Namun istilah yang sudah mapan itu oleh Dr Ir Imaduddin Abdul Rahiem tiba-tiba mau dirubah, bahwa hamba Allah yang sholeh itu tidak mesti beriman. Hingga dia katakan, Presiden Amerika, Bill Clinton, --yang kelak ramai dibicarakan orang sedunia karena skandal seksnya dengan sekretaris kepresidenan, Monica Lewinsky- itu oleh Dr Ir Imaduddin Abdul Rahiem (sebelumnya telah) dianggap sebagai hamba Allah yang sholeh, bahkan dia sebut sebagai Khalifatullah fil ardh (Khalifah/ pengganti atau wakil Allah di bumi). Padahal menurut Islam, orang yang sholeh itu syarat utamanya adalah iman. Sedang Muslimin terpilih bahkan terbaik setelah Nabi Muhammad saw yaitu Abu Bakar As-Shiddiq saja pangkatnya hanya khalifah Nabi, namun Clinton yang non Muslim dan kelak heboh skandal seksnya itu telah dinyatakan oleh Imaduddin sebagai hamba Allah yang sholeh dan khalifah Allah. Pernyataan Imaduddin itu dia kaitkan dengan Al-Qur'an S Al-Anbiyaa'/ 21:105 "Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfudh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang shaleh.(Al-Anbiyaa'/ 21:105). Keruan saja pernyataan Imaduddin yang dimaksudkan sebagai penafsiran Al-Quran itu menjadi ramai ketika dia kemukakan dalam pidatonya saat ia menyajikan makalah di dalam "Seminar Internasional VI Mukjizat Al-Qur'an dan As-Sunnah tentang Iptek", yang diselenggarakan oleh Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam) dan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia), 29 Agustus - 1 September 1994, di IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) Bandung. Sampai-sampai, Dr Al-Muslih dari Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam) Makkah, ketua penyelenggara seminar internasional yang sudah berpengalaman di berbagai negeri dalam menyelenggarakan acara yang sama di hadapan para cendekiawan Islam sedunia, saat itu meminta waktu seketika, dan mengemukakan bahwa seminar internasional semacam ini telah diselenggarakan selama 6 kali, namun baru di Indonesia ini makalah-makalah yang tidak bermutu bisa ditampilkan. Saat itu Dr HM Quraish Shihab selaku pembawa acara tampak klimpungan, lalu ingin membela diri (rekannya sebangsa, Indonesia) bahwa pihaknya telah berupaya keras untuk menampilkan makalah-makalah yang bagus, dan ini telah diusahakan dari sekian banyak, hanya beberapa makalah yang bisa diloloskan untuk tampil dalam forum internasional ini. Ungkapan Quraish Shihab itu justru bermakna terbalik. Maunya membela rekannya sebangsa, namun justru terperosok, dan secara tidak langsung sama dengan mengatakan, yang sudah dianggap bagus saja seperti itu mutunya, apalagi yang tidak lolos. Maka suasana seminar pun kacau, ramai sekali, akhirnya dibubarkan sementara alias istirahat sementara. Sedang para peserta saling berbantah-bantahan satu sama lain. Tampak KH Sa'id Hilaby (almarhum, Ulama Al-Irsyad) ingin meleraikan para ilmuwan Islam sedunia yang sedang ribut itu di waktu "istirahat-terpaksa" itu. Namun tetap saja suara-suara nada protes terhadap pendapat Imaduddin itu bermunculan secara gaduh, hanya saja bukan dalam suasana sidang, karena memang sidangnya diskors sementara. Pakar-pakar tafsir Al-Qur'an seperti Dr Ahsin Muhammad Asyrofuddin alumni Saudi Arabia ketika saya wawancarai, beliau mengemukakan belum pernah mendengar ulasan seperti yang dikemukakan Imaduddin itu. Sementara itu Dr Sa'id Aqil Al-Munawar (bukan Said Aqil Siraj yang di buku ini disebut termasuk yang mempelopori do'a bersama antar agama, satu bid'ah yang sangat tercela) yang juga alumni Saudi Arabia ketika saya wawancarai, Pak Aqil Al-Munawar menjawab, barangkali Pak Imaduddin hanya keliru saja. Saat itulah Imaduddin, salah satu orang Indonesia yang dianggap pakar Islam dan dari kelompok yang suka melontarkan penafsiran sak gaduk-gaduke (seterjangkau-jangkaunya), ternyata mengalami musibah langsung, kena batunya di forum internasional, di hadapan para ahlinya. Omong-omong tentang "kena batunya" di depan para halinya, kalau yang sifatnya tidak di forum internasional tetapi skup nasional agaknya sering juga terjadi. Misalnya, Prof Dawam Rahardjo ketika berpidato tentang hukum waris Islam tahun 1987 --zaman KH Munawir Sjadzali jadi menteri agama dan ingin merubah hukum waris Islam antara laki-laki dan perempuan untuk disamakan satu banding satu-- di depan para utusan Himpunan Peminat Ilmu-ilmu Syari'at yang rata-rata adalah para pejabat dari Peradilan Agama, Prof Dawam Rahardjo mengemukakan, kalau mau membagi harta warisan dua banding satu antara lelaki dan perempuan, bagaimana menghitungnya? Ungkapan Prof Dawam Rahardjo itu tampaknya membela Pak Munawir yang ingin merubah hukum waris Islam dari hukum aslinya: bagian lelaki dibanding wanita adalah dua banding satu, lalu ingin dirubah jadi satu banding satu. Arah pembicaraan Dawam Raharjo adalah: Kalau satu banding satu kan mudah menghitungnya. Kalau dua banding satu, bagaimana menghitungnya? Nah, hadirin yang memenuhi aula di suatu gedung di Kaliurang Yogyakarta itu secara spontan tampak menertawakan kepicikan Dawam Rahardjo, ketika mereka mendengar ungkapannya yang aneh itu. Seketika itu pula Prof Dawam Rahardjo tampaknya merasa kalau dirinya ditertawakan secara serempak oleh para ahli. Dalam hal ini ahli memberikan fatwa waris. Rupanya Prof Dawam Rahardjo ini seketika langsung merasa bahwa dirinya sedang "menggarami laut" dan bahkan tanpa persediaan garam yang banyak, maka pidato yang baru 10 menit itu terpaksa dia hentikan sendiri, dia ucapkan: wassalamu'alaikum warohmatullah.... lantas ia ngibrit pulang langsung ke Jakarta, tidak pakai tengak-tengok kanan kiri lagi. Peristiwa itu berbeda dengan Dr Ir Imaduddin Abdul Rahiem. Meskipun Imaduddin sudah kena batunya di forum internasional di IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) Bandung, namun ia masih pula berani-beraninya khutbah di masjid IPTN itu saat itu pula. Keruan saja, KH Ahmad Khalil Ridwan alumni Madinah, kemudian berpidato keras-keras di Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta, meyakinkan jama'ah bahwa Dr Ir Imaduddin Abdul Rahiem tidak bisa berbahasa Arab, dengan bukti khutbah jum'atnya di Masjid IPTN Bandung salah-salah dalam membacanya. Kenapa KH Ahmad Khalil Ridwan sampai mempidatokan diri orang lain semacam itu, menurutnya karena orang yang disebut tidak bisa berbahasa Arab itu telah berani menafsiri ayat Al-Qur'an semaunya. Demikianlah secuil suasana percaturan penyebaran ilmu Islam di Indonesia, keadaannya menyangkut-nyangkut hal-hal yang bisa merusak Islam alias merusak pemahaman Islam. Itu saja baru mengenai hal yang berkaitan dengan seluk beluk bahasa. Kembali kepada masalah awal tentang perusakan Islam, ada lagi yang merusak Islam lewat praktek perbuatan, dan ada yang lewat bahasa dan karangan. Merusak Islam lewat bahasa itu hal yang berbahaya. Bahkan ucapan yang kadang dianggap biasa saja, bisa mencemplungkan pengucapnya ke neraka selama 70 tahun. Kita simak sabda Nabi SAW: "Innar rojula layatakallamu bil kalimati laa yaro bihaa ba'san yahwii bihaa sab'iina khoriifan fin naari." "Sesungguhnya ada seorang laki-laki mengucapkan satu perkataan yang dianggap tidak apa-apa (tetapi ternyata) menjerumuskannya ke dalam neraka sampai 70 tahun." (Hadits Shahih Riwayat At-Tirmidzi dalam Az-Zuhd 4/604 dari Abu Hurairah) Berikut ini insya Allah akan diuraian tentang perusakan Islam lewat bahasa. Kemudian disambung dengan cara menanggulanginya yaitu dengan memaparkan teknik pemakaian bahasa dalam mengarang, dan rangsangan agar ummat Islam menanggulangi perusakan Islam yang dilancarkan musuh. Marilah kita bicarakan satu demi satu. Tentang bahasa Bahasa ialah ungkapan pikiran dan perasaan manusia yang secara teratur dinyatakan dengan memakai alat bunyi. Perasaan dan pikiran merupakan isi bahasa, sedangkan bunyi yang teratur merupakan bentuk bahasa. Ada dua macam bentuk bahasa: bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa tulisan dianggap merupakan sistim yang sangat bergantung kepada ujaran. (Lihat Ensiklopedi Umum, hal 116) Asal bahasa Bahasa itu sendiri, secara sekuler, disebut tidak diketahui asalnya. Sedangkan di dalam Islam, Al-Quran telah menjelaskan, Nabi Adam AS diajari oleh Allah SWT tentang nama-nama semuanya. Jadi, bahasa itu jelas asalnya dari Allah SWT. "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,... (QS Al-Baqarah/ 2: 31). Bahasa Indonesia Menurut Ensiklopedi Umum, Bahasa Indonesia berasal dan tumbuh dari bahasa Melayu Riau, Johor, daerah sekitar Selat Malaka. Sekurang-kurangnya sejak 6 abad lalu bahasa Melayu itu menjadi bahasa perhubungan. Istilah-istilah Islam tentu masuk ke dalam bahasa Indonesia sebagaimana masuk ke bahasa-bahasa bangsa lain. Lebih dari itu, Bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran dan Al-Hadits (sumber Islam) terbukti masuk dan banyak yang menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia bahkan bahasa-bahasa daerah di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan agama, wabil khusus istilah hukum. Karena, pada dasarnya hukum yang berlaku di kerajaan-kerajaan Islam Nusantara dan Melayu (Jawi) adalah hukum Islam. Sampai sekarang, istilah nikah, talak, ruju', waris, waqaf, hibah dsb yang berasal dari bahasa Arab (Islam) menjadi bahasa resmi di Indonesia. Itu disamping istilah-istilah umum biasa seperti: sabun, fikir, kursi, huruf, hukum dsb. Upaya menghapus istilah-istilah Islam Pengaruh bahasa Arab yang cukup dominan ini tak disukai oleh pihak yang kurang senang dengan Islam, atau oleh orang yang mengaku Islam namun dalam hatinya mengandung penyakit ingin merusak Islam. Hingga gedung MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) yang istilahnya itu sendiri dari kata-kata Arab Islam (yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, tiga kata itu semuanya dari kata-kata Arab), namun pada waktu jaya-jayanya Soeharto sebagai presiden RI ke2 menggulkan aliran kemusyrikan (kebatinan) dalam GBHN 1978, lantas nama ruangan-ruangan gedung MPR itu diganti dengan bahasa Sanskerta, bahasa usang yang sudah tak terpakai. Seperti ada ruang wirashaba dsb yang hampir seluruh masyarakat sulit mengucapkannya, apalagi untuk tahu artinya. Juga memberi nama "kereta api cepat" dengan nama Argo (gunung) Gede, Argo Bromo, Argo Lawu; sedang pesawat terbang dinamai Tetuko (nama wayang) dsb. Belum ¨lagi masalah penghapusan tulisan Arab dari uang resmi setelah tahun 1960-an, dan penghapusan pelajaran menulis dan membaca Arab- Melayu sejak 1970-an. Padahal tulisan Arab itu sampai kini justru digalakkan di negeri jiran seperti di Brunei Darus Salam yang setiap plang (papan nama)jalan ataupun plang-plang di bandar udara/ lapangan terbang ditulis dengan tulisan Arab. Namun di Indonesia, plang IAIN (Institut Agama Islam Negeri) pun dihapus dari tulisan Arabnya (Al-Jami'ah Al-Islamiyyah Al-Hukumiyyah/ )sejak menjelang tahun 1990-an (?).Masjid-masjid pun plangnya sudah banyak yang tidak memakai huruf Hijaiyyah lagi. Sementara di balik itu ada yang ghuluw (ekstrem) hingga tembok di dalam masjid ditulisi dengan apa yang disebut kaligrafi aneka macam tulisan. Penyesatan dengan bahasa yang tampak Islami Sementara itu ada juga yang mengambil kesempatan menggunakan tulisan Arab dan Bahasa Arab yang tampaknya Islami, untuk karangan-karangan yang menyesatkan ummat Islam, bahkan menjajakan kemusyrikan secara terbuka. Misalnya buku-buku Mujarobat yang isinya bercampur dengan kemusyrikan, primbon-primbon (ramalan-ramalan, khurofat, tathoyyur, takhayyul dsb), tafsir-tafsir mimpi yang tidak shohih dan bahkan kitab-kitab kuning (Arab Gundul, hurufnya tidak pakai baris/ harokat dan kertasnya biasa berwarna kuning) pun tidak terbebas dari hal-hal yang menjerumuskan aqidah ummat Islam. Misalnya kitab tentang Nur Muhammad, yang hal itu intinya: Tidak dijadikan dunia seisinya ini kecuali karena Nur Muhammad. Itu adalah keyakinan orang shufi (tasawuf) sesat yang bercampur filsafat Yunani dan kepercayaan bathil Nasrani. Lalu diberi dalil berupa hadits palsu/ maudhu': Laulaaka lamaa kholaqtul aflaaq (Seandainya bukan karena engkau Muhammad, maka pasti tidak Aku ciptakan planet-planet ini). Ini sangat dipegangi di kalangan shufi (orang tasawuf) sesat. Setiap mereka memperingati maulid Nabi SAW --yang tidak ada perintahnya samasekali dalam Islam--, selalu mereka kemukakan hadits palsu itu (baca rangkaian ini pada bab mengenai tasawuf di buku ini, atau selengkapnya baca tentang Nur Muhammad di Buku Mendudukan Tasawuf, Gus Dur Wali?). Juga kitab-kitab lain yang dipakai kalangan shufi bahkan pesantren umum di Indonesia di antaranya Kitab Durratun Nashihien yang mengandung banyak hadits palsu dan bahkan khayalan yang jauh dari ajaran Islam. Semua itu menggunakan tulisan Arab dan Bahasa Arab, namun kini di-Indonesiakan oleh orang-orang yang hanya mengejar duit, tidak menggubris sesatnya ummat. Istilah Islami diselewengkan kaum sekuler Ada juga istilah yang asalnya Islam diselewengkan kepada kemusyrikan, misalnya upacara sesaji kemusyrikan dinamai sedekah bumi. Lafal sedekah itu dari shodaqoh. Ada juga perkataan lokal yang secara haqiqi bermakna biasa, namun secara maknawi- kemusyrikan dimaknakan lain, seperti: wedus gembel itu artinya adalah kambing kibas, namun oleh pihak tertentu dijadikan sebagai nama (lambang kepercayaan syirik) penyebab timbulnya angin panas yang menghanguskan manusia dan hewan di Kaliurang Yogyakarta 1994. Hingga koran (Islam?) Republika pun ikut-ikutan mempublikasikan istilah kemusyrikan itu. Kaum sekuler pun bertingkah pula. Mereka gigih mengganti istilah-istilah Islam-Arab dengan istilah Barat. Misalnya, mereka alergi menggunakan istilah [1]akhlaq[1] hingga mereka ingin menggusurnya dengan istilah etika atau moral, sedang Aqidah-Tauhid diganti dengan Teologi. Istilah tahkim diganti dengan arbitrase. Mereka tak mau menggunakan istilah Ahad, lalu diganti dengan Minggu, dan bahkan bukan sekadar harinya yang diganti namun tanggal qomariyah yang merupakan penanggalan yang berkaitan dengan ibadah telah mereka upayakan untuk ditinggalkan, hanya memakai tanggal syamsiyah. Hingga generasi Islam pun tidak hafal nama-nama bulan Hijriyah/ qomariyah. Itu semua adalah upaya mengikis Islam dari segi bahasa dan istilah. Orang-orang jahil pun ikut-ikutan merusak Islam secara sadar ataupun tidak, dalam hal memompakan istilah. Pernah ada pejabat tinggi negara yang ingin menamakan pelacur dengan "wanita harapan" di masa jaya-jayanya Presiden Soeharto. Bahkan selama pemerintahan Soeharto, istilah pelacur telah diganti dengan "wanita tuna susila" kemudian disingkat dengan WTS. Hingga orang tua dari gudang WTS di Indramayu Jawa Barat pernah dikhabarkan ada yang bangga anaknya jadi WTS di Jakarta karena duitnya banyak, sedang ia tak tahu apa arti kata "WTS" itu. Menghalalkan perzinaan lewat bahasa Untuk menghalalkan pelacuran, dimunculkan pula istilah pekerja seks. Seakan perbuatan yang melawan hukum Allah itu menjadi salah satu jenis pekerjaan yang perlu disahkan. Na'udzubillaahi min dzaalik. Setelah perzinaan merajalela, wanita-wanita karier banyak yang dikhabarkan menyeleweng, maka dimunculkan pula istilah yang seolah-olah bukan larangan agama. Pasangan zina laki-laki cukup disebut PIL (Pria Idaman Lain), sedang pasangan zina perempuan disebut WIL (Wanita Idaman Lain). Artinya, para pezina itu sudah punya isteri atau suami namun kemudian berzina. Mereka itu seharusnya dirajam, yakni dihukum mati oleh pengadilan, caranya ditanam setengah badan di depan umum (misalnya di depan masjid), lalu dilempari batu kecil-kecil sampai mati. Namun yang dimunculkan dalam istilah yang merusak Islam itu justru istilah menggiurkan yaitu pria idaman, dan wanitaidaman. Sehingga pasangan zina justru disebut idaman. Na'udzubillahi min dzaalik. Para pengomando seks bebas entah itu berkedok sebagai dokter ahli seks ataupun lainnya mempromosikan istilah itu secara gencar sebagai penyambung lidah aspirasi syetan yang merusak Islam. Belum lagi iklan kondom yang digencarkan dengan suara mendayu-dayu yang intinya menghalalkan zina asal pakai kondom. Suatu penentangan agama yang terang-terangan, namun tidak diambil tindakan oleh pemerintah. Padahal, diturunkannya ayat yang artinya Barangsiapa tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka itu adalah orang-orang kafir, itu adalah berkaitan dengan enggannya kaum Yahudi menerapkan hukum rajam atas pezina yang telah diwahyukan Allah SWT dalam Taurat. Malahan kini ada gejala yang lebih bandel lagi ketimbang Yahudi itu. Kini bukan hanya tidak mau melaksanakan hukum rajam, namun bahkan menghalalkan perzinaan dengan aneka bahasa dan dalih. Astaghfirullaahal 'Adhiem. Kadang penghalalnya itu perempuan lagi, dengan membela-bela diteruskannya lokalisasi pelacuran, dan mereka tak rela akan dibubarkannya, dengan aneka dalih. Wanita-wanita murahan yang kerjaannya suka dipotret telanjang pun berani berkilah-kilah dengan bahasa, katanya ketelanjangannya itu hanya trik kamera. Lalu pihak-pihak yang mendukung sarana perzinaan dengan menyebarkan gambar-gambar porno pun tak mau kalah, mereka menyebut yang porno itu dengan istilah keren, estetika alias seni keindahan. Syetan telah mengomandoi mereka, maka menganggap baik kejorokan yang mereka lakukan. Golongan ahli rancu terjerumus Satu partai yang didirikan oleh organisasi berlabel Ulama pun konon berkampanye di daerah pelacuran, dan para pelacur merengek agar tidak dibubarkan sarang pelacurannya. Bisa diucapi, memang babi atau tikus got (pecren,Jw) itu lebih suka hidup di comberan. Apakah ini sudah salah kedaden (salah pola dasarnya)? Wallahu a'lam. Yang jelas, trend sikap suatu gerombolan, geng, atau bahkan golongan tertentu, sering berkait berkelindan dengan lakon para penggedenya. Ada orang terkemuka dari golongan itu yang dikenal dengan sebutan Gus Anu. Dia ini hafal Al-Quran dan sering mengadakan sima'an Al-Quran, pembacaan Al-Quran secara hafalan, dan didengarkan banyak orang di suatu majlis. Gus Anu itu konon suka datang ke daerah remang-remang, hingga wanita-wanita pelacur yang disebut penghibur (ini istilah yang mengelabui pula) banyak yang kenal. Diberitakan, si hafal Quran itu minum minuman bir hitam segala. Lalu sampai pada usianya pun meninggallah ia. Lakon seperti itu kemudian dipuji-puji pula oleh seseorang --yang terkemuka dan pernah saya tulis buku khusus tentang bahaya pemikirannya-- untuk mengenang kematiannya di koran Katolik tempat menggedekan si pemikir bahaya itu. Lha kalau lakon seperti itu saja dipuji, maka lakon berkampanye di tempat pelacuran oleh partainya itu ya dianggap lumrah (biasa, wajar). Padahal, kalau orang yang sedang kampanye di tempat pelacuran itu tiba-tiba mati di sana, dan atau ada adzab jatuh di sana, maka suu-ul khotimah (buruk akhir hayatnya) lah mereka. Kenapa? Karena, pada hakekatnya sama dengan sudah rela terhadap keberadaan tempat maksiat itu sendiri. Namun berhubung cara berfikir mereka sudah rancu dan sering menolak nasihat kebenaran alias sombong, maka begitulah adanya. Terjadilah apa yang terjadi. Itu di antaranya gara-gara pengelabuan istilah berupa apa yang mereka sebut "wali". Istilah "wali", bagi mereka bisa kalis (terkena tapi tak berbekas) dari kesalahan, hatta kesalahan yang jelas-jelas amat sangat mencolok secara syar'i. Imbasnya, muballigh kondang Zaenuddin MZ pun pernah terpeleset pula, ia berpidato dengan bangga bahwa dirinya berceramah di tempat pelacuran. Keterpelesetan semacam itu mudah-mudahan tak terulang, dan hendaknya beliau tidak mengulangi ketidak cermatannya dalam memahami Islam. Seorang bekas bajingan seperti Anton Medan pun mendirikan lembaga yang di antara programnya mengkhususkan penerjunan para da'inya untuk berda'wah ke tempat pelacuran. Giliran tempat mesum itu diliburkan oleh Gubernur DKI Jakarta Surjadi Sudirja untuk pertama kalinya pada Ramadhan 1417H, maka program yang sudah dirancang rapi oleh Anton dan anak buahnya itu gagallah. Boleh diperkirakan, justru mereka "menyesal" dengan diliburkannya tempat pelacuran itu. (Lihat buku Di Bawah Bayang-bayang Soekarno Soeharto, Tragedi Politik Islam..... Darul Falah Jakarta, 1420H). Kenapa Anton berprogram seperti itu? Wallahu a'lam. Tetapi gurunya, kita kenal adalah seorang terkemuka dari golongan seperti tersebut di atas, tidak lain adalah Kiai Haji Noer Muhammad Iskandar SQ tokoh PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) pembela utama Gus Dur, yang telah punya pemahaman rancu mengenai pernikahan, dipraktekkan pula hingga pernah heboh dan memalukan. Jadi istilah "wali" yang disalah artikan seperti tersebut di atas, ternyata rangkaiannya sangat jauh, dan pengaruhnya amat jauh dari ajaran Islam, secara melembaga di suatu organisasi dan kalangan pesantren yang mengaku Ahlus Sunnah namun seringkali belepotan dengan bid'ah. Gerombolan dukun dengan istilah mentereng Dari segi pelanggaran aqidah yang amat tinggi pun diciptakan istilah yang sangat merusak aqidah. Dukun santet, dukun nujum, dukun ramal dsb diganti dengan istilah para normal. Kemudian secara terang-terangan mereka mengiklankan diri dan disponsori oleh media massa yang dalam hal ini merusak Islam di antaranya koran Pos Kota untuk diadakan praktek secara nasional dengan iklan besar-besaran. Lalu diberitakan pula dengan cara yang menarik. Sehingga seakan sebagai hiburan belaka, sedang para dukun itupun telah menjerumuskan ummat dengan mengeruk duit per-orang Rp300.000,-. Padahal, menurut Nabi Muhammad SAW, mendatangi dukun untuk bertanya sesuatu saja sudah ditolak sholatnya 40 hari. Sedang kalau bertanya kepada dukun tentang sesuatu dan (lantas) meyakininya maka dihukumi telah kafir terhadap Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, menurut hadits shahih. Namun justru kini secara terang-terangan para dukun perusak aqidah itu membuat apa yang mereka sebut PPI (Paguyuban Para Normal Indonesia) yang konon anggotanya telah mencapai 60.000 dukun. Jadi penjaja kemusyrikan yang dulu masih ngumpet-ngumpet (sembunyi-sembunyi), kini telah terang-terangan. Padahal, bahayanya bagi ummat tidak kalah dengan bahaya garong, copet, maling ataupun gedor, kecu, bangsat, dan bajingan lainnya. Hanya saja para bajingan itu merugikan secara harta, namun apa yang disebut para normal itu merusak total aqidah ummat, yang ¨justru lebih sangat-sangat berbahaya. Namun penguasa tampak diam-diam saja, bahkan pernah ada pejabat kabupaten di Bantul Yogyakarta yang dikhabarkan membayar dukun sampai satu miliar rupiah. Aneh bin ajaib, di kalangan orang Islam sendiri menyetujui apa yang disebut "orang pinter". Padahal, hakekatnya sami mawon (sama saja), dukun-dukun juga. Walaupun yang disebut orang pinter itu berlabel kiai, tetap sama juga dengan dukun Mbah Jambrong, kalau prakteknya dukun-dukun juga. Namun masyarakat mengidentikkan dukun itu dengan kiai. Hingga ribuan orang dari golongan yang sering rancu aqidahnya berduyun-duyun ke dukun yang disebut kiai untuk minta ilmu kebal. Suatu bentuk pelanggaran aqidah yang terang-terangan, namun dilakukan secara demonstratip oleh golongan bid'ah dan khurofat. Ini satu kerancuan akibat pengelabuan lewat bahasa. Karena kemusyrikan perdukunan makin dianggap biasa, maka di saat tumbuh reformasi dan bermunculan media massa baru, lalu ada yang justru rajin mengiklankan kemusyrikan. Contohnya, koran Duta yang dikenal koran kaum NU (Nahdlatul Ulama) yang berhaluan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) tampak bersemangat mengiklankan susuk, yaitu aji-aji kemusyrikan, dengan disebut ratu susuk asmara. Itu jelas menjerumuskan, seolah aji-aji susuk kemusyrikan itu boleh-boleh saja. Demikian pula koran yang konon SIUPP-nya Islam seperti Harian Terbit suka mengiklankan kemusyrikan itu pula. Televisi swasta pun ada yang mengobral kemusyrikan model itu. Semua itu dikemas dengan bahasa yang seakan tidak ada masalah menurut agama. Membredel lafal-lafal Islami Di balik itu semua, anak-anak kita pun telah kita lepaskan ikatannya terhadap lafal Allah. Hingga mereka tidak kita biasakan mendekat pada-Nya. Justru kita jauhkan dari Allah sejengkal demi sejengkal. Yang semula anak kita masih mengucap: "Ya Allah... kini kita jauhkan dari kata-kata itu. Kita ganti dengan Ya ampun...., Ya amplop... dan sebagainya. Yang tadinya anak-anak kita diajari ustadznya agar membaca alhamdulillaah ketika bersin atau bangkis, kini telah kita jauhkan dari puji syukur itu. Yang tadinya masyarakat kita fasih mengucapkan astaghfirullah ketika terperanjat, kini kita jauhkan dari istighfar itu dengan ucapan: astaga, atau bahkan astaganaga yang tidak punya makna minta ampun pada Allah sama sekali. Semua sedekah-sedekah yang bisa kita lakukan dengan mulut seperti membaca alhamdulillaah, astaghfirullaah, Allahu akbar, innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji'uun, dan sebagainya itu telah kita bredel dari diri kita, masyarakat kita, anak-anak kita, bahkan cucu kita. Jadilah kita ini orang-orang yang sekuler, tidak mau menyebut nama Allah, apalagi berdzikir. (Lihat Buku Bila Hak Muslimin Dirampas, Pustaka Al-Kautsar Jakarta, 1994, hal 41). Penerjemahan Sejak tahun 1980-an tumbuh subur penerbit-penerbit Islam yang mencetak buku-buku terjemahan dari bahasa Arab, buku Islam. Pengaruhnya cukup luas karena sambutan generasi muda Islam dan kaum terpelajar cukup baik. Hanya saja kadang timbul beberapa masalah di antaranya tentang bahasa, misalnya kurang tepatnya penerjemahan. Dan masalah lain lagi tentang belum tentu kitab yang diterjemahkan itu baik dan benar secara Islam. Sedang penerjemah pun belum tentu tahu persis ilmu atau maksud dari penulisan buku yang diterjemahkan itu. Sehingga pada hakekatnya buku-buku terjemah itu baru merupakan alternatif terendah ketika kita belum menguasai bahasa aslinya yakni Arab. Mengenai bahasa, sering ada idiom kata-kata Arab yang sulit diterjemahkan. Misalnya, lafal Tsakilatka ummuk, waihaka, taribat yadaaka, 'aqro halqo dsb yang semua itu ada di dalam hadits. Suatu ungkapan yang ditujukan kepada mukhotob (orang yang diajak bicara) secara lahiriyah berisi dzam (celaan) atau bahkan do'a maut, namun bukan dimaksudkan demikian. Bahasa dalam mengarang Bahasa ini sangat penting bagi penulis naskah, karena pada dasarnya menulis karangan itu adalah mengemukakan buah pikiran dengan bahasa. Bahasa tulis ini sifatnya lebih tinggi dibanding bahasa pergaulan sehari-hari. Sehingga, di samping pengarang itu gagasannya (fikroh dan tashowwurnya/ pemikiran dan persepsinya) jelas, masih pula dituntut mampu mengemukakan buah pikirannya itu dengan bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah pemahaman umum. Karena bahasa memang sifatnya umum. Hanya saja, orang yang kreatif kemungkinan bisa memasyarakatkan buah pikiran sekaligus memasyarakatkan istilah-istilah dalam bahasa sesuai dengan ideologinya. Hingga tidak terasa, orang akan ikut mengucapkannya, padahal istilah itu menyalahi aqidah. Misalnya, dimunculkan istilah [1] "di bumi pancasila ini", "hari kesaktian pancasila", "padamu negeri jiwa raga kami"[1] dsb. Istilah itu tidak sesuai dengan aqidah Islam, namun banyak orang Islam yang ikut-¨ikutan mengucapkannya. Bahkan, dalam upacara penguburan mayat konon diucapkan, "Kita serahkan jenazah ini kepada ibu pertiwi". Kata-kata itu bertentangan dengan Islam yang menuntun ummat untuk mengucapkan: "Bismillahi wa 'alaa millati Rasulillaah" "Dengan nama Allah, dan atas agama rasul Allah." (HR At-Tirmidzi dan Abu Daud). Bukan menyerahkan mayat kepada bumi. Ini menyangkut aqidah yang sifatnya prinsipil, namun bisa dimainkan penyelewengannya lewat bahasa. Tata bahasa Masalah-masalah seperti itu perlu dicermati bagi pengarang Muslim, penceramah, atau da'i. Di samping itu, tata bahasa pun harus dikuasai, agar karangan yang ditulis tidak bertentangan dengan kaidah bahasa yang berlaku. Kaidah itu misalnya dalam bahasa Indonesia memakai hukum DM (diterangkan menerangkan). Contohnya, kata "hijau lumut", maksudnya warna hijau seperti lumut. Hal ini biasanya berbalikan dengan bahasa Inggeris. Sedangkan dengan Bahasa Arab, biasanya sama. Hanya saja, dalam bahasa Arab yang relatif hukum DM ini sama dengan Bahasa Indonesia pun kadang-kadang akan timbul penerjemahan yang berbeda, karena beda persepsi dalam hal mana yang diterangkan. Contohnya, Surat Al-An'aam ayat 123: ------------------------- Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri akaabiro mujrimiihaa agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya. (QS Al-An'aam/ 6: 123). Lafal akaabiro mujrimiihaa itu terjemah Depag sendiri ada dua macam. 1, penjahat-penjahat yang terbesar (dalam Al-Quran dan Terjemahnya, Depag RI 1971, halaman 208), dan 2, pembesar-pembesar yang jahat (dalam Al-Quran dan Tafsirnya, Depag RI 1985/1986, juz 8 halaman 266). Dua makna itu berbeda pengertiannya. Yang satu pembesar-pembesarnya yang jahat, sedang yang satunya lagi penjahat-penjahatnya yang besar. Memilih kata dan kalimat Menggunakan bahasa dalam mengarang, berarti memilih kata dan kalimat. Jadi, membuat karangan itu pada pokoknya adalah: 1. Memilih kata-kata. 2. membuat kalimat. 3. Membuat kerangka (outline) 4. Menuntaskan satu bentuk karangan. 5. Mengoreksi kebenaran bahasa, tulisan, alur, dan isi karangan. Memilih kata-kata dan membuat kalimat dalam suatu karangan hendaknya diupayakan agar bahasanya benar dan baik. Bahasa yang benar yaitu yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang dipakai. Adapun kalimat dan kata-kata yang baik, artinya kata-kata yang tingkatannya tinggi, bahasa sopan atau resmi. Dalam Bahasa Arab disebut bahasa fush-haa bukan bahasa 'aamiyyah, pasaran. Dari sini bisa dimaklumi bahwa mengarang itu bukan sekadar mengeluarkan ide atau pemikiran, namun juga bagaimana cara menyajikan buah pikiran itu lewat bahasa tulisan. Secara mudah ibaratnya orang mau menyajikan makanan, maka ia harus menyediakan bahan makan, lalu berupaya memasaknya, kemudian menyajikannya ke meja makan untuk dimakan. Sehingga, karangan yang buah pikirannya bagus mesti didukung dengan bahasa penulisan yang bagus dan benar. Karangan yang bagus adalah yang isinya bagus dan benar, bahasanya bagus dan benar, dan alurnya bagus hingga tidak bolak-balik. Karangan yang baik dan menarik Karangan yang bagus dan benar itu belum tentu menarik untuk dibaca. Untuk lebih bisa punya daya tarik perlu dukungan kata-kata yang menarik, dan teknik-teknik lainnya, di antaranya dengan memilih judul yang menarik, mengawali karangan dengan kalimat yang jelas dan ungkapan yang menarik, dan persoalan yang dikemukakan itu sendiri ditonjolkan lebih dulu segi-segi mana yang menarik. Bahasa yang menarik itu berbeda-beda antara satu bangsa dengan bangsa lainnya, satu suku dengan suku lainnya, bahkan satu lapisan masyarakat dengan lapisan lainnya. Orang awam tidak suka bahasa-bahasa asing, orang terpelajar tak suka bahasa pejabat, sedang orang Islam harus menjauhi bahasa-bahasa sekuler dan musyrik. Misal, sebuah teks khutbah tidak layak diawali dengan kisah: Dengan diiringi gendang serta gamelan yang bertalu-talu disertai bau kemenyan yang mewangi, jenazah pelawak Gepeng diberangkatkan dari rumah duka siang itu. Bahasa dan isi kalimat tersebut sarat dengan makna yang mengandung ideologi kepercayaan berbau kemusyrikan. Pintarnya orang meramu berita, pidato, kisah, laporan dsb dengan kata-kata yang indah dan menarik, sering menjerumuskan orang ke arah sesat yang jauh. Justru di situ tantangan ummat Islam, khususnya para da'i. Mampukah dan maukah mengimbangi kegigihan mereka? Ummat Islam ditantang adu canggih, sampai dalam hal kecanggihan meramu kata-kata untuk mengungkapkan buah pikiran lewat teks. Entah itu sekadar slogan di spanduk, di iklan, di siaran-siaran singkat dsb, maupun yang sifatnya teks serius seperti khutbah, makalah, artikel, paper, buku ilmiah dan sebagainya. Menangkal serangan Teori itu perlu sekali kita praktekkan dalam menangkal berbagai serangan yang merusak Islam seperti uraian tersebut di atas. Perlu diingat, kalimah syahadat pun diacak-acak Nurcholish Madjid dengan cara menerjemahkannya menjadi Tiada tuhan (t kecil) selain Tuhan (T besar). Sedang lafal Assalamu'alaikum diinginkan Gus Dur untuk diganti dengan selamat pagi. Kuburan pun diberi istilah "keramat" entah oleh siapa, yang kandungannya rawan syirik. Lalu Gus Dur menghidupkan Sunnah Sayyi'ah (jalan keburukan) tentang pengeramatan itu dengan menghadiri kuburan Joko Tingkir di Lamongan Jawa Timur yang tak banyak dikenal orang, akibatnya praktek rawan kemusyrikan itu marak kembali sejak Juli 1999. (Tulisan ini bukan berarti anti ziarah kubur, namun dalam hal ini jelas kaitannya dengan pengeramatan kuburan yang jelas mengandung kerawanan syirik). Sementara itu pihak Nasrani lewat Nehemia-nya mengacak-acak Islam dengan menyebarkan lembaran-lembaran yang disebut [1]Dakwah Ukhuwah[1] padahal isinya memutar balikkan ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadits. Ya! Itu semua adalah serangan gencar yang merusak Islam. Maka Islam pun terhadap ummat ini senantiasa minta bukti, apa yang telah kita upayakan dalam kancah peperangan yang menuntut kecanggihan dan kegigihan ini. Mendeteksi Sumber Penyimpangan: Yahudinisasi Lewat Tasawuf 1. Orang yang dikuasai Syetan "Barangsiapa berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Quran), kami adakan baginya syaitan, maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan kebenaran dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk." (QS Az-Zuhruf/43: 36-37). Ayat ini menerangkan bahwa barangsiapa yang tidak mau membiasakan diri mengingat Allah, dan (juga) berpaling dari ajaran Al-Quran yang telah disampaikan kepada Muhammad SAW, serta berusaha untuk tidak memperhatikannya, dan telah terpengaruh oleh kesenangan hidup di dunia, maka Allah akan menjadikan syaitan sebagai teman eratnya, baik berupa jin maupun manusia. Syaitan itulah yang selalu mendampingi dan mempengaruhinya, sehingga tertanamlah dalam pikirannya anggapan yang tidak baik, yaitu memandang perbuatan buruk sebagai perbuatan baik. Karena itu, hatinya makin lama makin tertutup, tidak mau menerima kebenaran. Semakin lama tutupan itu semakin kuat dan rapat, sehingga tidak ada suatu celah pun yang mungkin dimasuki cahaya Ilahi. Ayat yang lain yang sama artinya dengan ayat ini, ialah firman Allah SWT: Artinya: “Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka, seperti mereka tidak beriman kepadanya (Al-Quran) pada permulaan nya dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan yang sangat." (QS Al-An'aam [6]:110). Makin lama syaitan mendampingi seseorang, makin lama pula ia bergelimang dalam kesesatan dan semakin kuat pula tutupan yang menutup hatinya. (Al-Quran dan Tafsirnya, Depag RI, juz 25, hal 117). Di dalam hadits dijelaskan sebagai berikut: Qoola Rasuulullahi SAW: "Innal mu'mina idzaa adznaba dzanban kaanat nuqthotun saudaau fii qolbihii, fain taaba wa naza'a wasta'taba tsaqula qolbuhuu, wa in zaada zaadat hattaa ta'luwa qolbuhuu." Artinya: Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya orang yang beriman, apabila ia mengerjakan perbuatan dosa maka terjadilah satu titik hitam di dalam hatinya. Lalu apabila ia bertobat, mencabut perbuatannya, dan menyesal, maka cemerlanglah hatinya. Dan jika ia tambah (berdosa) maka bertambahlah titik hitam itu sehingga tertutuplah hatinya." (HR At-Tirmidzi, Ibnu Jarir - At-Thabari dari Abu Hurairah, Tafsir Depag RI, Juz 25, halaman 118). Menurut Az-Zajzaj, arti ayat ini (QS Az-Zukhruf: 36) ialah: "Barangsiapa yang berpaling dari Al-Quran dan tidak mengikuti petunjuknya, pasti ia mendapatkan siksaan dari Allah SWT; akan didekatkan kepadanya syaitan yang terus menerus menggodanya agar ia menempuh jalan yang sesat." Riwayat lain menyebutkan, ayat itu turun berkenaan dengan tingkah orang-orang kafir Quraisy: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muhammad bin Utsman Al-Makhzumi bahwa orang-orang Quraisy berkata, "Dampingkanlah kepada setiap sahabat Muhammad seorang dari kita untuk mempengaruhinya." Maka mereka mendampingkan Thalhah bin Ubaidillah (orang kafir Quraisy) kepada Abu Bakar. Maka datanglah Thalhah kepada Abu Bakar, waktu itu ia sedang berada di tengah-tengah kaum Quraisy, lalu Abu Bakar bertanya: "Apa yang kamu serukan kepadaku?" Thalhah menjawab: "Aku menyeru engkau untuk menyembah Al-Laata dan Al-'Uzza." Abu Bakar bertanya:"Apa Al-Laata itu?" Thalhah menjawab: "Anak-anak laki-laki Allah." Abu Bakar bertanya: "Apa Al-'Uzza itu?" Thalhah menjawab: "Anak-anak perempuan Allah." Abu Bakar bertanya lagi: "Siapa ibu mereka?" Thalhah terdiam dan tidak dapat menjawabnya. Lalu Thalhah berkata kepada teman-temannya: "Jawablah pertanyaan orang ini." Teman-temannya itu terdiam pula. Maka Thalhah berkata: "Berdirilah hai Abu Bakar, aku mengakui bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah." Maka turunlah ayat ini (yaitu QS Az-Zukhruf: 36). (ibid, hal 118-119). Dalam ayat 37 QS Az-Zukhruf dijelaskan, akibat bagi seseorang yang selalu didampingi syaitan, yaitu syaitan itu selalu berusaha menghambat mereka (agar tidak bisa) menempuh jalan lurus, jalan yang diridhai Allah, serta berusaha menimbulkan keyakinan dan anggapan pada pikiran orang itu bahwa jalan sesat yang dtempuhnya itu adalah jalan yang benar, dan setiap kebenaran yang disampaikan kepadanya dianggap sebagai jalan yang sesat. (ibid, hal 119). 2. Mengaku Muslim sambil memusuhi Islam Meskipun dalam riwayat asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) itu mengenai orang kafir Quraisy, namun bukan berarti yang bisa dikuasai syaitan itu hanya orang-orang kafir. Bahkan orang Islam yang kurang taat pun dikuasai syaitan. seperti ditegaskan oleh Nabi SAW: "Maa min tsalaatsatin fii qoryatin walaa badwin laa tuqoomu fiihim sholaatul jamaa'ati illas tahwadza 'alaihimus syaithoonu. Fa'alaikum bil jamaa'ati, fainnamaa ya'kuludz dzi'bu minal ghonamil qooshiyah." "Tidaklah dari tiga orang di suatu kampung atau pedusunan yang di dalam mereka itu tidak ditegakkan shalat jama'ah, kecuali mereka pasti akan dikuasai oleh syetan. Maka wajib atas kamu shalat jama'ah. Karena sesungguhnya srigala itu hanya akan menerkam kambing yang jauh dari kawannya." (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai, dan Al-Hakim, berderajat shahih). Betapa banyaknya kampung-kampung yang mungkin sekali dihuni oleh orang-orang Muslim namun di sana sepi dari shalat berjama 'ah. Maka pantas sekali kalau hati mereka telah dikuasai oleh syaitan, hingga kebringasan, kejahatan, penipuan, penghalangan terhadap Islam terjadi di mana-mana. Padahal mereka mengaku Islam, namun tidak jarang mereka pula yang mati-matian mengganjal dan mempecundangi Islam, bahkan sekuat-kuatnya untuk memberantas orang-orang mu'min yang bercita-cita menegakkan Islam. Bahkan ada dedengkot-dedengkot perusak Islam yang terang-terangan membela non Muslim dalam berbagai hal, padahal dirinya tidak mau kalau disebut antek Yahudi, Zionis, antek Nasrani, atau antek Konghu chu. Padahal mereka jelas-jelas ikut memeriahkan bahkan menghadiri perayaan hari-hari raya orang-orang kafir atau musyrik musuh Allah SWT itu, dan memperjuangkan aspirasi musyrikin dan kafirin itu. Mereka tidak malu-malu mengaku dirinya sebagai tokoh Islam, bahkan mulutnya bisa berdalih dengan dalih nasionalisme, demokrasi, dan sebagainya yang telah mereka jadikan berhala, sehingga syaitan telah menguasai mereka, dan mereka menganggap bahwa diri mereka itu mendapat petunjuk, sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT tersebut. Sehingga, sifat syaitan sebagai musuh Allah yang nyata dan musuh mukminin telah hinggap dan bersarang di dada-dada mereka, di antaranya mereka lego lilo/ tulus ikhlas bila yang dibantai itu ummat Islam. Padahal, kalau mereka mau meneladani sikap Rasulullah saw yang beliau itu dijamin oleh Allah SWT sebagai uswatun hasanah (teladan yang baik) tentu mereka faham bahwa Rasulullah saw tidak pernah mengucapi selamat Natal kepada para pendeta maupun rahib. Padahal Rasulullah saw juga sebagai pemimpin bangsa, negara, bahkan Ummat Islam sedunia. Mengucapi selamat Natal pun tidak, apalagi menghadiri upacara Natalan, dan lebih tidak lagi berpidato pada upacara orang-orang kafirin musyrikin itu. Tetapi kenapa Presiden Gus Dur hadir pada upacara Natalan, bahkan berpidato menyambutnya? Padahal, dia dijuluki kiai, bahkan ada yang menyebutnya wali, meski dia sendiri menganggap orang yang menyebutnya wali itu orang yang tak bertanggung jawab. Kenapa pula Amien Rais (ketua MPR, bekas ketua organisasi Islam Muhammadiyah), Akbar Tanjung (ketua DPR, bekas ketua umum organisasi mahasiswa HMI), dan Megawati anaknya Soekarno (wakil presiden, dan sudah pernah berhaji) hadir pada upacara kemusyrikan itu. Kalau memang mereka benar-benar percaya kepada Nabi Muhammad saw, apakah pernah Nabi mencontohi hadir, berpidato, atau mengucapi selamat Natal seperti yang mereka lakukan itu? Dan kenapa pula Prof Dr HM Quraish Shihab yang disebut ahli tafsir lulusan Mesir itu ngotot menulis fatwanya tentang bolehnya mengucapi selamat Natal kepada orang Nasrani? Adakah contoh dari Nabi Muhammad saw yang seperti itu? Mau dibawa ke mana Ummat Islam Indonesia ini oleh para tokoh yang mengaku dirinya Muslim bahkan sebagai ketua-ketua atau mantan ketua lembaga atau organisasi Islam, namun memberi contoh yang sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw itu? Yang dicontohkan oleh Nabi saw justru tantangan untuk mubahalah, atas perintah dari Allah SWT: "Siapa yang membantahmu tentang kisah 'Isa setelah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta." (QS Ali 'Imran: 61). Mubahalah ialah masing-masing pihak di antara orang-orang yang berpendapat, mendo'a kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar Allah menjatuhkan laknat kepada pihak yang berdusta. Nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah tetapi mereka tidak berani, dan ini menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad.(Al-Qur'an dan Terjemahnya, Depag RI, hal 85). Contoh dari Nabi saw dan merupakan perintah langsung dari Allah SWT adalah seperti tersebut di atas. Namun sebaliknya, sebagian tokoh Islam Indonesia sekarang justru sangat jauh dari keteladanan Nabi saw tersebut. Keberpihakannya malahan nampak berbalik kepada pihak kafirin walmusyrikin. Hingga ketika ada gereja yang dirusak orang, tidak diselidiki dulu penyebab-penyebabnya, dan tidak dicari dulu hukum keabsahan berdirinya menurut Islam, langsung orang-orang yang masih tak malu mengaku Islam itu berani bilang "tembak di tempat" bagi perusak gereja. Padahal, puluhan masjid yang dibakar, dan juga ratusan (mungkin ribuan?) masjid dan musholla yang digusur oleh orang-orang anti Islam, mereka tidak mau tahu, dan pura-pura tidak tahu. Karena memang mereka sendiri, di markas besarnya pun kemungkinan sekali tidak ada masjidnya. Ada organisasi besar yang mengaku dirinya Muslim, bahkan ulama, namun di markasnya tidak ada masjidnya, dan hanya ada musholla sempit sekali, kotor, dan "dihiasi" dengan sangkar-sangkar burung. Pantas saja kalau mereka ada yang lebih krasan (lebih merasa ni'mat) berkarib-karib dengan orang gereja ataupun memperjuangkan gereja, klenteng dsb. Akibatnya, sangat parah. Yang muda-muda atau pun mahasiswa kelompok mereka tidak malu-malu mencari proyek-proyek dengan bantuan gereja. Bila ditegur temannya sesama Muslim, jawab mereka enteng, "Ah... saya kan tinggal ngikuti saja pemimpin-pemimpin yang di atas. Orang pimpinan-pimpinan saya (maksudnya para pemimpinnya) juga suka blusak-blusuk (keluar masuk) ke gereja, apa salahnya saya sebagai muqollidnya "berittiba'" (pengikut buta-nya mengikut) kepada mereka?" jawabnya cengengesan (sikap tak bertanggung jawab). Na'udzubillaahi min dzaalik (kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu). Benarlah syaitan telah memperdaya hati mereka, sehingga mereka pandang baik apa-apa yang buruk, dan amat buruk. Memang syaitan sangat berusaha keras untuk menjerumuskan mereka, yaitu siapa saja yang menjadi teman syaitan. 3. Merubah agama Allah Firman Allah Ta'ala tentang ucapan Syetan; "... dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya." (An-Nisaa': 119). Dalam tafsir Ibnu katsir, merubah ciptaan Allah itu menurut Ibnu Abbas dan lain-lain, berarti merubah diinullaah, agama Allah. (Tafsir Ibnu Katsir, jilid I, halaman 686). Para ahli bid'ah telah memporak porandakan Islam, diinullah. Dan mereka secara terang-terangan berani menyatakan permusuhannya terhadap mukminin yang menegakkan Islam dengan benar. Musuh besar mereka adalah orang Islam yang konsekuen dan konsisten (istiqomah) dengan Islamnya. Sehingga kalau ahli bid'ah atau orang yang merubah agama Allah itu berkuasa, maka diangkatlah orang-orang yang lihai dalam memusuhi Islam. Dan dibabatlah siapa-siapa yang kira-kira jelas menegakkan Islam. Karena orang-orang yang merubah diinullah itu di antaranya adalah orang Yahudi dan Nasrani --menurut Al-Quran-- maka kaum Ahli Bid'ah pun bergabung dengan Yahudi dan Nasrani serta musyri kin dan kafirin dalam memusuhi Muslimin. Di situ peran munafiqin sangat strategis, berupaya menghancurkan Islam dengan bersekongkol bersama Yahudi cs itu. Akibatnya, orang-orang Islam yang tak kuat imannya akan ikut-ikut pula menjadi munafiq. Dan semakin banyak munafiqnya semakin subur pula pembunuhan terhadap orang Islam ataupun aturan Islam itu sendiri. Selama ini munafiqin, kafirin, musyrikin, ahli bid'ah dan syaitan-syaitannya telah berhasil membunuh hukum-hukum Islam, hingga tinggal hukum keluarga, yakni nikah, talak, rujuk, waris, hibah, shodaqoh, dan waqaf. Munafiqin, Yahudi, Nasrani, kuffar, musyrikin dan syaitan-syaitannya kini sudah siap dan beraksi lebih lagi. Hukum perkawinan pun mulai diugrag-ugrag (dikutik-kutik) lagi. Kata mereka, hukum perkawinan yang berlaku ini diskriminatif. Orang-orang yang tidak rela adanya hukum Islam yang masih "tersisa" sedikit itu justru biasanya tidak rela pula kalau pelacuran dihapus. Jadi benar-benar pikiran syaitanlah yang telah menguasai jiwa mereka; menggempur hukum Islam tentang perkawinan, sambil "memperjuangkan" berlangsung tumbuh suburnya pelacuran. Itulah misi mereka, misi syaitan. Benar-benar mereka itu musuh orang Muslim, yaitu syaitan yang berujud manusia, artinya manusia yang telah menjadi syaitan. Meskipun demikian, orang Muslim yang sejati tidak usah berkecil hati. Ada penjelasan sebagai berikut. 4. Orang yang menegakkan kebenaran Islam: "Maka bersabarlah kamu untuk melaksanakan ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka." (QS Al-Insaan/76: 24). Nabi SAW bersabda: "Laa tazaalu thooifatun min ummatii dhoohiriina 'alal haqqi laa yadhurruhum man khodzalahum hattaa ya'tiya amrulloohi wahum kadzaalika." "Senantiasa masih ada sekelompok dari ummatku yang selalu menang/unggul dalam menegakkan kebenaran. Mereka tak peduli dengan orang-orang yang menghinakan mereka sehingga datang perintah Allah (hari kiamat)dan mereka tetap demikian." (HR Al-Bukhari 3641, dan Muslim 1920,) dari Hadits Mu'awiyah ra. Selain Mu'awiyah ada beberapa orang shahabat lainnya meriwayatkan hadits Thaifah Manshuroh ini. Syaikh Al-Albani menjelaskan takhrij hadits ini dalam kitabnya Silsilah Ahadits As-Shahihah, juz 1 nomor 270. Sabda Nabi SAW: "Innal Islaama bada'a ghariiban wa saya'uudu ghoriiban kamaa bada'a, fathuubaa lilghurobaa'i." "Sesungguhnya Islam pada permulaannya adalah asing dan akan kembali menjadi asing seperti pada permulaannya. Maka keuntungan besar bagi orang-orang yang asing." (HR Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan: Maka keuntungan besar bagi orang-orang yang asing: yaitu orang-orang yang (tetap) berbuat baik ketika manusia sudah rusak." (Al-Albani berkata: "Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Amr Ad-Dani dengan sanad shahih, lihat Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Minhajul Firqoh an-Najiyah wat Thoifah al-Manshuroh, diterjemahkan menjadi Jalan Golongan yang Selamat, Darul Haq, Jakarta, cet I, 1419H, halaman 7-8). Sabda Nabi SAW: "Maka keuntungan besar bagi orang-orang yang asing, yaitu orang-orang sholeh yang hidup di tengah orang banyak yang buruk perangainya, di mana orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada orang yang mentatatinya." (HR Ahmad, shahih). Nabi SAW bersabda: "Orang yang paling pedih musibahnya di dunia ini ialah para nabi, kemudian orang-orang sholeh." (HR Ibnu Majah). Nabi SAW bersabda: "Tidak boleh taat kepada pemimpin dalam hal ma'siat kepada Allah, karena kewajiban taat hanya dalam urusan yang baik." (HR Al-Bukhari). 5. Siapakah yang menegakkan kebenaran Islam itu? Orang-orang yang dikuasai syetan (yaitu yang berpaling dari Al-Quran, tidak shalat berjama'ah, dan merubah agama Allah) berhadapan dengan orang-orang yang menegakkan kebenaran Islam. Yang menegakkan kebenaran Islam itu siapa? Apakah yang memahami Islam dengan filsafat, dengan sosiologi, antropologi, metodologi Barat, demokrasi, nasionalisme, kebudayaan, adat dsb? Bukan. Hanya dengan Al-Quran? Bukan Hanya dengan Al-Hadits? Bukan. Dengan Al-Quran dan Hadits namun menurut pendapat masing-masing? Bukan. Tetapi dengan Al-Quran dan As-Sunnah sesuai dengan penjelasan Rasulullah SAW yang diwarisi oleh generasi terbaik, yaitu salaful ummah, ummat terdahulu, yaitu tiga generasi pertama, alias sahabat Nabi SAW, Tabi'in, dan Tabi'it Tabi'en. Apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah saw dan diwarisis serta dilaksanakan oleh para sahabat itu apabila ditentang, dan bahkan mengambil jalan lain maka diancam oleh Allah SWT: "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisaa: 115). Untuk mempertahankan diri agar tetap menjadi orang mukmin yang menegakkan Islam secara benar, maka perlu mengetahui di mana sumber-sumber penyimpangan Islam terjadi. Berikut ini penjelasannya. 6. Sumber-sumber penyimpangan 6.1. Akal yang tidak tunduk kepada wahyu Kata Iblis: "Ana Khairun minhu, kholaqtanii min naarin wa kholaqtahuu min thiin". Kata Iblis: “Saya lebih baik daripada Adam, Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (Al-A'raaf:12). 6.2. Al-hawa': hawa nafsu dan sikap ghuluw Ada serombongan sahabat nabi datang menanyakan ibadah Nabi kepada isteri-isterinya, lalu mereka menganggap diri mereka masih sangat sedikit ibadahnya dibanding dengan Rasulullah SAW. Lalu yang pertama, mau puasa terus sepanjang tahun tidak berbuka. Yang kedua akan bangun malam dan tidak tidur. Yang ketiga akan menjauhkan diri dari perempuan dan tidak akan kawin selama-lamanya. Maka setelah berita itu sampai kepada Rasulullah SAW beliau menjelaskan kekeliruan dan tidak lurusnya jalan mereka, dan beliau bersabda: "Innamaa ana a'lamukum billaahi wa akhsyaakum lahu, walaakinnii aquumu wa anaamu, wa ashuumu wa ufthiru, wa atazawwajun nisaa'a, faman roghiba 'an sunnatii falaisa minnii." Saya adalah orang yang kenal Allah dan paling takut kepada-Nya, namun saya bangun dan tidur, puasa dan berbuka, dan saya beristerikan wanita-wanita. Oleh karena itu barangsiapa membenci sunnahku maka dia bukan dari golonganku." (HR Al-Bukhari). "Iyyaakum wal-ghuluw fid diini fainnamaa halaka man kaana qoblakum bil ghuluwwi." "Jauhilah oleh kalian ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama. Karena sesungguhnya rusaknya orang sebelum kamu sekalian itu hanyalah karena ghuluw." (HR Ahmad, An-nasaa'i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dari Ibnu Abbas, shahih). Allah SWT berfirman: “Walaa tuthi' man aghfalnaa qolbahuu 'an dzikrinaa wattaba'a hawaahu wakaana amruhu furuthoo.” Dan janganlah kamu ikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, dan menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Al-Kahfi:28). 6.3. Karena pengaruh agama-agama terdahulu Nabi SAW bersabda: “Latarkabunna sunana man kaana qoblakum syibron bi syibrin wa dziroo'an bi dziroo'in hattaa lau anna ahadahum dakhola juhro dhobbin ladakholtum wa hatta lau anna ahadahum jaama'amroatahu bit thoriiqi lafa'altumuuhu.” Pastilah benar-benar kamu sekalian akan melakukan kelakuan-kelakuan orang dulu sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga seandainya salahsatu mereka masuk lobang biawak pasti kalian masuk (pula), sampai-sampai seandainya salahsatu mereka menyetubuhi isterinya di jalan pasti kalian melakukan (pula). (HR Al-Hakim dari Ibnu abbas, shahih). - Contoh, berpakaian, bergaya hidup, dan bahkan dalam memusuhi Islam atau meremehkan Islam, mereka telah meniru-niru Yahudi dan Nasrani. 6.4. Mengikuti adat istiadat yang bertentangan dengan Islam Misalnya judi, selamatan orang mati dsb. Qoola Jarir RA: "Kunnaa narol ijtimaa'a ilaa ahlil mayyiti wa shonii'atat tho'aami ba'da dafnihi lighoirihim minan niyaahah." Jarir RA berkata: "Kita berpendapat bahwa mengadakan kumpulan bersama-sama pergi ke keluarga orang mati dan membuat makanan untuk disajikan kepada para tamu setelah dikuburnya/ ditanamnya mayit, hukumnya termasuk meratapi mayit." (Riwayat Ahmad). Di Zaman sahabat Nabi SAW tingkah kumpul-kumpul, makan-makan setelah dikuburnya mayat itu dinilai sebagai niyahah/meratap. Sedang meratap adalah perbuatan jahiliyah yang diharamkan oleh Nabi SAW. Namun, kini para ahli bid'ah dan pengikutnya sangat doyan menggede-gedekan acara tahlilan selamatan orang mati. Setelah kita tahu orang-orang yang dikuasai syetan dengan sifat-sifatnya, orang-orang yang menegakkan Islam yang benar dengan sifat-sifatnya, dan juga mengetahui sumber-sumber penyimpangan, maka ketahuilah bahwa tasawwuf itu ada dalam jalur yang diliputi sumber-sumber penyimpangan itu. 7. Yahudinisasi lewat Tasawwuf Ada penyimpangan lewat akal. Ada yang lewat hawa nafsu. Ada yang karena ghuluw atau berlebih-lebihan, ada yang karena meniru-niru Yahudi dan Nasrani, dan ada yang karena adat istiadat yang bertentangan dengan Islam. Dan itu semua kini didukung oleh Yahudi internasional, dengan cara membelajarkan dosen-dosen perguruan tinggi Islam (IAIN) ke Barat dengan istilah studi Islam, dengan hujjah belajar metodologi kritis. Padahal, studi Islam di Barat itu menurut hasil seminar pakar-pakar Islam di London, hanyalah menganggap Islam sebagai budaya Timur yang tidak sampai sebesar Hindu dan Budha. Sedang materi yang diajarkan Barat dalam studi Islam itu hanyalah sufisme (tasawwuf). Sedang tujuannya adalah tahwidiyyah / Yahudinisasi, menurut hasil seminar tersebut. Mari kita simak kutipan berikut: Bukti dari Al-Ghazwul Fikri (serangan pemikiran) yang dilangsungkan Barat terhadap dunia Islam pun diseminarkan di London Oktober 1993. Inti pembahasan tentang studi Islam di Barat, dalam seminar internasional Islam II itu, bahwa seluruh program studi Islam di perguruan tinggi Barat arahnya adalah Yahudinisasi ataupun Yudhaisme, yang memandang Islam itu perannya tak sebesar Yahudi, dan bahkan tak sampai setarap dengan agama-agama di Timur seperti Hindu dan Budha. Sedang para guru besar Studi Islam di Barat tidak faham tentang Islam, ajaran yang disebut studi Islam hanya melulu tentang sufisme (tasawuf), dan guru besar yang mengerti bahasa Arab sebagai sumber utama untuk merujuk kitab-kitab Islam hanya 15% (Lihat buku Bila Hak Muslimin Dirampas, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 1994, hal 107-108). Apa itu Yahudinisasi? Secara mudahnya adalah apa yang kini disebut pluralisme atau kadang dengan halus disebut agama Ibrahim (Ini sejalan pula dengan istilah inklusivisme dan pluralisme, baca pada bab yang membahas masalah itu di buku ini). Yaitu penyebaran keyakinan yang tidak membolehkan ummat Islam ini "mengklaim kebenaran". Hingga para antek yang menyebarkan Yahudinisasi ini tidak membenarkan ummat Islam yang mengakui bahwa agama Islam sajalah yang benar. Mereka terang-terangan menyalahkan Muslimin yang meyakini bahwa Islam sajalah yang benar di sisi Allah. Di antara yang menyalahkan Ummat Islam yang berkeyakinan bahwa Islam sajalah yang benar, contohnya adalah Dr Alwi Shihab. Ia menuduh ummat Islam tak sedikit yang gagal dalam menangkap makna dari kata Islam, dan dengan sendirinya (menurut tuduhan Alwi Shihab yang kini Menteri Luar Negeri RI itu) membenarkan sikap eklusivisme. Ini menyangkut Al-Quran dalam surah Ali Imran ayat 19 dan 85. Alwi Shihab menulis tuduhan terhadap Muslimin itu di Majalah Gatra No 9 Tahun V, 16 Januari 1999 dengan judul Muslim-Kristen. Kepada Dr Alwi Shihab perlu dikomentari, dengan liciknya dia telah menyembunyikan keterangan tentang kafirnya orang non Muslim setelah diutusnya Nabi Muhammad saw. Alwi Shihab dengan mengecam Muslimin, ditambah dengan menyembunyikan keterangan yang haq tentang kafirnya pemeluk agama apapun selain Islam setelah diutusnya Nabi Muhammad saw, itulah cara Alwi Shihab dalam menjajakan sikap mengimani sebagian ayat-ayat Allah dan mengingkari sebagian lainnya. Dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim ditegaskan: 'An Abii Hurairota 'an Rasuulillahi saw annahu qoola: "Walladzii nafsi Muhammadin biyadihi, laa yasma'u bii ahadun min haadzihil Ummati Yahuudiyyun walaa nashrooniyyun tsumma yamuutu walam yu'min billadzii ursiltu bihii illaa kaana min ash-haabin naari." (Muslim). Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda: "Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang dari Ummat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka." (Hadits Riwayat Muslim bab Wujubul Iimaan birisaalati nabiyyinaa saw ilaa jamii'in naasi wa naskhul milal bimillatihi, wajibnya beriman kepada risalah nabi kita saw bagi seluruh manusia dan penghapusan agama-agama dengan agama beliau). Yang perlu ditegaskan pula adalah: lafal min ash-haabin naari (termasuk penghuni neraka), di situ orang-orang yang tidak mau masuk Islam itu statusnya bukan sekadar mampir ke neraka, namun justru penghuni neraka. Dalam uraian lain di buku ini dijelaskan, orang-orang yang kekal di neraka itu adalah orang-orang kafir, karena yang masih ada imannya maka akan dientas dari neraka dan dimasukkan ke surga. (lihat buku ini pada bab Kebohongan dan kesesatan Islam Jama'ah, Lemkari, LDII). Hadits shahih dan jelas maknanya semacam ini pun masih disembunyikan oleh orang-orang semacam Dr Alwi Shihab dan konco-konconya. (lihat tanggapan terhadap Dr Alwi Shihab itu dalam Buku ”Di Bawah Bayang-bayang Soekarno Soeharto, Tragedi Politik Islam Indonesia dari Orde Lama hingga Orde Baru,” oleh Hartono Ahmad Jaiz, terbitan Darul Falah Jakarta, 1420H, hal 153). Kembali ke masalah penikaman terhadap Islam, biasanya alumni Barat yang menyebarkan Yahudinisasi itu kini rajin sekali menjajakan tasawwuf. Dari sanalah di antaranya Islam itu ditikam, setelah upaya Yahudinisasi itu ramai-ramai dihujat oleh majalah Media Dakwah sejak 1992 selama 19 bulan bertutrut-turut. Hingga ada judul cover majalah itu: Ujung Pemikiran Nurcholish, dengan gambar ujungnya adalah Zionisme. Sehabis itu mereka yang menjajakan Yahudinisasi itu menikam Islam lewat tasawwuf bersama orang Syi'ah dan lainnya. Maka tak mengherankan, sosok dedengkot Syi'ah di Indonesia seperti Jalaluddin Rachmat sangat getol (bersemangat) menjajakan tasawuf di mana-mana, bahkan bagai kemaruk. Contohnya, di Bulan Ramadhan 1421H, kadang Jalaluddin Rachmat itu menyebarkan tasawuf lewat dua televisi dalam waktu bersamaan, yang satu siaran langsung, dan yang lain rekaman. Padahal, apa-apa yang ditampilkan di televisi yang disebut acara tasawuf misalnya di Anteve itu merupakan acara yang sangat menyesatkan dan merusak Islam. Contohnya, seorang dosen perempuan dari Bandung yang biasa membawakan acara tasawuf di Anteve, ketika berbincang-bincang dengan nara sumber seorang doktor perempuan dosen di Bogor, lalu pembawa acara itu mengemukakan cerita sufi yang kaitannya dengan feminisme. Pembawa acara itu mengemukakan cerita sufi, katanya ada seorang syaikh yang masuk ke hutan, lalu binatang-binatang hutan semuanya tunduk, sampai-sampai ular pun bersedia jadi tongkatnya. Maka syaikh itu ditanya oleh muridnya, apa rahasianya? Ternyata rahasianya adalah: Syaikh ini senantiasa diam saja (sabar) ketika dia diomeli oleh isterinya. Nah, cerita-cerita yang sangat tidak mutu model inilah yang menjadi landasan tasawuf itu dari berbagai seginya. Yang hal itu di zaman Ali bin Abi Thalib saja tukang ceritanya sudah diusir dari masjid, dilarang masuk masjid. Memang timbulnya tukang nasihat dengan cerita-cerita itu sejak zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib, dan mereka pun dilarang masuk masjid untuk bercerita oleh Khalifah. Bahkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk memenjarakan tukang-tukang cerita dan para pendengarnya. Berikut ini penjelasannya: Munculnya bid'ah dongeng Munculnya bid'ah tukang-tukang cerita (pendongeng/ qosshosh) adalah pada masa Ali RA, lalu mereka itu ditolak oleh para sahabat dan tabi'in. Muhammad bin Waddhoh meriwayatkan dari Musa bin Mu'awiyah, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi dari Sufyan: "Dari Ubaidillah bin Nafi', ia berkata: Belum ada orang berkisah (mendongeng) pada masa Nabi SAW, tidak pula di masa Abu Bakar, tidak di masa Umar, dan tidak di masa Utsman. Dan pertama kali adanya dongeng itu ketika adanya fitnah (pembunuhan terhadap Utsman 35H). Pendongeng (qosshosh) adalah juru nasihat yang mengadakan majelis-majelis untuk nasihat meniru majelis ta'lim. Pendongeng itu menasihati orang-orang di majelis dengan cerita-cerita dan kisah-kisah Israiliyyat dan semacamnya, berupa cerita yang tidak mempunyai sumber asalnya, atau suatu tema/ judul, atau berupa cerita yang tidak bisa dijangkau akal umum. Sungguh Ali bin Abi Thalib RA telah melarang mereka --lihat Tahdzirul Khowas oleh As-Suyuti 213, dan Al-Bida' wan nahyu 'anha 16-- karena mereka mulai mendongengi orang-orang dengan yang aneh-aneh dan hal-hal yang samar (mutasyabihat) dan cerita yang tidak terjangkau oleh akal mereka dan yang tidak mereka kenal. Ibnu Umar telah memerintahkan polisi untuk mengeluarkan (mengusir) tukang-tukang cerita dari masjid-masjid. Dan Umar bin Abdul Aziz telah memenjarakan tukang-tukang cerita dan orang-orang yang duduk bersama mereka. Yang demikian itu bukan berarti terlarang menasihati. Dahulu Nabi SAW telah memberikan nasihat kepada para sahabat. Dan para sahabatnya pun demikian pula, serta generasi salafus shalih sesudahnya. Yang dilarang hanyalah menasihati dengan cerita-cerita yang tidak ada sumber asalnya (al-Quran atau al-Hadits atau riwayat yang shahih), dan bercerita dengan keanehan-keanehan dan perkara-perkara yang kacau, yang samar-samar, dan yang tidak terjangkau akal manusia pada umumnya, berupa masalah-masalah ghaib, tentang qadar, dan hal-hal yang membingungkan akal. Dan dilarang pula penasihat-penasihat yang bodoh yang membinasakan.Wallahu a'lam. ( Sumber: 1. Dr Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, Al-Ahwa' wal Firaq wal Bida' 'Ibra Tarikh al-Islami Masirotu Rokbi as-Syaithan, Darul wathan, Riyadh, Cetakan I, 1415H. 2. Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Al-Bid'atu; ta'rifuha, anwa'uha, ahkamuha, Darul 'Ashimah, Riyadh, cetakan I, 1412H. 3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Al-Wasithah bainal Haqqi wal Khalq, dimuraja'ah Muhammad Jamil Zainu, Percetakan Universitas Islam Madinah, cetakan pertama). Adapun contoh lain penyesatan tasawuf yang ditikamkan kepada Islam secara sistematis oleh intelektualnya di Indonesia di antaranya silakan baca tanggapan buku ini pada judul Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in. Isinya menanggapi tikaman Nurcholish Madjid yang menafsiri ayat Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in menurut tasawuf, yang sangat menyesatkan. Memang tasawwuf itu sendiri bibit utamanya di antaranya dari filsafat Yunani, Nasrani, dan Hindu; maka pas lah untuk sarana menikam Islam dari dalam, karena orang yang tertipu selama ini menganggap bahwa tasawwuf itu bagian dari ajaran Islam. Padahal justru penyimpangan, sebenarnya. Kalau toh mau mentolerir tasawuf itu hanyalah bisa terhadap bagian yang sedikit, pada awal-awal ketika masih sekadar tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) yang belum tercemar oleh filsafat dan macam-macam bid'ah. Kalau memang masih sekadar tazkiyatun nafs dan tidak ada unsur bid'ah dan lebih-lebih pula bid'ah aqidah yang dibawa oleh filsafat, maka masih bisa ditolerir. Tetapi, dari segi manhaj (pola, jalan, sistem) tasawuf itu sendiri yang sedemikian longgar dalam mengambil sumber (di antaranya mimpi-mimpi syaikh, alamat-alamat dikait-kaitkan dengan keghaiban dan bahkan cerita-cerita aneh seperti tersebut di atas) maka sejatinya tasawuf itu sudah jauh dari manhaj Islam yang shahih. Dan justru di situlah pintu masuk yang dianggap paling strategis oleh musuh-musuh Islam terutama Yahudi. Mereka tidak menyia-nyiakan pintu bahaya itu, hingga dibikinlah program canggih secara sistematis dan tingkatnya internasional dengan mengkader putra-putra bangsa Muslimin sedunia yang cerdas untuk menjadi antek-antek Yahudi yang merusak Islam dari dalam, lewat tasawuf, demi menghancurkan Islam, dengan kedok membangun Islam. (Lebih lengkapnya, baca buku penulis yang berjudul Mendudukkan Tasawwuf, Gus Dur Wali? Darul Falah, Jakarta, Ramadhan 1420H). Bahkan tasawwuf yang menikan Islam dan kini dijadikan sarana empuk untuk menikam Islam oleh Yahudi dan antek-anteknya itu kini digencarkan lewat televisi-televisi segala, di samping kurus-kursus yang mereka sebut paket-paket kajian tasawwuf. Untuk lebih "memantapkan" program itu, tampaknya pemerintahan Indonesia sekarang masih merasa belum cukup hanya mengirim 300-an dosen-dosen IAIN ke Barat untuk "studi sufisme" yang bertujuan Yahudinisasi itu. Maka "dengan lapor dan minta restu" (?) kepada Boss Katolik, Paus Yohannes II, Presiden Gus Dur berkunjung ke Vatikan untuk mengemukakan bahwa (saat itu akan) diadakan dialog tiga agama (Yahudi, Nasrani, dan Islam) di Jakarta, Senin 14 Februari 2000M. Sebuah sumber mengatakan, ketika pihak sumber ini berkeinginan untuk ikut dalam "dialog" maka dijawab oleh panitia, seorang cewek dari Yayasan Paramadina di Jakarta, bahwa acara di Departemen Agama RI itu tertutup. Dan orang-orangnya sudah tertentu. Siapa mereka? Dari Islam, menurut sumber itu, pembicaranya adalah orang-orang IAIN Jakarta, yaitu Dr Azzyumardi Azra (rektor IAIN Jakarta), Dr Bachtiar Effendi, dan Dr Kautsar Azhari Noer. 8. Mengikuti jejak Annie Besant Program t kecil dan T besar yang dilontarkan Dr Nurcholish Madjid tahun 1985 untuk mengaburkan makna kalimah thoyyibah, Laailaaha illallaah (Tiada Tuhan selain Allah) menjadi: Tiada tuhan selain Tuhan --t kecil dan T besar-- ternyata tidak berhenti sampai di situ. Walaupun sudah terpeleset-peleset sampai untuk menghindari lafal Allah itu dengan kilah bawa Allah itu sebutan bagi Dewa Air, hingga diledek oleh Drs H Ridwan Saidi: Kalau Allah itu Dewa Air, lantas kutu airnya mana?; namun program Yahudinisasi atau pendangkalan Islam, atau tasykik alias peragu-raguan terhadap kebenaran Islam tetap digencarkan. Drs H Ridwan Saidi pernah menyindir secara telak terhadap rekannya, Dr Nurcholish Madjid, bahwa pemikiran-pemikiran Nur cholish itu tidak jauh beda dengan pemikiran Annie Besant. Untuk lebih jelasnya, sindiran itu bisa dicari sumber lain, sebenarnya bagaimanakah pemikiran dan missi Annie Besant itu. Prof Dr Hamka dalam tafsirnya, Tafsir Al-Azhar, menjelaskan tentang shobi'un, di sana tertera nama Annie Besant. Tulis Hamka: "...Di dalam al-Quran kita bertemu nama-nama Shabi'un ini sampai tiga kali. Yaitu pada ayat 62 dari Surat al-Baqarah, ayat 69 dari Surat Al-Maidah, dan ayat 17 dari surat Al-Hajj. Diambil kepada pokok pangkal kata-nya, yaitu shabi', berarti bahwa shabi'un ialah orang-orang yang keluar dari Nasrani, atau sebagai Muslim dia keluar dari agama Islam, lalu membuat agama sendiri. Inilah pula artinya seketika Rasulullah mencela agama nenek moyangnya kaum Quraisy, maka kaum Quraisy menuduh beliau shabi' dari agama yang dipeluk oleh nenek moyangnya. Di negeri Irak sampai sekarang ini masih terdapat satu golongan agama yang dipanggilkan orang shabi'in. Mereka percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa tetapi oleh karena terlalu memperturutkan fikiran sendiri, mereka tidak lagi memeluk agama yang telah ada, lalu memeluk atau membuat agama sendiri. Kaum shabi'in di Irak itu dalam beberapa hal mempercayai ajaran Kristen, tetapi merekapun mempercayai kekuatan bintang-bintang (astrologi), bahwa perjalanan bintang-bintang ada pengaruhnya kepada manusia, sehingga kebanyakan mereka menjadi tukang tenung nasib orang. Menilik kepada pokok ambilan bahasa ini, maka penulis tafsir ini (Prof Dr Hamka, pen) berpendapat bahwasanya gerakan-gerakan agama yang dicoba orang menyusun di zaman modern ini, seumpama Theosofi yang digerakkan oleh Annie Besant dan Madame Balavatsky di India beberapa puluh tahun yang lalu boleh juga dimasukkan dalam shabi 'in ini. Sebab maksud gerakan Theosofi ialah hendak mempersatukan atau mencari titik-titik pertemuan segala agama yang ada, lalu Hikmat Ketuhanan. Mulanya mereka tidak bermaksud hendak membuat agama baru, melainkan hendak mempertemukan intisari segala agama, memperdalam rasa kerohanian, tetapi akhirnya mereka tinggalkanlah segala agama yang pernah mereka peluk dan tekun dalam Theosofi. Pada pendapat saya (Hamka, pen) meskipun dalam tafsir-tafsir lama tidak bertemu pendapat seperti ini, Theosofi adalah semacam Shabi'in juga. Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar, Sultan Mongol Islam yang Agung di Hindustan yang terkenal itupun mencoba pula mencari titik-titik pertemuan agama, lalu membangun agama baru, dinamai Din Ilahi (agama Tuhan). Maka disuruhnyalah menyalin Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Persia, dan dipasangnya Api Suci Iran dalam istana di Agra dan beliau suruh menghormati sapi dan meninggalkan memakan dagingnya, dan beliau bertekun ibadat di dalam bulan puasa. Dan inipun semacam shabi 'in. (Prof Dr Hamka, Tafsir Al-Azhar juz 6, hal 322-323). Model Theosofi, dengan istilah-istilah yang sering mereka lontarkan yakni mencari titik temu antar agama-agama, memang sering diucapkan oleh kader-kader dari Barat yang belajar "Islam" dari orang-orang Yahudi dan Nasrani. Tidak syak lagi, apa yang mereka sebut universalisme, pluralisme, atau agama Ibrahim, tidak lain adalah pencabutan dari agama Islam, agar keluar dari Islam. Di sinilah letak bahayanya. Anehnya, kini bahkan merupakan proyek dan program besar yang didukung oleh penguasa dhalim yang tidak ada pembelaannya terhadap Islam, dan didukung aneka pihak dengan dipayungi oleh Yahudi internasional yang telah menggodok para intelektual dari negeri-negeri Islam lewat "studi Islam di Barat" dengan menggunakan kendaraan tasawwuf untuk menikam Islam. Maka waspadalah wahai saudara-saudaraku ummat Islam, termasuk pula para intelektual Muslim yang kini terperangkap ke arah sana. Tidak usah anda berbangga sebagaimana bangganya "londo ireng" (Belanda Hitam --pribumi yang jadi antek penjajah dan lebih galak ketimbang penjajahnya sendiri) di zaman penjajahan Belanda. Akibatnya, mereka (antek-antek penjajah kafir itu) pun hancur, sedang nama busuk pun tertancap pada diri-diri mereka. Sadarilah bahwa tidak mungkin musuh Islam itu tulus ikhlas ingin memajukan Islam, atau mengembangkan Islam. Sebaliknya lah yang ada. Itu sudah hukum alam, menurut istilah saudara. Kalau istilah Islam, ya ayat itu tadi, tentang program-program syetan untuk menipu manusia dengan merubah ciptaan Allah, yaitu merubah diinullaah, agama Allah. Relakah anda disebut sebagai antek syetan? Matinya Tokoh Baha'i Membuka Tabir Misteri Tokoh Baha'i (aliran sempalan Syi'ah Imamiyah di luar Islam), KS 68 tahun, meninggal dunia di Bandung, Senin 2 Syawal 1417H/ 10 Februari 1997M. Meninggalnya tokoh aliran Baha'isme (Baha'iyah) yang di Indonesia telah dilarang sejak 1962 ini menjadikan pemandangan yang tampak unik. Para pelayat yang hadir di sana menjadi dua kubu, menurut penuturan salah seorang yang hadir melayat saat itu. Kubu Islam dan kubu Baha'i ada di dalam keluarga mayat itu. Mayat yang masuk Baha'i tahun 1957 di Hongkong ini diupacarai secara Baha'i. Kepala mayat itu ditolehkan ke kanan. Namun kemudian diputar paksa, diluruskan, oleh salah satu keluarganya yang bukan Baha'i. Kepala mayat itu diputar paksa diluruskan, hingga berbunyi "krek". Meskipun demikian, para pelayat yang sebagian dari pengikut Baha'i, orang-orang Iran, tampak menyembahyangi mayat ini. Sembahyang mayat itu dengan cara duduk di depan mayat sambil mengangkat-angkat tangan. Dan para pelayat yang Baha'i ini mengatakan, mayat ini mau dikubur di kuburan Islam, Kristen atau lainnya sama saja, boleh-boleh saja. Mayat ini, menurut sumber tertentu, adalah ketua Baha'i di Indonesia, bahkan tingkat Asia Tenggara. Dia dulunya seorang diplomat yang bertugas di antaranya di Hongkong, dan ia masuk Baha'i di sana tahun 1957. Sedang Baha'i itu masuk di Indonesia sejak tahun 1953. Menurut _Ensiklopedi Umum_, Basha'isme dilarang di Indonesia tahun 1962 karena ada segi-segi kegiatan mereka yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia serta menghambat penyelesaian Revolusi Indonesia. Sumber itu menyebutkan, mayat ini punya hubungan erat dengan seorang tokoh "serem" terkemuka (LBM) non Muslim yang dikenal sangat anti Islam, yang pada masa sebelum tahun 1990-an sangat berperan dalam menekan dan menyengsarakan umat Islam dengan berbagai kebijakannya. Dan pengaruhnya masih terasa sampai kini walau tak menduduki suatu jabatan lagi. Acara-acara tokoh Baha'i ini sering dihadiri tokoh non Muslim tersebut. _Baha'iyah bukan Islam_ Baha'iyah atau baha'isme ini menyatukan atau menggabungkan agama-agama: Yahudi, Nasrani, Islam dan lainnya menjadi satu. Hingga aliran ini jelas-jelas dinyatakan sebagai non Islam. Prof Dr M Abu Zahrah ulama Mesir dalam bukunya _Tarikh Al-Madzaahibil Islamiyyah fis Siyaasah wal 'Aqoid™ menjelaskan secara rinci penyimpangan dan kesesatan Baha'iyah, dan ia nyatakan sebagai aliran bukan Islam, berasal dari Syi'ah Itsna 'Asyariyah. Pendiri aliran ini Mirza Ali Muhammad al-Syairazi lahir di Iran 1252H/ 1820M. Ia mengumumkan, tidak percaya pada hari akhir, surga dan neraka setelah hisab/ perhitungan. Dia menyerukan bahwa dirinya adalah potret dari nabi-nabi terdahulu. Tuhan pun menyatu dalam dirinya (hulul). Risalah Muhammad bukan risalah terakhir. Huruf-huruf dan angka-angka mempunyai tuah terutama angka 19. Perempuan mendapat hak yang sama dalam menerima harta waris. Ini berarti dia mengingkari hukum Al-Quran, padahal mengingkari Al-Quran berarti kufur, tandas Abu Zahrah. Mirza Ali dibunuh pemerintah Iran tahun 1850, umur 30 tahun. Sebelum mati, Mirza memilih dua muridnya, Subuh Azal dan Baha'ullah. Keduanya diusir dari Iran. Subuh Azal ke Cyprus, sedang Baha'ullah ke Turki. Pengikut Baha'ullah lebih banyak, hingga disebut Baha'iyah atau Baha'isme, dan kadang masih disebut aliran Babiyah, nama yang dipilih pendirinya, Mirza Ali. Kemudian kedua tokoh itu bertikai, maka diusir dari Turki. Baha'ullah diusir ke Akka Palestina. Di sana ia memasukkan unsur syirik dan menentang Al-Quran dengan mengarang _Al-Kitab Al-Aqdas™ diakui sebagai dari wahyu, mengajak ke agama baru, bukan Islam. Baha'ullah menganggap agamanya universal, semua agama dan ras bersatu di dalamnya. _Ajaran Baha'ullah_ -Menghilangkan setiap ikatan agama Islam, menganggap syare'at ¨telah kadaluarsa. Maka aliran ini tak ada kaitan dengan Islam. -Persamaan antara manusia meskipun berlainan jenis, warna kulit dan agama. Ini inti ajarannya. -Merubah peraturan rumah tangga dengan menolak ketentuan-ketentuan Islam. Melarang poligami kecuali bila ada kekecualian. Poligami inipun tidak diperbolehkan lebih dari dua isteri. Melarang talak kecuali terpaksa yang tidak memungkinkan antara kedua pasangan untuk bergaul lagi. Seorang istri yang ditalak tidak perlu iddah (waktu penantian). Janda itu bisa langsung kawin lagi. -Tidak ada shalat jama'ah, yang ada hanya shalat jenazah bersama-sama. Shalat hanya dikerjakan sendiri-sendiri. -Ka'bah bukanlah kiblat yang diakui oleh mereka. Kiblat menurut mereka adalah tempat Baha'ullah tinggal. Karena selama Tuhan menyatu dalam dirinya maka di situlah kiblat berada. Ini sama dengan pandangan sufi (orang tasawuf) sesat bahwa _qolbul mukmin baitullah_, hati mukmin itu baitullah. _Berpusat di Chicago_ Masa Baha'ullah berakhir dengan meninggalnya pada 16 Mei 1892, dilanjutkan anaknya, Abbas Efendy yang bergelar Abdul Baha' atau Ghunun A'dham (cabang agung). Abbas menguasai budaya Barat, maka ia gabungkan ajaran ayahnya dengan pemikiran Barat. Hingga Abbas cenderung menggunakan kitab-kitab agama Yahudi dan Nasrani. Abu Zahrah menegaskan: "Jika guru pertama (Mirza Ali) pada aliran ini sudah melangkah dalam penghancuran ajaran Islam dengan mengatas namakan pembaharuan, lalu penerusnya (Baha'ullah) menyempurnakannya dengan mengingkari semua ajaran Islam serta menyingkirkannya, dan penerus berikutnya (Abbas Baha') melangkah lebih jauh dari itu. Dia bahkan mengambil kitab-kitab Yahudi dan Nasrani untuk mengganti Al-Quran." Baha'iyah berkembang di Eropa dan Amerika berpusat di Chicago. Aliran ini dinilai Abu Zahrah sebagi ajaran yang diada-adakan belaka. Mereka menggunakan topeng Taqiyah, yaitu cara mengelabui manusia dengan menyembunyikan alirannya, padahal yang terselubung di dalam hatinya adalah usaha untuk mendangkalkan aqidah Islam dan menghancurkan ajaran-ajarannya dan menjauhkan dari pemeluknya. Yang pasti, lanjut Abu Zahrah, aliran Baha'iyah mempunyai kegiatan pesat di wilayah kaum muslimin di kala mereka diberi kebebasan oleh musuh-musuh Islam, yaitu penjajah. Maka Baha'iyah semakin kuat setelah terjadi perang Dunia I dan Perang Dunia II. Baha'iyah sekarang sedang mengangkat kepalanya, namun tetap harus ditumpas atau dikembalikan ke daerah pusat kegiatannya, Chicago.” _ Persoalan di Indonesia Bahaullah, pemimpin Baha’i itu mati tahun 1892, kuburannya di Israel, tepatnya di Akka. Ia mengaku memiliki kitab suci yang diberi nama Al-Aqdas (yang lebih suci) Kepercayaan yang diajarkannya adalah sinkretisme. Kaum Baha’i percaya bahwa Al-bab (sama dengan Bahaullah) adalah pencipta segala sesuatu dengan kata-katanya. Dalam Baha’i dikenal konsep wahdatul wujud, menyatunya manusia dengan Tuhannya (itu sama dengan kepercayaan sufi sesat yang ditokohi oleh Ibnu Arabi, pen). Mereka juga mempercayai reinkarnasi, keabadian alam semesta. Buddha, Konghucu, Zoroaster, dan agama lain dianggap sebagai jalan kebenaran. Mereka mentakwilkan Al-Qur’an dengan makna batin. Mereka percaya bahwa wahyu akan turun terus membimbing manusia. Pemikiran Baha’i banyak mengacu pada pemikiran Zoroaster, Mani, dan Mazdakiyah yang pernah hidup lama di Persia. Lantas semakin matang melalui pertemuannya dengan Islam, Kristen, dan Yahudi. (lihat Majalah DR 20-26 Desember 1999, hal 55). Secara organisasi, Baha’i berpusat di Haifa, Israel. Baha’i tersebar di 235 negara melalui Baha’i International Community (BIC) yang sejak 1970 memperoleh status resmi sebagai badan penasihat Dewan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dalam bidang Sosial Ekonomi (Ecosoc) dan Unicef. (ibid, hal 55). Ajaran Baha’i ini masuk ke ke Indonesia sekitar tahun 1878 (sebelum matinya dedengkot Baha’i, Bahaullah di Israel 1892, pen) melalui Sulawesi yang dibawa dua orang pedagang: Jamal Effendi dan Mustafa Rumi. Melihat namanya tentu berasal dari Persia dan Turki. Ia berkunjung ke Batavia, Surabaya, dan Bali. Baha’i dilarang di Indonesia sejak 15 Agustus 1962. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No 264/ Tahun 1962 yang berisikan pelarangan tujuh organisasi, termasuk Baha’i. Kata-kata di bawah surat Keppres tersebut menjelaskan bahwa ajaran dan organisasi-organisasi tersebut –termasuk Liga Demokrasi dan Rotary Club—dilarang karena “tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, menghambat penyelesaian revolusi, atau bertentangan dengan cita-cita sosialisme Indonesia.” (DR, hal 55). Baha’i, dengan jaringan internasional yakni pusat organisasinya di Israel, sedang pusat kegiatannya di Chicago Amerika, maka imbasnya terhadap para antek Israel tampak nyata pula di Indonesia. Hingga di Indonesia, ada pula alumni Chicago bersama antek-anteknya yang berani mengumandangkan bahwa lelaki Muslim menikahi wanita-wanita non Muslim, baik itu Hindu, Budha, maupun Sinto adalah sah. Alasan doktor dari Chicago itu, karena larangan menikahi musyrikat (wanita musyrik, menyekutukan Allah SWT dengan lain-Nya) dalam Al-Quran itu hanya musyrikat Arab. Tokoh ini telah pudar pamornya karena dihujat oleh umat Islam dikaitkan dengan imbas ajaran Zionis Yahudi. Kini ditambah lagi bukti dengan imbasan ajaran Baha'i yang memang pusat kegiatannya di Chicago sedang pusat organisasinya di Israel, dan ternyata ketahuan, tokoh utamanya di Indonesia mati usai Iedul Fitri 1417H/ 1997M di Bandung. Hanya saja karena bangsa ini tampaknya tidak begitu mempedulikan masalah-masalah yang mempecundangi Islam, maka tokoh yang pemikirannya sangat ngaco dan mengacak-acak Islam itu tahu-tahu diangkat-angkat dengan julukan Guru Bangsa. Maka makin menjadi-jadilah upaya pengacak-acakan terhadap Islam, bukan hanya sendirian, tetapi memakai barisan yang aktif bicara di mana-mana. Hingga pendapat-pendapatnya yang sangat bertentangan dengan Islam dan merusak Islam pun tersebar di mana-mana. Bahkan seolah pendapat yang mengacak-acak Islam itu menjadi semacam “satu modal” (kredit poin) untuk mendapatkan jabatan tinggi di negeri Indonesia yang tampaknya para pejabatnya alergi terhadap syari’at Islam ini. Misalnya Dr Komaruddin Hidayat, tokoh Yayasan Paramadina, dosen Pasca sarjana IAIN Jakarta yang belakangan tahun 1998 diangkat oleh Menteri Agama Malik Fajar menjadi Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam, sebelumnya dulu di tahun 1996 melontarkan pendapat bahwa pernikahan artis / bintang film Ira Wibowo (perempuan beragama Islam) dengan penyanyi Katon Bagaskara (laki-laki beragama Nasrani Protestan berubah jadi Katolik) tidak apa-apa (sah-sah saja, red) asal tidak mengganggu keimanannya. Padahal, dalam Islam telah jelas keharamannya. Allah SWT menegaskan: ????? ????? ?????? ...................................................... ????? ????? ???. “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (perempuan-perempuan mukminah) tidak halal bagi orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka.” (QS Al-Mumtahanah/ 60:10). Apabila orang Paramadina atau yang sefaham dengan lembaga yang dirintis Dr Nurcholish Madjid itu masih belum mau mengakui keharaman pernikahan antara Muslimah dengan Nasrani, maka Hadits berikut ini cukup untuk memberi pelajaran kepada mereka: ??? ????? ????????? ??? ????? ????? ???? ????. (???? ???????). “Idzaa aslamatin nashrooniyyatu qobla zaujihaa bisaa’atin hurrimat ‘alaihi.” “Apabila seorang wanita Kristiani masuk Islam sebelum suaminya (masuk Islam) sesaat saja, maka wanita itu diharamkan atas suaminya itu tadi.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya bab 20 dari kitab At-Thalaq, dikutip Ibnu Taimiyyah dalam Ahkaamuz Zawaaj, terjemahannya: (Hukum-hukum Perkawinan), Pustaka Al-Kautsar Jakarta, 1997, hala 82). Gejala mensahkan pernikahan Muslimah dengan laki-laki Kristiani itu bukan sekadar omongan ketika diwawancarai majalah atau koran, namun difatwakan pula kepada pelakunya langsung yang bertanya ke Yayasan Paramadina Jakarta. Hal itu seperti yang diceritakan sendiri oleh Dr Zainun Kamal yang juga pengasuh di Paramadina dan juga dosen IAIN Jakarta. Dia ceritakan bahwa dirinya ditanya oleh seorang Muslimah yang nikah dengan lelaki Nasrani, maka dijawab bahwa nikahnya itu sah. Padahal sebelumnya, menurut cerita dia, orang-orang yang ditanya oleh perempuan itu senantiasa menjawab bahwa pernikahannya tidak sah menurut Islam. Dr Zainun menambahkan, setelah mendapatkan jawaban dari Dr Zainun bahwa pernikahan perempuan Muslimah dengan lelaki Nasrani itu sah, akhirnya suami sang Muslimah itu masuk Islam. Jadi Muslimah itu lega sekali dengan jawaban yang dikemukakan tersebut, ungkap Dr Zainun Kamal. Terhadap jawaban model itu ada yang perlu dicermati. Islam itu tidak tergantung lega atau tidaknya seseorang, tetapi dalilnya itu shahih atau tidak. Demikian pula, Islam itu hukumnya tidak tergantung kepada “:orang non Islam mau masuk Islam atau tidak”. Jawaban yang sesuai dengan dalil yang shahih, walaupun tidak mengakibatkan orang non Muslim masuk Islam, tetap jawaban itu benar. Sebaliknya, fatwa yang bertentangan dengan dalil yang shahih, walaupun mengakibatkan masuknya non Muslim kepada Islam, tetap fatwa itu berlawanan dengan Islam. Misalnya, ada lelaki Muslim menikahi wanita Nasrani yang keadaannya dalam masa ‘iddah/ tunggu --karena suaminya (Muslim, dulunya nikah secara Islam, karena lelaki Muslim boleh menikahi wanita Kristen yang muhshonat/ baik-baik) meninggal baru 40 hari (‘iddahnya 4 bulan 10 hari). Lalu setelah diadakan pernikahan antara lelaki Muslim (suami baru) dengan janda Kristiani yang dalam masa ‘iddah itu, kemudian mereka berdua bertanya kepada seorang doktor, misalnya. Pertanyaannya: Apakah perkawinannya yang dalam masa ‘iddah itu sah? Kemudian dijawab oleh sang doktor, misalnya, bahwa nikahnya di masa ‘iddah itu sah. Saking leganya hati si penanya, maka wanita Kristiani ini masuk Islam. Apakah masuknya Islam si wanita itu menunjukkan benarnya jawaban tentang pernikahan yang batil karena masih dalam masa ‘iddah itu? Tentu saja tidak benar. Demikianlah. Telah jelas dan gamblang. Betapa rancunya pemikiran orang model-model itu. Tampak sekali. (Lihat kematian Lady Diana Mengguncang Akidah Umat, Darul Falah, Jakarta, 1997, hal 40-41). Kembali kepada persoalan awal, pemahaman Baha’i yang sangat rancu dan merusak Islam, sampai menerapkan kitab Yahudi dan Nasrani untuk mengganti Al-Qur’an pun ditempuh, ternyata di sini ada pula orang-orang yang sefaham dengan itu, yang caranya adalah mengganti hukum dari ayat-ayat dan hadits-hadits dengan pendapatnya sendiri. Walhasil, Zionis plus Baha'i yang jelas-jelas di masa Soekarno dan Soeharto terlarang di Indonesia, ternyata ada oknum-oknumnya yang secara ideologis sangat mendukungnya. Itulah sebenarnya yang perlu diwaspadai, karena senantiasa akan menghancurkan Islam lewat lembaga dan pemikiran mereka. Yang menyedihkan lagi, tokoh-tokoh Organisasi Islam terkemuka pun sering menyuarakan kesesatan atau mendukung kesesatan secara nyata dan beramai-ramai. Misalnya, satu kenyataan munculnya desakan dari sidang Tanwir Muhammadiyah (sidang tertinggi setelah Muktamar) di Bandung Desember 1999 meminta pemerintah agar segera mengakui keberadaan Konghucu. Padahal sebelumnya, Konghucu dianggap bukan agama dan dianggap bukan dari agama Buddha. (lihat DR, 20 Desember 1999, hal 47). Di samping itu, ada dedengkot yang suka berpikiran nyeleneh (aneh-aneh) yang mengadakan upacara do’a bersama antar agama di rumahnya di Ciganjur Jakarta. (Tentang haramnya do’a bersama antar berbagai agama itu baca buku ini dalam bab Ruwatan dan do’a bersama antar agama). Pada acara do’a bersama antar agama itu muncul pula orang-orang Baha’i di rumah dedengkot nyeleneh itu, dan berdialog pula. Dan itu menurut Djohan Efendi (dulu ketua Badan Penelitan dan Pengembangan Agama Departemen Agama, kemudian masa pemerintahan Gus Dur diangkat sebagai sekretaris negara) sering dilakukan dialog antara orang Baha’i dengan Gus Dur di rumahnya di Ciganjur Jakarta waktu belum jadi presiden. Apa yang dikemukakan Djohan itu merupakan salah satu bukti “kecintaan” Gus Dur kepada kepercayaan yang mengacak-acak Islam ataupun yang bertentangan dengan Islam. Dan bentuk “kecintaannya” itu dipraktekkan dengan menggunakan aneka cara, lebih-lebih ketika ia memegang kekuasaan. Maka, begitu biang antek Zionis di Indonesia itu memegang kepemimpinan nasional sejak Agustus 1999, dia buru-buru meresmikan kepercayaan kemusyrikan yang menyembah tepekong (yang secara resmi diusulkan oleh Sidang Tanwir Muhammadiyah di Bandung tersebut), dan tidak lupa pula meresmikan Baha'i yang dekat dengan misi Zionis itu di Bandung. Di balik itu semua ada uniknya. Konon, begitu aliran sempalan Syi’ah yang mengacak-acak Islam, yaitu aliran Baha’i itu telah diresmikan oleh dedengkot antek Zionis, maka hari berikutnya muncul pernyataan resmi anak buahnya, yaitu dari NU (Nahdlatul Ulama) daerah Bandung yang menolaknya. Demikianlah, walaupun orang-orang Nahdliyin (warga NU) itu tidak berani memukul bekas ketua umumnya, namun mereka berani menolak apa yang diresmikannya. Dan itu menandakan bahwa mereka berani menentang diresmikannya salah satu tempat yang menjadi sumber penghancuran Islam. Tindakan semacam itu insya Allah akan tetap terjadi, bila pihak penguasa justru menghidup-hidupkan aliran yang merusak Islam. Anehnya lagi, ketika pemerintahan Indonesia dipegang oleh Soekarno yang diteruskan Soeharto, saat itu aliran Baha'i yang memang merancukan aqidah itu dilarang. Ini sesuai dengan aspirasi Ummat Islam, mayoritas penduduk negeri ini, walau tujuan pelarangan oleh Sokerno itu bukan karena membela Islam. Sebaliknya, ketika pemerintahan dipegang oleh Gus Dur/ Abdurrahman Wahid, seorang yang disebut Kiai Haji, bahkan ada yang menganggapnya wali, dan pernah dua periode menjadi ketua umum organisasi Islam terbesar yaitu NU (Nahdlatul Ulama), malahan dia resmikan Baha’i (faham sempalan Syi’ah yang sesat), yang mengacak-acak Islam dan pro Zionis Yahudi itu. Aneh. Boleh dipertanyakan, apakah memang tujuannya ingin merusak Islam? Wallahu a'lam. Ada kata-kata: ad-dhoohiru yadullu 'alal baathin, yang tampak itu menunjukkan yang di dalam batin. Begitulah! Walaupun seandainya Gus Dur tidak berniat menghancurkan Islam, namun dengan tingkahnya yang menghidup-hidupkan/ meresmikan aneka kepercayaan yang bertentangan dengan Islam itu sudah otomatis merugikan Islam, bahkan menyakiti Islam. Dengan kata lain, Islam menegaskan untuk berjihad menghadapi kepercayaan batil yang tak sesuai dengan Islam, sedang Gus Dur berada di barisan depan secara berseberangan dengan perintah Islam itu. Apa kerugian Islam? Kerugiannya, sebagian orang terutama para muqollid buta di belakang Gus Dur menganggap, tingkah Gus Dur itu sesuai dengan Islam, karena Gus Dur dianggap sebagai simbol ulama, menurut KH Noer Muhammad Iskandar SQ, bahkan membela ulama (yang simbolnya Gus Dur) itu merupakan bagian dari tiket surga, katanya. Jadi, tingkahnya yang sedemikian berseberangan dengan Islam itu jelas merugikan Islam, dan menyakiti, namun dianggap kalau mengikuti dan membelanya justru akan mendapatkan tiket surga. Sedangkan orang yang ingin berjuang menegakkan Islam justru dianggap perlu dilawan. Itulah salah satu keberhasilan dari liciknya sistem Zionis yang memelihara Baha’i dan aneka aliran yang mempecundangi Islam. Bahaya Kemunafikan, Tasykik, Tasawuf, Sekulerisme, & Pluralisme Menghancurkan Islam dari Dalam -Bukti kejahatan Munafiqin dalam kasus Masjid Dhirar. -Bukti kesesatan kelompok tasykik, sekuler, tasawuf, dan pluralisme -Bukti bahwa mereka yang tidak masuk Islam akan jadi penghuni neraka, bukan sekadar masuk neraka-Bukti aneka kesesatan bisa bertemu di tasawuf Kasus Masjid Dhirar Di Madinah, sebelum Rasulullah saw berhijrah ke sana, ada seorang lelaki bernama Abu Amir Ar-Rahib (pendeta), dari suku Khazraj. Dia pernah menganut agama Nasrani, dan mengajarkan ilmu-ilmu Ahlul Kitab, serta mempunyai kedudukan yang penting dalam kalangan mereka. Setelah Rasulullah saw berhijrah ke Madinah dan memperoleh pengikut yang banyak dari penduduk Madinah itu, sehingga kaum Muslimin telah menjadi kuat, dan Allah telah memenangkannya terhadap kaum musyrikin, maka Abu Amir keluar dari kota Madinah, melarikan diri ke Makkah. Ia membujuk kaum musyrikin untuk menciderai Rasulullah dalam perang Uhud. Bahkan ia berpidato kepada kaumnya yang terdiri dari orang-orang Anshar supaya mereka berpihak kepadanya. Akan tetapi kaumnya itu menolak dengan tandas. Dan setelah peperangan itu (Uhud) selesai, maka Abu Amir melarikan diri serta meminta perlindungan kepada Heraclius, raja Romawi. Dia meminta bantuan kepada raja tersebut untuk memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin. Raja tersebut mengabulkan permintaannya, serta menjanjikan kepadanya untuk memberikan bantuan. Abu Amir lalu berkirim surat kepada sekelompok kamunya yang terdiri dari orang-orang munafiq, mengabarkan kepada mereka bahwa ia akan datang membawa pasukan untuk memerangi dan mengalahkan Nabi Muhammad saw. Dan ia memerintahkan agar mereka (orang-orang munafiq) membuat sebuah benteng sebagai tempat perlindungan bagi orang-orangnya yang nanti akan datang kepada mereka dengan membawa surat-suratnya; dan tempat itu kelak akan digunakannya sebagai kubu pertahanan, apabila nantinya ia datang kepada mereka.[1] Hasutan dan anjuran Abu Amir ar-Rahib yang demikian itu dapat menarik hati dan mempengaruhi jiwa orang-orang Banu Ghunam, sehingga mereka lalu bersama-sama mendirikan masjid baru itu, dengan tujuan seperti yang dikehendaki oleh Abu Amir. Orang-orang yang mendirikan masjid baru itu menurut riwayat ada 12 orang, mereka itu ialah: 1. Kahizam bin Khalid dari Banu Ubaid bin Zaid, 2. Tsa’labah bin Hathib dari Banu Umayyah bin Zaid, 3. Mu’atthib bin Qusyair dari Banu Dhubai’ah bin Zaid, 4. Abu Habibab bin Al-Az’ar dari Banu Dhubai’ah bin Zaid, 5. Abbad bin Hunaif dari Banu Amer bin Auf, 6. Jariyah bin Amir dan dua orang anaknya: 7. Mujammi, 8. Zaid, 9. Nabthal bin Al-Harits dari Banu Dhubai’ah, 10. Bakhzaj dari Banu Dhubai’ah, 11. Bijab bin Utsman dari Banu Dhubai’ah, 12. Wadi’ah bin Tsabit dari Banu Umayyah bin Zaid.[2] Maka mulailah para pengikutnya itu membangun sebuah masjid yang berdekatan letaknya dengan masjid Quba’. Mereka membuat bangunan itu sedemikian rupa kokohnya dan selesai mereka kerjakan sebelum berangkatnya Rasulullah ke Peperangan Tabuk. Mereka datang kepada Rasulullah saw dan meminta agar beliau bershalat di masjid tersebut, sebagai tanda bahwa beliau merestui pembangunan masjid itu. Mereka menyebutkan kepada Rasulullah saw bahwa bangunan tersebut mereka dirikan hanyalah semata-mata untuk menampung orang-orang lemah di antara mereka dan orang-orang yang menderita sakit pada malam-malam musim dingin. Untunglah pada saat itu Rasulullah mendapat perlindungan dari Allah SWT sehingga beliau terhindar dari tipu daya orang-orang munafiq itu dan tidak bershalat di tempat itu. Rasulullah menjawab tawaran mereka untuk shalat dalam masjid tersebut dengan katanya[3]: ??? ??? ??? ??? ????? ???? ??? ?? ????? ?? ??? ???? ???????? ?????? ??? ??? . “Innii ‘alaa junahi safarin wa haali syughlin, walau qod qodimnaa in sya-a lloohu la atainaakum fa shollainaa lakum fiihi.” “Sesungguhnya saya sekarang ini sedang berhalangan dan akan pergi untuk menyelesaikan satu pekerjaan yang menghajatkan penuh perhatian. Jika kami nanti telah datang, insya Allah tentu mendatangi kamu, lalu kami mengerjakan shalat di dalamnya bersama-sama kamu.” [4] Demikianlah jawab Nabi saw atas permintaan mereka. Oleh sebab itu, maka ketika Nabi saw bersama tentara kaum Muslimin kembali dari Tabuk, perjalanan beliau sedang sampai di satu tempat yang bernama Zi Awan, sebuah tempat di luar kota Madinah, kira-kira sejauh perjalanan satu jam lagi, datanglah serombongan kaum munafiqin kepada beliau dengan mengemukakan permintaan, supaya beliau memerlukan datang ke masjid Quba’ --yang kedua--, yang baru didirikan oleh mereka itu, sebagaimana yang telah dijanjikan oleh beliau ketika hendak berangkat ke Tabuk. Permintaan mereka yang demikian itu oleh Nabi saw ketika itu akan dikabulkan, dan beliau bercita-cita di dalam hati akan mendatanginya juga, sebagaimana yang diinginkan dan diharapkan oleh mereka; tetapi mendadak seketika itu juga beliau menerima wahyu dari Hadirat Allah[5], yang bunyinya (artinya): 107. “Dan (dia antara orang-orang munafiq itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin) dan karena kekafirannya, dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan RasulNya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: “Kami tidak menghendaki selain kebaikan”. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah berdusta (dalam sumpahnya). 108. Janganlah kamu shalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya Masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba’), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. 109. Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhoan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dhalim. 110. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali hati mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah/ 9: 107-110). Setelah ayat-ayat yang tersebut itu diterima oleh Nabi saw maka sudah barang tentu beliau ketika itu tidak jadi berangkat ke Quba’ untuk memenuhi panggilan dan permintaan kaum munafiqin mendatangi masjid yang baru itu. Bahkan lantaran Allah telah menyatakan dengan sabdaNya bahwa masjid itu adalah Masjid Dhirar, yang berarti bahaya dan celaka, tegasnya membahayakan atau mencelakakan bagi kaum Muslimin, maka ketika itu Nabi saw memerintahkan kepada beberapa orang dari kaum Muslimin, di antaranya seorang yang beranama Wasyi. Dalam riwayat lain dikatakan, bahwa kaum Muslimin yang diperintahkan oleh Nabi supaya membakar dan menghancurkan masjid dhirar itu ialah Malik bin Dukhsyum dan Ma’an bin ‘Adi atau saudaranya, ‘Ashim bin ‘Adi. Beliau bersabda kepada mereka berdua: “Intholiqoo ilaa haadzal masjididh dhoolimi ahluhu fahdimaahu waharriqoohu.” “Berangkatlah kamu berdua ke masjid yang ahlinya dholim itu, lalu binasakanlah dan bakarlah oleh kamu berdua akan dia.” Para sahabat yang menerima perintah itu dengan segera lalu berangkat ke Quba’, dan sesampainya di sana, lalu masing-masing mengambil daun-daun atau pelepah-pelepah kurma yang sudah kering guna alat membakar masjid dhirar itu. Kemudian dengan diam-diam mereka lalu membakarnya dan merobohkannya sampai habis menjadi abu, pada waktu antara maghrib dan `isya’.[6] Ingin membunuh Nabi saw dan jadi kaki tangan asing Sementara itu Hamka mengemukakan, setelah menilik penafsiran Ibnu Katsir dan Al-Baghawi, bertambah pentinglah penglihatan kita tentang kedudukan keempat ayat ini di dalam surat Al-Bara’ah (At-Taubah), khusus membicarakan orang-orang munafiq. Bahwa selain daripada munafiq yang hendak membunuh beliau (Nabi saw) di tempat curang di perjalanan pulang, ada pula yang menjadi kaki tangan asing (subversi) di Madinah sendiri, dengan membuat camouflase (pura-pura) mendirikan masjid, padahal masjid palsu itu hendak dijadikan markas apabila tentara Rum datang.[7] Selanjutnya Hamka mengemukakan: Setelah kita ketahui tadi siapa Abu ‘Amir Ar-Rahib dan kita pertalikan dengan 12 orang munafik yang menjadi kaki tangannya di Madinah itu, mengertilah kita sekarang bagaimana duduk soal Masjid baru ini didirikan ialah dengan 4 maksud jahat. Pertama, hendak membuat dhiraar. Artinya bencana atau bahaya. Terutama ialah bahaya niat jahat dan pengkhianatan yang dipelopori oleh seorang kafir yang telah mengkhianati kaumnya. Abu ‘Amir bukan saja munafiq lagi, tetapi lebih dari itu, musuh besar kaki tangan Kerajaan lain. Yang munafiq ialah 12 orang penyambutnya di Madinah itu. Yang kedua, niscaya teranglah bahwa maksud mendirikan masjid ini bukan dari iman, tetapi dari kufur. Ketiga, dengan mendirikan masjid ini masyarakat yang tadinya satu menjadi pecah. Yang keempat, telah terang lagi puncak kejahatan tertinggi dari maksud itu, yaitu hendak dijadikan tempat pengintip (irshad) gerak-gerik Rasul dan orang-orang beriman, yang menjadi anjuran dari Abu ‘Amir tadi. Yaitu orang yang sejak sebelumnya memang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya, sejak perang Uhud sampai perang Hawazin dan berharap Madinah diserang Rum, supaya dengan paksa penduduk Madinah dapat dijadikan pemeluk Nasrani. Mungkin ada niat jika mereka menang, masjid itu langsung kelak dijadikan gereja dengan pengakuan kerajaan Rum, dan Abu ‘Amir diangkat menjadi Uskupnya.[8] Kemudian datanglah sambungan ayat: “Namun mereka akan bersumpah, tidak ada maksud kami, kecuali kebaikan.” Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir, seketika mengundang Nabi saw supaya sudi shalat di sana, mereka menyatakan bahwa maksud mendirikan masjid itu adalah baik, yaitu untuk orang-orang lemah, atau orang sakit atau orang yang tidak tahan dingin keluar malam di musim dingin. Pendeknya ada-ada saja alasan yang mereka kemukakan. “Dan Allah menyaksikan, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang berdusta.” (ujung ayat 107). “Jangan engkau shalat padanya selama-lamanya” (pangkal ayat 108). Inilah larangan tegas dari Allah kepada Rasul saw, supaya sekali-kali jangan shalat ke sana, walaupun sebelum berangkat ke Tabuk sudah dijanjikan akan shalat ke sana, sebab Rasul saw waktu itu belum diberi tahu oleh Allah, dan beliau pun tengah repot. Malahan setelah mendapat wahyu ini, demi mengetahui keempat maksud jahat yang terkandung di dalam mendirikan masjid itu, terus Rasulullah saw memerintahkan beberapa orang sahabat pergi ke tempat itu dan segera meruntuhkan masjid berbahaya (dhiraar) itu, sampai rata dengan bumi.[9] Mencuri keimanan dan pemurtadan Kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an itu merupakan contoh nyata betapa liciknya musuh Islam yang bersekongkol dengan kekuatan kekaisaran Rum Nasrani serta orang dalam negeri yang munafiq untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslimin. Berbagai dalih dan alasan dikemukakan, seolah pembangunan masjid dhiraar itu adalah satu bentuk upaya mensejahterakan Ummat, meringankan beban Ummat, membantu orang-orang lemah, orang-orang yang tak tahan dingin, dan sebagainya. Model masa kini, misalnya berkedok membantu orang-orang yang berekonomi lemah, membantu pengobatan secara gratis, mengadakan nasi murah, bantuan makanan-makan seperti mie, paket sembako dan sebagainya yang sifatnya berkedok kemanusiaan namun pada dasarnya adalah mencuri keimanan atau memurtadkan. Persekongkolan antara musuh Islam dari dalam negeri dengan kekuatan besar di luar negeri kemudian dijalin secara berkelindan dengan munafiqin-munafiqin dalam negeri adalah satu model yang pas dalam gambaran Al-Qur’an tersebut, yang kalau model sekarang adalah berbentuk proposal yang telah rapi, kemudian diujudkan dalam program suatu proyek yang diberi jangka waktu secara terinci. Data-data pun dikompliti, disertai foto-foto dan petanya, serta program-program yang telah dirinci jangka waktunya, beayanya, dan prediksi hasil pemurtadannya. Program canggih yang serba komputerise itu pun masih dicarikan dekengan dan dukungan sana sini, kalau bisa sampai ke titik puncak pimpinan, baik di dalam maupun di luar. Semangat tinggi untuk memurtadkan kaum Muslimin itu tidak bisa dipungkiri, baik secara kenyataan maupun secara khabar kepastian dari wahyu Allah, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa sebagian besar Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) itu ingin memurtadkan kaum Muslimin karena kedengkian dari diri mereka. Ayatnya sebagai berikut: “Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (Al-Baqarah: 109). Tafsir Departemen Agama menjelaskan: Ayat ini mengandung peringatan kepada orang-orang Islam agar supaya mereka waspada terhadap tipu muslihat Ahli Kitab. Tipu muslihat yang mereka lakukan itu adakalanya dengan jalan mengeruhkan ajaran Islam, dan adakalanya dengan menimbul-nimbulkan keragu-raguan di kalangan Ummat Islam sendiri. Mereka melakukan tipu muslihat itu disebabkan karena kedengkian semata, tidak timbul dari pandangan yang bersih. Kedengkian mereka bukanlah karena keragu-raguan mereka terhadap kandungan isi Al-Qur’aan, atau bukan karena didorong oleh kebenaran yang terdapat dalam Kitab Taurat, akan tetatapi disebabkan karena dorongan hawa nafsu, kemerosotan mental dan kedongkolan hati mereka. Itulah sebabnya maka mereka terjerumus dalam lembah kesesatan dan kebatilan.[10] Dalam ayat lain lebih ditegaskan lagi: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Al-Baqarah: 120). Dalam menafsirkan ayat itu, Kiai Misbahul Musthofa Bangilan Tuban dalam kitab tafsirnya, Tajul Muslimin, berbahasa Jawa dengan tulisan Arab Pegon, menjelaskan dengan memberikan tanbih (peringatan/ perhatian) sebagai berikut: “Ayat ini walaupun yang diucapi itu Nabi Muhammad saw, tetapi yang dimaksud yaitu ummatnya Nabi, yakni Ummat Islam, karena tidak mungkin kalau Nabi Muhammad itu ikut terhadap kesenangan nafsu orang Yahudi dan Nasrani. Jadi dengan ayat ini, Ummat Islam harus mengerti kalau orang Yahudi dan orang Nasrani itu tidak puas, tidak henti-hentinya dalam upaya supaya Ummat Islam menjadi Yahudi atau Nasrani. Macam-macam tipu daya dari dua golongan ini, guna mempengaruhi Ummat Islam. Kalau Ummat Islam sampai terjerat ikut, maka tidak akan ada yang menolongnya atau menjaganya dari siksa Allah. Dan dengan adanya ayat ini, Ummat Islam harus hidup pakai garis Islam, yaitu garis-garis yang ditentukan oleh Al-Qur’an. Sebaliknya, kalau Ummat Islam bersedia mengikuti petunjuk Allah Ta’ala maka dirinya akan mendapatkan pertolongan dari Allah Ta’ala.[11] Peringatan yang lebih tandas lagi dikemukakan oleh Prof Dr Hamka sebagai berikut: “Dan dengan ayat ini kita telah diberi peringatan, bahwasanya Lan tardha, sekali-kali tidak akan ridha Yahudi dan Nasrani sebelum kita mengikuti agama mereka. Menurut loghat, huruf Lan itu berarti Nafyin- waistiqbalin, yaitu mereka tidak akan ridha, tidak, untuk selama-lamanya. Ayat ini telah memberikan pesan dan pedoman kepada kita, buat terus menerus sampai hari kiamat, bahwasanya di dalam dunia ini akan tetap terus ada perlombaan merebut pengaruh dan menanamkan kekuasaan agama. Ayat ini telah memberi ingat kepada kita, bahwasanya tidaklah begitu penting bagi Yahudi dan Nasrani meyahudikan dan menasranikan orang yang belum beragama, tetapi yang lebih penting ialah meyahudikan dan menasranikan pengikut Nabi Muhammad saw sendiri. Sebab kalau Islam merata di seluruh dunia ini, pengaruh kedua agama itu akan hilang. Sebab apabila akidah Islamiyah telah merata dan diinsafi, kedua agama itu akan ditelannya. Sebab pemeluk Islam berarti kembali kepada hakikat ajaran yang sejati daripada Nabi Musa dan Nabi Isa. Niscaya pemeluk kedua golongan itu tidak senang, sebab agama yang mereka peluk itu telah mereka pandang sebagai golongan yang wajib dipertahankan. Dengan tidak usah mengaji lagi benar atau tidak benar.[12] Menurut Hamka, isyarat yang diberikan oleh ayat inilah yang telah kita temui dalam perjalanan sejak Islam bangkit dan tersebar di muka bumi ini sampai sekarang. Kalau sekiranya kita lihat kegiatan pengkristenan yang begitu hebat, sejak dari Perang Salib pertama pada 900 tahun yang lalu, sampai kepada ekspansi zending dan missi Protestan dan Katholik ke negeri-negeri Islam dengan membelanjakan uang berjuta-juta Dolar untuk mengkristenkan agama Islam, semuanya ini adalah isyarat yang telah diberikan oleh ayat ini, bahawasanya mereka belum ridha dan belum bersenang hati, sebelum umat Muhammad menurut agama mereka. Pekerjaan mereka itu berhasil pada negeri-negeri yang orang Islamnya hanya pada nama, tetapi tidak mengerti asli pelajarannya. Kadang-kadang mereka berkata, biarkanlah orang Islam itu memeluk agama Islam pada lahir, asal kebatinan mereka telah tertukar jadi Kristen. Orang Yahudi tidaklah mengadakan zending dan missi. Pemeluk agama Yahudi lebih senang jika agama itu hanya beredar di sekitar Bani Israel saja, sebab mereka memandang bahwa mereka mempunyai darah istimewa. Tetapi mereka memasukkan pengaruh ajaran mereka dari segi lain. Bukan saja di dunia Islam, bahkan pada dunia Kristen mereka pun mencoba memasukkan pengaruh, sehingga merekalah yang berkuasa. Kita masih ingat bahwa dalam kitab-kitab Perjanjian Lama yang menjadi pegangan mereka, tidak ada pengajaran tentang hari kiamat. Agama orang Yahudi itu terlebih banyak mementingkan kepada urusan dunia, kepada harta benda. Kehidupan riba (rente) adalah ajaran orang Yahudi. Negeri Amerika Serikat yang begitu besar dan berpengaruh, terpaksa menutup kantornya dua hari dalam seminggu. Bukan saja pada hari Ahad, sebagai hari besar Kristen, tetapi Hari sabtu pun tutup. Sebab yang memegang keuangan di Wallstreet (New York) adalah bankir-bankir Yahudi. (Kini di Indonesia ditiru juga, sejak tahun 1996-an, bahkan kantor-kantor pemerintah pun sebagian ikut tutup pada hari Sabtu, dan tetap buka pada Hari Jum’at, bahkan biasanya Satpam/ penjaga keamanannya sangat sulit untuk berjum’atan, sekalipun mereka Muslim dan bekerja di Departemen Agama, pen). Sebab itu maka segala sesuatu kelancaran ekonomi di tangan Yahudi. Sedangkan di Amerika lagi demikian, apatah lagi di negeri-negeri lain. Gerakan Vrijmetselar, gerakan Masoniah (Freemasonry, pen), dan beberapa gerakan internasional yang lain, tempuknya dalam tangan Yahudi. Dunia Islam tidak perlu masuk agama mereka, asal turutkan pengaruh mereka. Negeri-negeri Islam yang besar-besar terpaksa mendirikan bank-bank, menjalankan niaga dan ekonomi berdasarkan kepada riba, baik riba besar atau riba kecil; terpaksa memperlicin hukum riba supaya bernafas untuk hidup, tidak dapat mencari jalan lain, sebab seluruh dunia telah dikongkong oleh ajaran Yahudi. Sedikit orang Yahudi yang berpencar-pencar di seluruh dunia dapat mendirikan sebuah negara Yahudi, mereka beri nama Israel, di tengah-tengah negeri orang Arab, dengan dibantu oleh Kerajaan Inggeris dan Amerika, bahkan mendapat pengakuan pertama dari Rusia Komunis. Semuanya inilah yang diisyaratkan oleh ayat yang tengah kita tafsirkan, bahwasanya orang Yahudi dan Nasrani belum merasa puas hati, sebelum kita penganut ajaran Muhammad mengikuti ajaran mereka. Ini bukanlah ancaman yang menimbulkan takut, tetapi sebagai perangsang supaya kaum Muslimin terus berjihad menegakkan agamanya, dan melancarkan dakwahnya. Karena selama kaum Muslimin masih berpegang teguh kepada ajaran agama yang dipeluknya, mengamalkannya dengan penuh kesadaran, tidaklah mereka akan runtuh lantaran usaha kedua pemeluk agama itu. Sebab ayat telah menegaskan, bahwasanya petunjuk yang sejati tidak ada lain, melainkan petunjuk Allah.[13] Penyebaran tasykik dan Pluralisme lewat Tasawuf Sementara itu para munafiqun di dalam kalangan Ummat Islam, dengan intensipnya menjajakan paket-paket yang bertujuan menggoyahkan keimanan, mengaburkan, dan membuat tasykik alias keragu-raguan dalam dada Muslimin, terutama kaum terpelajar, lapisan “menengah ke atas” yang dipandang haus agama namun relatif awam ilmu agama. Biasanya oleh para penganjur kesesatan dan tasykik itu diadakan paket-paket kajian yakni paket kajian tasawuf. Paket kajian tasawuf itu biasanya dengan biaya mahal, dan sasarannya adalah kaum elit, atau kelompok menengah ke atas. Dengan biaya mahal itu maka bisa ditarik berbagai keuntungan bagi penjajanya. Pertama, terkesan elit, karena mahal. Kedua, lebih beruntung karena penjajanya bisa mengeruk duit dari para korban. Ketiga, ilmu yang mereka dapatkan dari Yahudi (terutama bagi yang sempat belajar ke Universitas-universitas di Barat, yang mereka sebut Studi Islam, padahal sebenarnya hanyalah sufisme atau tasawuf) ataupun dari musuh-musuh Islam bisa mereka sebarkan kepada tokoh-tokoh elit yang mereka itu kemungkinan sekali punya kedudukan terhormat di kalangan Islam. Keempat, akan mampu membuat jalur dan program penyesatan yang lebih luas dan canggih lagi. Kelima, aneka aliran melenceng dan sesat bisa bergabung dan bersatu padu dalam ajaran tasawuf yang mereka jajakan itu karena sifatnya yang memang sebenarnya ibahiyah/ permisive terhadap aneka kesesatan, sehubungan dengan sifat dasar tasawuf itu sendiri sangat longgar dalam menyeleksi kesahihan sumber. Sehingga kumpulan faham dan aliran sesat akan bisa bersatu padu dalam menghadapi Muslimin yang berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, akibatnya Muslimin yang istiqomah itu justru dijadikan sebagai musuh bersama oleh kumpulan aliran sesat ini di bawah boss mereka yaitu Yahudi dan Nasrani. Dalam kehidupan politik pun sangat nyata, betapa rukun dan sayuk (maju bersama)nya golongan ahli bid’ah, khurafat, takhayul plus tasawuf ini dengan Yahudi dan Nasrani, baik tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Bahkan mereka tidak canggung-canggung lagi untuk mengadakan apa yang mereka sebut do’a bersama antar agama, bukan hanya dengan boss mereka yaitu Yahudi dan Nasrani, namun sekaligus dengan Hindu, Budha, Konghuchu dan aneka aliran kemusyrikan musuh Allah SWT. Itu diprakarsai oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Kiai Haji Hasyim Muzadi. Acara itu disebut “Indonesia Berdo’a”, dilangsungkan secara Nasional di Senayan Jakarta, Agustus 2000M. Padahal, yang namanya do’a bersama antara Islam dan non Islam, itu yang dibolehkan hanyalah do’a saling melaknat agar laknat itu menimpa atas salah satu dari dua pihak itu yang berdusta. Do’a saling melaknat ini namanya mubahalah, yang hal itu ditantangkan oleh Nabi Muhammad saw terhadap pendeta Nasrani Najran, namun pendeta itu tidak berani. Bagaimana ceritanya, orang yang masih mengaku sebagai Ummat Nabi Muhammad, namun berbalikan seratus persen dengan Nabinya. Nabinya menantang pendeta untuk bermubahalah (saling melaknat, agar laknatnya menimpa atas yang berdusta), namun justru orang yang mengaku Ummat Nabi Muhammad berani memprakarsai upacara nasional saling merangkul dengan do’a terhadap yang Nabi akan laknat. Dari sini (yakni pengadaan paket-paket kajian tasawuf dan juga siaran-siaran tasawuf di semua televisi yang tampaknya makin tak menggubris aturan Islam, dan aneka sepak terjang yang dicontohkan oleh kelompok ahli bid’ah, khurofat, takhayyul ini) maka diacak-acaklah bibit fitrah keimanan kaum terpelajar bahkan eksekutif --yang kondisi ekonominya mapan dan ingin mencari kedamaian lewat agama itu-- dengan trik-trik yang cukup memukau, namun sebenarnya adalah racun penghapus keimanan. Yaitu di antaranya ditawarkan faham-faham yang membabat Islam, misalnya faham pluralisme yang menganggap semua agama itu sama saja, tujuannya sama, semua mengajarkan kebaikan, semuanya masuk surga, sama dan sejajar, paralel, dan kita tidak boleh memandang agama lain dengan kacamata agama kita sendiri. Dengan tawaran yang tampaknya toleran, adil, humanis, dan sesuai dengan kondisi itu, si Muslim yang awam yang telah terseret ke penawaran ini sebenarnya adalah masuk ke jerat yang mencopot keimanan si Muslim itu secara suka rela tanpa merasa kehilangan. Sehingga, sebenarnya fahamnya telah berbalik dari faham fitrah Islami menjadi faham yang membuang Islam dan mengakui semua agama itu sama. Dan itulah titik temu dari faham pluralisme yang dicanangkan oknum Nasrani, John Harwood Hich dalam bukunya God and the Universe of Faiths (1973), dan faham tokoh sufi/ tasawuf sesat Ibnu Arabi yang mencanangkan Wihdatul Adyan, penyatuan agama-agama, disamping faham kemusyrikan bikinan Ibnu Arabi yang terkenal dengan sebutan wihdatul wujud, menyatunya kawula (hamba) dengan Gusti (Tuhan). Dianggapnya itu adalah maqom (tingkatan) tertinggi, padahal justru itulah tingkatan yang paling jauh sesatnya, karena telah musyrik sekaligus murtad. Dalil-dalil menjawab ahli tasykik Untuk menjawab golongan tasykik (menyebarkan keragu-raguan) itu, perlu disimak ayat-ayat, hadits, sirah Nabi Muhammad saw yang riwayatnya otentik. Kalau semua agama itu sama, sedang mereka yang beragama Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in itu cukup hanya mengamalkan agamanya, dan tidak usah mengikuti Nabi Muhammad saw, maka berarti membatalkan berlakunya sebagian ayat Allah dalam Al-Qur’an. Di antaranya ayat: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk seluruh manusia.” (As-Saba’: 28). “Katakanlah (hai Muhammad): Hai manusia! Sesungguhnya aku utusan Allah kepada kamu semua.” (Al-A’raaf: 158). Apakah mungkin ayat itu dianggap tidak berlaku? Dan kalau tidak meyakini ayat dari Al-Qur’an, maka hukumnya adalah ingkar terhadap Islam itu sendiri. Kemudian masih perlu pula disimak hadits-hadits. Sabda Nabi saw: “Wa kaanan nabiyyu yub’atsu ilaa qoumihi khooshshotan wa bu’itstu ilan naasi ‘aamatan.” “Dahulu Nabi diutus khusus kepada kaumnya sedangkan aku (Muhammad) diutus untuk seluruh manusia.” (Diriwayatkan Al-Bukhari 1/ 86, dan Muslim II/ 63, 64). Mungkin golongan tasykik masih berkilah, bahwa ayat-ayat dan hadits tentang diutusnya Nabi Muhammad untuk seluruh manusia ini bukan berarti Yahudi dan Nasrani sekarang baru bisa masuk surga kalau mengikuti ajaran Nabi saw. Kilah mereka itu sudah ada jawaban tuntasnya: ?? ??? ????? ?? ???? ???? ? ? ??? ???: ????? ??? ???? ???? ? ?? ???? ?? ??? ?? ??? ????? ????? ??? ?????? ?? ???? ??? ???? ????? ????? ?? ??? ??? ?? ????? ?????. ‘An Abii Hurairota ‘an Rasuulillahi saw annahu qoola: “Walladzii nafsi Muhammadin biyadihi, laa yasma’u bii ahadun min haadzihil Ummati Yahuudiyyun walaa nashrooniyyun tsumma yamuutu walam yu’min billadzii ursiltu bihii illaa kaana min ash-haabin naari.” (Muslim). Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang dari Ummat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.” (Hadits Riwayat Muslim bab Wujubul Iimaan birisaalati nabiyyinaa saw ilaa jamii’in naasi wa naskhul milal bimillatihi, wajibnya beriman kepada risalah nabi kita saw bagi seluruh manusia dan penghapusan agama-agama dengan agama beliau). Konsekuensi dari ayat dan hadits itu, Nabi Muhammad saw sebagai pengemban risalah yang harus menyampaikan kepada umat manusia di dunia ini, maka terbukti Nabi saw mendakwahi raja-raja yang beragama Nasrani dan bahkan raja atau kaisar beragama Majusi. Seandainya cukup orang Yahudi dan Nasrani itu menjalankan agamanya saja dan tidak usah memasuki Islam, maka apa perlunya Nabi Muhammad saw mengirimkan surat kepada Kaisar Heraclius dan Raja Negus (Najasi) yang keduanya beragama Nasrani, sebagaimana Kaisar Kisra di Parsi (Iran) yang beragama Majusi (penyembah api), suatu kepercayaan syirik yang amat dimurkai Allah SWT. Sejarah otentik yang tercatat dalam kitab-kitab hadits menyebutkan bukti-bukti, Nabi berkirim surat mendakwahi Kaisar dan raja-raja Nasrani maupun Majusi untuk masuk Islam agar mereka selamat di akhirat kelak. Bisa dibuktikan dengan surat-surat Nabi saw yang masih tercatat di kitab-kitab hadits sampai kini. Di antaranya surat-surat kepada Raja Najasi di Habasyah (Abesinea, Ethiopia), Kaisar Heraclius penguasa Romawi, Kisra penguasa Parsi, Raja Muqouqis di Mesir, Raja al-Harits Al-Ghassani di Yaman, dan kepada Haudhah Al-Hanafi.[14] Surat Nabi Muhammad saw untuk Kaisar Heraclius "??? ???? ?????? ?????? ?? ???? ???? ???? ??? ???? ???? ????? ???? ??? ?? ???? ????? ??? ??? : ???? ????? ?????? ???????. ???? ????? ????? ???? ???? ???? ?????? ??? ????? ????? ??? ?????????? ??? ??? ?????? ?????? ??? ???? ???? ????? ??????? ?? ?? ???? ??? ???? ??? ???? ?? ????? ??? ???? ????? ???? ?????? ?? ??? ???? ? ??? ????? ?????? ?????? ???? ??????." “Bismillaahir rahmaanir rahiim. Min Muhammadin Rasuulillaahi ilaa Hiraqla ‘adhiimir Ruumi. Salaamun ‘alaa manit taba’al hudaa. Amma ba’du: Fa innii ad’uuka bidi’aayatil Islaami. Aslim taslam, wa aslim yu’tikalloohu ajroka marroitaini, fain tawallaita fa’alaika itsmul ariisiyyiina, wa yaa ahlal kitaabi ta’aalau ilaa kalimatin sawaai bainanaa wa bainakum, an laa na’buda illallooha walaa nusyrika bihii syai’an, walaa yattakhidza ba’dhunaa ba’dhon arbaaban min duunillaahi, fa in tawallau fa quulusyhaduu biannaa muslimuun.” Artinya: Bismillaahir Rahmaanir Rahiem Dari Muhammad utusan Allah Kepada Heraclius pembesar orang Romawi. Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk Allah. Setelah ucapan ini, maka sesungguhnya saya mengajak Anda dengan ajakan Islam. Masuklah Anda ke dalam agama Islam, maka Anda akan selamat, dan Allah akan memberikan pahala dua kali kepada Anda. Apabila Anda menolak, maka Anda akan menanggung dosa-dosa orang-orang (penganut) Arisiyyin/ Arianisme (ajaran Arius, uskup Iskandariyah 256-336M, pen). Wahai Ahli Kitab, marilah (berpegang) dalam satu kalimat (ketetapn) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah, dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatu pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Al-Bukhari IV/57 dan Muslim ii/ 90-91, alenia terakhir adalah bagian ayat 64 Surat Ali ‘Imran). Dalam surat itu Nabi Muhammad saw menegaskan, Apabila Anda menolak, maka Anda akan menanggung dosa-dosa orang-orang arisiyyin (penganut) Arianisme (ajaran Arius, uskup Iskandariyah 256-336M, pen). Perlu diketahui Arianisme adalah ajaran Arius (256-336M), seorang ahli ilmu agama bangsa Libia, Uskup di Iskandariah, mengajarkan bahwa sebelum penciptaan umum, Tuhan telah menciptakan dan melahirkan seorang putera, makhluk yang pertama, tetapi tidak abadi dan tidak sama dengan Sang Rama (Ensiklopedi Umum, hal. 79). Kepercayaan itu menurut Islam jelas syirik, orangnya disebut musyrik, suatu dosa yang paling besar karena menyekutukan Allah SWT. Bagaimana bisa dikatakan bahwa orang-orang ahli kitab sekarang pun akan masuk surga nantinya seperti yang didakwakan oleh sebagian ahli tasykik, padahal Nabi Muhammad saw menyurati Kaisar Heraclius sejelas itu? Kalau Heraclius yang Nasrnai itu tidak mau masuk Islam, maka akan menanggung dosa orang-orang Arianisme, yaitu kepercayaan yang menurut Islam adalah musyrik. Dan karena Nasrani itu termasuk ahli kitab, maka masih ditawari pula untuk menjalankan yang sama dengan Islam: Wahai Ahli Kitab, marilah (berpegang) dalam satu kalimat (ketetapn) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah, dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatu pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami aadalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” Ajakan itupun kalau diikuti, berarti mengikuti ajakan Nabi Muhammad saw yakni mempercayai Nabi terakhir yang mengajak Kaisar kepada kalimatun sawaa’ (kalimat yang sama) itu. Dan risikonya, kalau ajakan itu diikuti, berarti ambruklah sistem kepasturan dan kerahiban di dalam tatacara ahli kitab. Dengan ambruknya sistem kependetaan, kepasturan, dan kerahiban itu hapus pula segala sabda-sabda dalam kitab-kitab maupun aturan-aturan yang mereka bikin-bikin. Yang ada justru ajaran murni di antaranya adalah khabar tentang akan adanya utusan Allah yang bernama Ahmad yaitu Muhammad saw. Dari sini tidak bisa mengelak lagi kecuali mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw alias masuk Islam.[15] Maka ajakan kepada Kaisar heraclius yang Nasrani itu ada persamaan dengan ajakan kepada Kisra di Parsi di samping ada perbedaannya secara prinsip. Hal itu bisa dikaji dari: Surat Nabi Muhammad saw kepada Kisra "??? ???? ?????? ?????? ? ?? ???? ???? ????? ??? ???? ???? ????? ???? ??? ?? ???? ????? ???? ????? ??????? ???? ?? ????? ??? ???? ???? ?? ???? ??? ??? ????? ???? ??????? ????? ?????? ???? ? ???? ??? ???? ???? ??? ????? ???? ????? ?? ??? ??? ???? ????? ??? ????????? ???? ????? ??? ???? ????? ??? ??????." “Bismillaahir Rahmaanir Rahiem, Min Muhammadin Rasuulillaahi ilaa Kisroo ‘adhiimi Faarisi, Salaamun ‘alaa manittaba’al hudaa wa aamana billaahi wa rosuulihi, wa syahida an laailaaha ilaalloohu wahdahuu laa syariika lahu, wa anna muhammadar rasuululloohi, ad’uuka bidi’aayatillaahi, fa inii ana rosuululloohi ilannaasi kaaffatan liyundziro man kaana hayyan wa yuhiqqol qoulu ‘alal kaafiriina, aslim taslam, fain abaita fa’alaika itsmul majuusi.” Artinya: Bismillaahir rahmaanir Rahiem Dari Muhammad utusan Allah untuk Kisra pembesar Persia. Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk Allah, beriman kepadaNya, kepada RasulNya, dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, dan tidak ada sekutu bagiNya, serta bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Saya mengajak Anda dengan ajakan Allah, karena sesungguhnya saya adalah utusan Allah untuk seluruh manusia. ”Agar ia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (adzab) itu di atas orang-orang kafir.” Masuklah Anda ke dalam agama Islam, maka Anda akan selamat. Apabila Anda menolak ajakan ini, maka Anda akan menanggung dosa-dosa orang Majusi. (Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, Zaadul Ma’aad, iii/ 574). Penyejajaran ancaman menanggung dosa antara Heraclius yang Nasrani (ahli kitab) dan Kisra yang Majusi (musyrik) atas kepercayaan rakyat mereka bila kedua kaisar itu masing-masing tidak masuk Islam, menunjukkan tertutupnya alasan untuk mengelak dari dosa bila sudah mendengar dakwah Islam dan tak mau masuk Islam. Padahal sifat agama Islam itu sendiri tidak ada paksaan, maka ancaman itu bukan lantaran Nabi Muhammad memaksa keduanya agar menjadi muslim, namun semata-mata menegaskan bahwa duduk soal yang sebenarnya adalah seperti itu. Dari sini pula menjadi jelas kalimat yang ditandaskan Nabi Muhammad saw yang berdasarkan Al-Qur’an dan ditulis dalam surat tersebut: Saya mengajak Anda dengan ajakan Allah, karena sesungguhnya saya adalah utusan Allah untuk seluruh manusia. ”Agar ia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (adzab) itu di atas orang-orang kafir.” Risiko dari tidak mengikuti ajakan Nabi Muhammad saw dalam surat-surat itu adalah menanggung dosa orang-orang Arianisme (bagi Heraclius) dan dosa orang-orang Majusi (bagi Kisra) yang intinya adalah kepastian akan mendapatkan adzab di akhirat yakni masuk neraka. Sedangkan ancaman masuk neraka itu ditegaskan bagi orang-orang kafir. Maka status Heraclius dan Kisra apabila menolak ajakan Nabi Muhammad untuk masuk Islam, dan kenyataan sejarah demikian, otomatis tidak lain adalah sebagai orang kafir. Dari sini bisa disimpulkan, ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) maupun apalagi penganut “agama-agama” lainnya setelah datangnya seruan Nabi Muhammad saw kepada mereka namun mereka tidak mau masuk Islam, maka status mereka adalah kafir. Dengan demikian, jelaslah alasan-alasan para ahli tasykik yang membuat ragu seperti tersebut di atas telah terbantah oleh ayat-ayat, hadits-hadits, dan surat-surat Nabi Muhammad saw.[16] Meskipun demikian, penulis pernah menjumpai secara langsung salah seorang yang gigih menyebarkan tasykik lewat tulisan “ilmiyah”nya yang menjajakan sufisme dan pluralisme, dengan keyakinan bahwa orang Yahudi dan Nasrani alias Ahli Kitab yang sekarang pun akan masuk surga juga. Di antara alasannya, menurut tokoh ini –setelah terpatahkan oleh hadits-hadits tersebut di atas lantas dia mencari-cari alasan lain yaitu--, karena ada yang membedakan antara lafal kafaruu (kafir, berupa bentuk lafal fi’il/ perbuatan) itu beda dengan lafal al-kaafiruun (kafir, dalam bentuk isim fa’il, nama pelaku). Kalau hanya kafaruu, bentuk fi’il, lanjut tokoh ini, maka kita yang Muslim pun bisa terkena, misalnya kufur ni’mat, katanya. Dan itu di dalam Al-Qur’an tidak ada yang menyebut ahli kitab itu sebagai al-kafirun, ungkap tokoh ini. Alasan yang dia kemukakan dengan berlandasan pada orang yang membedakan antara lafal kafaruu dan al-kaafiruun itu --alhmadulillah secara langsung-- bisa dibalikkan kepada tokoh tersebut bahwa sebutan al-kaafiruun terhadap ahli kitab pun ada di Al-Qur’an, yaitu ayat 32 Surat At-Taubah. Untuk lebih jelasnya, bisa kita simak pada ayat-ayat berikut ini: “Orang-orang Yahudi berkata: “‘Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al-Masih itu putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah lah mereka; bagaimanakah mereka sampai berpaling. Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka. Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai.” (Surat At-Taubah/9: 30, 31, 32). Orang-orang kafir di ayat itu bunyinya adalah al-kaafiruun. Sedang al-kaafiruun di ayat ini maksudnya adalah orang-orang kafir dari golongan musyrikin dan ahli kitab. (lihat Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2, halaman 425, dan Shofwatut Tafaasir, jilid I, halaman 432). Jadi jelas, alasan-alasan atau dalih-dalih orang yang ingin menegakkan faham pluralismenya (bahwa semua agama itu paralel, sama, masuk surga semua) itu sama sekali tidak sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan kadang mereka mengklaim tidak ada ayat yang menegaskan tentang kekafiran orang ahli kitab, dengan dalih tidak ada lafal al-kaafiruun yang dinisbatkan kepada ahli kitab, adanya hanya lafal kafaruu. Ternyata klaim mereka itu nyata-nyata hanya duga-duga belaka, tanpa dilandasi ilmu. Anehnya, mereka bersikukuh untuk memasarkan fahamnya yang menyesatkan itu, dicetak jadi buku, dan diedarkan ke masyarakat, padahal dalil dan alasan yang mereka kemukakan sama sekali hanyalah duga-dugaan belaka. Hingga, sesuatu yang sangat prinsipil, bahkan dijadikan landasan untuk masuk surga atau nereka, cukup hanya mereka alasi dengan dugaan tanpa ilmu. Ini suatu kejahilan yang terlalu berani. Yang demikian pun sudah merupakan kesalahan fatal. Lebih fatal lagi apabila kesalahan itu justru disengaja untuk merusak Islam. Ini yang lebih berbahaya lagi. Contoh nyata yang berniat jahat termasuk akan menebarkan keraguan di kalangan Muslimin adalah orang-orang munafiqun yang membuat masjid dhirar itu. Maka pantas sekali Allah SWT melarang Nabi Muhammad saw shalat di Masjid Dhirar, dan larangan kerasnya itu diabadikan di dalam Al-Qur’an, serta ekskusi pembakaran masjid itu dikomandokan oleh Rasulullah saw kepada para sahabatnya, kemudian dilaksanakan pembakaran total dalam jangka waktu ba’da maghrib sampai isya’. Para Ulama membunuh penyebar kesesatan Bagaimana kalau urusan itu wujudnya bukan satu bangunan namun berupa pemahaman atau sistem berfikir atau cara menafsiri Islam? Para ulama telah memberi contoh nyata. Di antaranya pencetus kesesatan, tokoh sufi/ tasawwuf Husain bin Manshur Al-Hallaj diekskusi (hukum mati) di Baghdad tahun 309H/ 922M. karena ia berani menyatakan keyakinannya di depan penguasa bahwa Allah menyatu dengan dirinya, sehingga para ulama yang semasa dengannya menyatakan bahwa telah kafir dan harus dibunuh.[17] Juga Ibnu Arabi telah dikafirkan oleh 37 ulama karena pendapat-pendapatnya yang sangat menyesatkan. Ibnu Araby, nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Ali Muhyiddin Al-Hatimi at-Thai al-Andalusi, dikenal dengan Ibnu Arabi (bukan Ibnul Araby yang ahli tafsir). Ibnu Arabi dianggap sebagai tokoh tasawuf falsafi, lahir di Murcia Spanyol, 17 Ramadhan 560 H./ 28 Juli 1165 M.,dan mati di Damaskus, Rabi’ul Tsani 638 H./Oktober 1240 M. ­­ Inti ajarannya didasarkan atas teori wihdatul wujud (menunggaling kawula gusti/menyatunya makhluk dengan Tuhan) yang menghasilkan wihdatul adyan (kesatuan agama, tauhid maupun syirik) sebagai hasil dari gabungan teori-teori al-ittihad (manunggal, melebur jadi satu antara si orang sufi dan Tuhan) dengan mengadakan al-ittishal atau emanasi. Atau sebagai hasil dari gabungan pemikiran tentang teori Nur Muhammadi (yang pertama kali diciptakan adalah Nur Muhammad, kemudian dari Nur Muhammad itu diciptakan makhluk-makhluk lain) dari Al-Khaliq dengan pemikiran Al-’Aqlu al-Awwal (akal pertama), di situ Ibnu Arabi banyak dipengaruhi oleh filsafat Masehi atau Nashrani. Pandangan Ibnu Arabi berkisar pada: -Berusaha menghancurkan/ membatalkan agama dari dasarnya. -Semua orang berada pada As-Shiroth Al-Mustaqim (jalan yang lurus). -Wa’ied (janji) dari Allah tidak ada sama sekali. -Khatim Al-Awliya’(penutup para nabi), karena wilayah (kewalian) lebih tinggi daripada Nubuwwah (kenabian).[18] Dengan pendapatnya-pendapatnya yang menyesatkan itu maka Ibnu Arabi dikafirkan atau dimurtadkan oleh 37 ulama, di antaranya Ibnu Taimiyah (w 728H), Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah (w 751H), Qadhi ‘Iyadh (w 744), Al-’Iraqi (w 826), Ibnu Hajar Al-’Asqalani (w 852H), Al-Jurjani (w 814), Izzudddin Ibn Abdissalam (w 660), An-Nawawi (w 676H), Az-Zahabi (w 748H), Al-Bulqini (w 805H).[19] Di Indonesia, faham sesat Wihdatul Wujud itu di antaranya dianut dan dikembangkan oleh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani. Maka Nuruddin Ar-Raniri (w 21 September 1658) meminta Sultan Aceh Iskandar Sani untuk melarang dan memaksa pengikut ajaran Ibnu Arabi tersebut untuk bertaubat dengan ancaman akan dibunuh dan buku-bukunya dibakar. (lihat Ensiklopedi Islam, hal 48-49). Perlu diketahui, faham Suhrawardi al-Maqtul, yang dihukum mati di Aleppo 578H karena ajarannya yaitu bahwa sumber dari segala yang ada ialah cahaya mutlak yang disebut Nural-Anwar yang dianalogikan dengan rahmat Tuhan yang menjadi sumber kejadian alam ruh dan alam materi. Faham campur-campur falsafi ini mirip dengan faham Nur Muhammad-nya Ibnu Arabi, dan itu mirip faham Logos dari Nasrani. Yaitu tuhan pertama menciptakan tuhan kedua, lalu dari tuhan kedua itulah tercipta seluruh alam. Faham Nurul Anwar -nya Suhrawardi, Nur Muhammad-nya Ibnu Arabi, maupun Logos-nya Nasrani itu jelas berlawanan dengan Tauhid Islam. Namun di Indonesia dan bahkan kemungkinan di dunia Islam secara luas, berkembang shalawat-shalawat bikinan/ bid’ah (tidak ma’tsur) yang isinya paralel dengan faham yang menyeleweng dari Islam itu. Misalnya, shalawat yang mungkin sekali jadi wiridan sebagian orang Nahdliyin (NU), sebagian penganut habaib, sebagian orang sufi/ tasawuf yaitu: ????? ?? ??? ??? ??????? ??? ???????....... Allahumma sholli ‘alaa nuuril anwaar, wa sirril asroor....dst. Nuril Anwar di situ kemungkinan besar adalah dari faham Suhrawardi, sehingga sama dengan faham Nur Muhammad-nya Ibnu ‘Arabi juga, sesat-sesat juga. Hanya saja kalau faham Nur Muhammad dari kitab Daqoiqul Akhbar itu biasanya mereka siarkan lewat hadits palsu (maudhu’) yang bunyinya; ????? ??? ???? ???????. Laulaaka lamaa kholaqtul aflaak. Seandainya bukan karena kamu (wahai Muhammad) maka pasti Aku tidak menciptakan planet-planet ini.[20] Hadits palsu itu sangat laris dipasarkan oleh muballigh-muballigh --baik karena awamnya maupun karena fanatik butanya-- di acara-acara natalan model mereka (Maulid Nabi) yang mereka anggap sebagai bid’ah hasanah. Aneka kesesatan bisa bertemu di tasawuf Faham yang menyesatkan itu ternyata bisa ketemu dari berbagai seginya. Dari yang dihembuskan oleh munafiqin, musyakkikin (penyebar keragu-raguan) mutashowwifin (para orang yang bertasawuf) lebih-lebih yang falsafi, ilmaniyyin (para orang yang sekuler), muwahhidil Adyaan (para orang yang berfaham pluralisme, menyamakan semua agama) mereka bisa ketemu di tasawuf. Karena di tasawuf lah yang metodenya longgar, tidak mementingkan shahih atau tidaknya suatu nash (teks) ataupun sumber yang dianggap sebagai dalil. Dan di sisi lain, keuntungan pihak-pihak perusak agama itu dalam bergabung dengan tasawuf adalah karena telah terbinanya suatu citra tipuan yang dihembuskan kepada masyarakat, bahwa untuk meningkatkan kesalehan seseorang itu perlu melalui tasawuf. Maka, secara langsung atau tidak, Ummat Islam ini digiring ke arah kesesatan secara nyata lewat tasawuf, yang pada dasarnya adalah ke arah hutan kesesatan, namun penggiringan itu mengambil kedok sebagai peningkatan kepada kesalehan. Ini benar-benar bahaya massal, namun tidak banyak disadari oleh Ummat Islam, baik yang mengaku ulama maupun intelektual Islam. Taruhlah misalnya mereka masih ngotot dan berdalih bahwa tasawuf yang mereka jajakan itu benar-benar hanya untuk menyucikan jiwa, coba dibuktikan, bisa dipastikan bahwa manhaj (metode) istidlal (pengambilan dalil) yang mereka gunakan tetap tidak ketat dalam menyeleksi shohih tidaknya nash ataupun sumber. Padahal pembahasan mereka menyangkut hal-hal ghaib dan aqidah, yang hal itu menurut Islam sumbernya hanyalah wahyu, yaitu Al-Qur’an dan hadits yang shohih. Namun para penjaja tasawuf itu tidak jarang hanya mengemukakan sumber berupa kisah syekh anu, wali anu, mimpinya syekh Fulan dsb. Model-model seperti itu masih pula bahkan kadang justru disertai upaya memperbodoh Ummat dan menipunya dengan cara seperti itu, yakni melestarikan penggiringan ke arah kesesatan massal. Sebagaimana para pendeta dan rahib-rahib Yahudi telah mencontohinya, dan dikisahkan secara otentik dalam Al-Qur’an. Hingga yang terjadi di masyarakat adalah suatu kejadian umum yang sebenarnya adalah ironis: Yahudinya mereka kecam, namun lakon buruk dan jahatnya mereka tiru dan terapkan untuk menjerumuskan Ummat, sambil meninggikan derajat pelaku-pelaku peniru rahib itu agar seperti derajat para rahib di hadapan kaum Yahudi, yang ciri khasnya adalah tidak mencegah dosa dan kemunkaran, namun bahkan memakan riba dan dari jalan mengicuh, menipu dan membodohi Ummat, serta mengubah hukum-hukum Allah SWT. Contoh kecil, tidak jarang kita temui, muballigh mengecam-ngecam tingkah Yahudi yang membantai Muslimin Palestina dengan sadisnya, ataupun ganasnya kaum Nasrani di berabagi tempat dalam membantai Ummat Islam dan mengadakan pemurtadan di mana-mana. Namun, mengecamnya itu di dalam acara bid’ah berupa maulid nabi. Pidato itu diungkapkan dengan menggebu-gebu, tampaknya benar-benar mengecam Yahudi Bani Israel dan kaum Salibis yang mengadakan pemurtadan Ummat Islam. Namun, di dalam mengecam Yahudi itu sendiri muballigh ini adalah mengamalkan ajaran model Yahudi dan Nasrani secara umum dalam mengada-adakan bid’ah dalam agama. Kalau Nasrani contohnya yaitu natalan, kalau ahli bid’ah yaitu meniru-niru memperingati kelahiran nabinya. Itu kan ironis. Kata pepatah Arab, bukan termasuk kebaikan, meletakkan sesuatu yang baik namun tidak pada tempatnya. Lantas, barangkali mereka masih berdalih bahwa koreksi semacam ini hanya mengada-ada, menambah ruwetnya suasana, dan menambah perpecahan belaka. Bahkan tak lebih hanya mempersoalkan yang kecil, untuk menjegal sesuatu yang besar. Secara sekilas, kilah semacam itu (yaitu membela maulid nabi, dan bid’ah-bid’ah lainnya, dan tidak terima kalau dikritik) itu seakan benar. Tetapi perlu diingat, bahwa untuk memperbaiki Ummat Islam ini sebenarnya hanya bisa dengan jalan yang pernah ditempuh Ummat Islam terdahulu, yaitu dengan menepati perintah dan larangan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tidak bisa dengan jalan lainnya. Lantas, mengada-adakan suatu perkara dalam agama (istilahnya bid’ah), yang hal itu merupakan larangan, maka mana mungkin cara itu bisa dijadikan jalan atau salah satu jalan untuk memperbaiki Ummat, apalagi melawan musuh Islam? Mana mungkin Ummat ini akan menjadi Ummat yang baik, kalau dalam melawan musuh Islam justru melakukan hal-hal buruk yang dilakukan musuh Islam? Dan mana mungkin Allah SWT memberikan pertolonganNya kepada orang-orang yang meniru-niru keburukan kaum yang maghdhubi ‘alaihim dan dhoolliin (dimurkai dan sesat)? Dan mana mungkin Allah akan menolong orang-orang yang menghadapi musuh Allah namun bukan untuk meninggikan kalimah Allah yang murni, tetapi kalimah Allah yang sudah dicampuri dengan tiruan-tiruan bikinan musuh Allah? Jadi di sini jelas, masalahnya koreksian terhadap bid’ah ini bukan lantaran membesar-besarkan yang kecil atau bahkan memecah belah Ummat, namun justru ingin memberikan sumbangan kepada Ummat bahwa seharusnya kita menyadari betapa selama ini telah tidak menyadari pelanggaran-pelanggaran yang dianggap biasa, padahal sebenarnya memperbodoh dan menyesatkan Ummat. Lantas bagaimana kalau hal ini dibiarkan terus menerus dan bahkan dikembang suburkan oleh kita sendiri, hingga tahu-tahu kita dilibas oleh pihak-pihak yang punya kepentingan merusak Islam yang bergabung dalam kancah itu yang mereka ketahui efektif untuk merusak Islam namun Ummat Islam sendiri tak menyadari, bahkan mempertahankannya mati-matian? Bukankah itu berarti kita justru berada pada barisan musuh Islam, atau paling kurang pada barisan yang telah dicemari oleh musuh Islam, namun merasa bahwa diri kita berada pada penyeru Islam yang benar? Tragis. Dan memang kalau Ummat ini tetap dipacu untuk mempertahankan bid’ah tentu saja nasibnya tragis. Menyedihkan. Bukan hanya tidak jaya di akherat, namun di dunia ini pun hanya menjadi bulan-bulanan musuh-musuh Allah, baik itu syetan berupa manusia maupun syetan berupa jin. Sekalipun mereka mengaku melakukan perlawanan terhadap hawa nafsu dan mereka klaim sebagai jihad tertinggi, namun kalau kenyataannya justru mempertahankan bid’ah, itu bukannya melawan namun justru menjadi budak hawa nafsu. Dan salah satu buktinya, apabila mendengar kritikan seperti ini, boleh dibuktikan, biasanya mereka marah sejadi-jadinya, sesuai dengan kemauan hawa nafsunya. Jalan keluarnya Bagaimana menghadapi itu semua? Tentu saja kita harus kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah shahihah sesuai dengan pemahaman yang disampaikan oleh Nabi saw, difahami dan diamalkan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Itulah jalan dan manhaj yang perlu ditempuh oleh Ummat Islam, setelah aneka jenis penyelewengan telah dibidikkan dan bahkan dijejalkan kepada Ummat ini dengan aneka cara. Ibarat cara-cara munafiqin dalam membangun masjid dhirar adalah dengan dalih untuk menolong kaum tua, kaum lemah yang tidak tahan dinginnya malam, agar dekat tempatnya dsb. Dalih-dalih itu wajib dipatahkan, sedang bangunan mereka pun wajib dihancur leburkan. Demikian pula bangunan berupa pemahaman dan pemikiran yang merusak Islam, wajib dihancur leburkan, dibalikkan kepada pencetus dan penganjur-penganjurnya, agar menimbuni mereka bagaikan longsoran bangunan yang akan menimpa mereka di jahannam, sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an. -------------------------------------------------------------------------------- [1] Al-Qur’an dan Tafsirnya, Depag RI, 1985/1986, juz 11, 253-254 [2] Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw Buku 3, Bulan Bintang, Jakarta, cetakan 5, 1413H/ 1993, hal 514. [3]. opcit, hal 254 [4] Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw Buku 3, Bulan Bintang, Jakarta, cetakan 5, 1413H/ 1993, hal 515. [5] ibid, 515 [6] Moenarawr Chalil, hal 517. [7] Prof Dr Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XI, Pustaka Panjimas, Jakarta, cetakan III, 1984, halaman 51. [8] Ibid, hal 52 [9] Ibid, hal 52-53 [10] Al-Qur’an dan Tafsirnya, juz 1, Depag RI, 1985/1986, halaman 206. [11] Misbahul Musthofa, Tafsir Tajul Muslimin min Kalaami Robbil ‘Aalamien, 1, Majelis Ta’lif wal Khotthoth, Bangilan Tuban Jawa Timur, cetakan kedua, 1410H/ 1990M, halaman 352. [12] Prof Dr Hamka, Tafsir Al-Azhar, 1, Pustaka Panjimas, Jakarta, cetakan VII, 1985, halaman 287). [13] Ibid, halaman 287-288. [14] Ustadz Hartono A Jaiz dkk, Kematian lady Diana Mengguncang Akidah Umat, Darul Falah, Jakarta, cetakan I, 1418H, halaman 44-46. [15] Ibid, Kematian..., hal 48. [16] Ibid, Kematian..., hal 50-51. [17] Hartono Ahmad Jaiz, Gus Dur Wali? Mendudukkan Tasawuf, Darul Falah, Jakarta, cetakan kedua, 1420H/ 2000, halaman 28. [18] Hartono Ahmad Jaiz, Gus Dur Wali? Mendudukkan Tasawuf, halaman 68-69 [19] ibid, hal 72-73. [20] Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilatul Ahaaditsid Dha’iifah wal Maudhuu’ah wa Atsaruhas Sayyi’ filUmmah, nomor 282. Anand Kreshna Menohok Islam & Menyesatkan Ummat CONTOH NYATA BAHAYA PEMAHAMAN YANG INTINYA PLURALISME DAN TASAWUF Anand Kreshna keturunan India kelahiran Solo Jawa Tengah, sangat produktif menulis buku (sekitar 30-an buku) dan diterbitkan oleh Gramedia --kelompok Kompas yang dikenal dengan kelompok Katolik terkemuka. Dengan buku-bukunya itu Anand yang tak jelas agamanya (tampaknya Hindu) ini menyebarkan faham yang sangat menohok Islam, menyesatkan Ummat Islam, dan bahkan menyeret ke pemahaman model pluralisme (semua agama sama dan paralel), diaduk dengan ajaran tasawuf sesat wihdatul wujud (manunggaling kawula Gusti, menyatunya makhluk dengan Tuhan). Hanya saja anehnya, dalam buku-bukunya itu dia satu sisi mengingkari Tuhan itu sendiri dengan berbagai aturan-Nya atau Syari’at-Nya. Anehnya, pemikiran yang sangat berbahaya bagi Ummat Islam itu justru didukung oleh orang-orang dari Yayasan yang disebut Yayasan Wakaf Paramadina di Jakarta yang dirintis oleh Nurcholish Madjid alumni Chicago Amerika Serikat 1985 dan Utomo Dananjaya, serta sebagian orang IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sehingga ketika salah satu buku Anand Kreshna dibedah di lingkungan IAIN Jakarta oleh DR Komaruddin Hidayat serta Dr Kautsar Azhari Noer, keduanya dosen di kampus itu --menurut sumber terpercaya yang hadir di acara itu— dua dosen ini menyatakan bahwa di dalam Islam, faham reinkarnasi (nyawa orang meninggal balik lagi ke bumi dan berpindah ke jasad yang baru lagi) adalah dibenarkan. Bahkan disebut sebagai bukti keadilan Tuhan. Lalu Lia Aminuddin tokoh (wanita) sesat yang memproklamirkan agama baru bernama Salamullah dan mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi pun dalam majelis bedah buku itu mengemukakan bahwa faham reinkarnasi itu adalah benar. Maka ditantanglah oleh seorang yang hadir, agar acara itu segera dibubarkan. Karena, kalau tidak, maka jelas akan menyesatkan Ummat Islam. Terjadilah semacam keributan, kemudian terpaksa acara bedah buku itu dibubarkan. Peristiwa tahun 2000 ini hampir tak terdengar di masyarakat, namun buku Anand Kreshna telah beredar di mana-mana, sehingga koran harian Republika yang edisi mingguannya pernah menampilkan hasil wawancara dengan Anand Kreshna sehalaman penuh, lantas didatangi ramai-ramai oleh 16 tokoh dari DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam), dan KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam) untuk mempersoalkan masalah Anand Kreshna yang fahamnya menyesatkan Ummat Islam itu. Ternyata peristiwa pada Agustus 2000M itu mendapatkan tanggapan positif dari pihak Republika, sehingga koran yang kadang menampilkan hal yang sesat dan tak sesuai dengan Islam ini menampilkan tulisan tentang sesatnya Anand Kreshna dalam edisi Dialog Jum’at. Akibatnya, konon pihak Gramedia menarik buku-buku Anand Kreshna dari peredaran (sementara?), namun yang jelas telah berpuluh-puluh ribu buku Anand Kreshna berisi penyesatan terhadap Ummat Islam itu beredar dan dibaca oleh masyarakat luas selama ini. Sementara itu pihak pemerintahan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) yang oleh kelompok-kelompok sesat diucapi dengan kata-kata: “Mumpung Gus Dur jadi Presiden” (yang menandakan masa emas bagi kelompok-kelompok sesat), tampaknya sangat jauh dari menyetop masalah-masalah yang berbahaya bagi aqidah Ummat Islam, karena bekas ketua umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) itu dikenal aqidah dia sendiri adalah amburadul, yaitu belepotan dengan kepercayaan klenik (tathoyyur, satu jenis kemusyrikan) dan wisik (wangsit) kuburan keramat. Hingga acara kemusyrikan yang jelas-jelas nyata yaitu ruwatan pun dia hadiri dengan sukarela, bahkan sebelumnya dia dikhabarkan akan diruwat. (Baca tentang ruwatan dan do’a bersama antar agama, dalam buku ini). Berikut ini beberapa contoh kesesatan faham yang dipasarkan Anand Kreshna lewat buku-bukunya serta faham para pendukungnya yang memberi kata pengantar di buku itu. Kami kutip ungkapan Anand Kreshna ataupun pemberi kata pengantarnya, kemudian kami beri tanggapan, komentar, atau bahkan bantahan, agar para pembaca bisa membandingkan antara sesatnya faham mereka itu dan terangnya dalil yang berlawanan dengan mereka. Buku Anand Kreshna berjudul Surah-Surah Terakhir Al-Quranul Karim bagi Orang Modern, sebuah apresiasi, terbitan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta . Buku ini mengandung berbagai masalah yang mengaburkan aqidah Islam. Berikut ini beberapa masalah yang perlu dipersoalkan dalam buku itu: Kutipan dari halaman XII : Keseimbangan sifat-sifat maskulinitas dan feminitas Tuhan terungkap secara elegan di ketiga surah ini. (tulisan Dr Nasaruddin Umar, MA, pembantu rektor IV IAIN Jakarta). Tanggapan: Manusia tidak berhak memberikan sifat-sifat kepada Allah, dan hanya Allah lah yang berhak memberikan sifat-sifat-Nya. Karena, manusia sama sekali tidak punya pengetahuan tentang Allah, kecuali yang Allah khabarkan. Sedangkan Allah SWT telah menegaskan larangan mengikuti apa-apa yang kita tidak ada ilmu. ”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al-Israa’/ 17:36). Alah SWT juga berfirman, yang artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri...” (QS Al-An’aam/ 6:59). Lantas, dari mana Dr Nasruddin Umar MA bisa mengungkapkan sifat-sifat yang ia sebut sifat-sifat maskulinitas dan feminitas Tuhan, bahkan ia bisa menimbangnya sehingga dia nilai seimbang itu? Kutipan dari halaman XII pula: Ini membuktikan bahwa pemahaman Al-Qur’an bukan hanya hak prerogatif sekelompok umat Islam tetapi Al-Quran betul-betul sebagai rahmat bagi semua (rahmatan lil ‘alamin). (tulisan Dr Nasruddin). Tanggapan: Bagaimana ini? Satu kasus, yaitu adanya orang non Muslim yang memahami Al-Qur’an semaunya (sebagaimana akan diungkap sebentar lagi, insya Allah) lalu dijadikan alat untuk mengabsahkan hak bagi siapa saja untuk memahami Islam, dengan dalih rahmatan lil’alamin. Sedangkan pemahaman ummat Islam sendiri terhadap Al-Qur’an pun tidak sah kecuali memenuhi syarat, yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah. Kaidahnya yaitu di antaranya telah ditegaskan oleh Nabi SAW: ?? ??? ?? ?????? ????? ?? ??? ?? ???? ??????? ????? ?? ?????. “Barang siapa berkata mengenai Al-Qur’an dengan pendapatnya atau dengan apa-apa yang ia tidak tahu, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknnya di dalam neraka.” [1] Dengan demikian, betapa beraninya doktor yang memegang jabatan di IAIN Jakarta itu memberikan hak keabsahan kepada orang non Muslim untuk memahami Al-Qur’an sebegitu saja. Kutipan dari halaman XVII: Buku ini akan mengajarkan dan menuntun pikiran dan tingkah laku manusia untuk dapat mengekspresikan dirinya sebagai “kebaikan”. (Dr Nasruddin Umar MA). Tanggapan: Dalam buku ini, apa yang disebut “kebaikan” itu maksudnya adalah Tuhan. Jadi buku ini mengajarkan dan menuntun pembacanya untuk mengekspresikan dirinya sebagai Tuhan. Kenapa seorang doktor di IAIN memberi apresiasi atau semacam penghargaan terhadap buku yang menuntun pada kemusyrikan dan kesesatan seperti ini? Kutipan dari halaman XVII: Ketiga surah ini mengingatkan manusia akan fungsinya sebagai hamba (‘abid) dan sebagai representasi Tuhan di bumi (khalifatun fi al –ardh). Sanggahan: Manusia bukanlah representasi atau wakil Tuhan, tetapi hamba Allah. Justru dalam do’a safar/ bepergian, Allah lah sebagai khalifatuna, yang artinya pengganti atau wakil orang yang sedang bepergian. Kutipan dari halaman XVIII: Dalam buku ini Pak Anand Kreshna ingin mengingatkan kepada kita semua bahwa bukan aspek mistisnya surah-surah ini yang perlu ditonjolkan, melainkan penghayatan maknanya yang begitu dalam dan komprehensif. (Dr Nasruddin Umar MA). Sanggahan: Pujian itu sangat jauh dari kenyataan, isi buku ini sesat menyesatkan, dan kebohongan besar atas nama Nabi Muhammad SAW, karena Nabi disebut sebagai orang yang mengatakan: Aku adalah Ahmad tanpa mim”. Berarti, Akulah Ahad, Ia Yang maha Esa! Juga, “Aku adalah Arab tanpa ‘ain”. Berarti, Akulah Rabb –Ia Yang Maha mencipta, Maha Melindungi, Maha menguasai! (hal. 43). Ini adalah ungkapan kemusyrikan, diatas-namakan Nabi Muhammad SAW. Kutipan dari halaman 8: Baik dan buruk, dua-duanya berada dalam pikiran kita. Lalu, kita pula yang menghubung-hubungkan kebaikan dengan apa yang kita sebut “Tuhan” dan kejahatan dengan apa yang kita sebut “Setan”. Tanggapan: Anand Kreshna sudah memulai untuk meniadakan Tuhan, dengan cara mengaburkan tentang pengertian baik dan buruk. Ini arahnya adalah ibahiyah, serba boleh, karena baik dan buruk dianggap hanya ada dalam pikiran kita. Padahal, ukuran baik dan buruk dalam Islam itu landasannya adalah wahyu dari Allah SWT. Singkatnya, inilah contoh dari orang yang menuhankan nafsu, maka nafsunya (yang di sini disebut pikiran) mengadakan baik dan buruk sekaligus menimbangnya, lalu dikaitkan dengan Tuhan dan Setan yang diadakan oleh pikiran itu sendiri. Jadi, Anand Kreshna ini meniadakan Tuhan, lantas mengangkat nafsu/ pikirannya sebagai Tuhan. Kutipan dari halaman 10: Saya seorang penyelam. Apa salahnya jika saya menyelami lautan Luas Al-Qur’an? Saya bukan seorang ulama, bukan seorang sastrawan, bukan pula seorang cendekiawan atau ahli filsafat. Kemampuan selam saya pun sangat terbatas. Namun dengan segala keterbatasan itu, saya menemukan betapa indahnya perut laut. Betapa indahnya “kandungan” Al-Qur’an. Saya ingin berbagi rasa, “Begini lho pengalamanku selama menyelami Al-Qur’an.” Itu saja. Tidak lebih, tidak kurang. Sanggahan untuk Anand Kreshna: Al-Qur’an memerintahkan, agar orang yang tidak mengerti itu bertanya kepada ahludz dzikr yaitu ahli Al-Qur’an. Bukannya orang tidak tahu, bahkan agamanya Islam atau bukan saja tidak jelas, lalu mengaku-ngaku menyelami Al-Qur’an, kemudian membeberkan aneka macam, diatas-namakan hasil penyelamannnya di Al-Qur’an lewat buku yang disebar luaskan dengan dalih berbagi rasa. Ini diancam oleh Nabi Muhammad SAW: ???? ???? ??? ??????? ???? ??? ??????? ????? ?? ?????. “Barangsiapa berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di nereka.”[2] Rasulullah SAW bersabda: “ Takutlah kamu pada hadits dariku kecuali apa-apa yang kamu ketahui. Maka barangsiapa yang dusta atasku dengan sengaja maka hendaklah menempati tempat duduknya di neraka, dan barangsiapa yang mengatakan tentang Al-Qur’an dengan pendapatnya sendiri maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR At-Tirmidzi, juz 4, halaman 268). Ancaman keras dari Nabi Muhammad SAW itu cukup jelas maknanya, tidak bisa dikilahi dengan “sebagai penyelam Al-Qur’an yang ingin berbagi rasa”, atau dikilahi seperti ucapan Dr Nasruddin Umar bahwa “pemahaman Al-Qur’an bukan hanya hak prerogatif sekelompok umat Islam tetapi Al-Qur’an betul-betul sebagai rahmat bagi semua (rahmatan lil ‘alamin)”. Kilah itu menabrak hadits tersebut. Kutipan dari halaman 12: “… Menurut pendeta itu, dia pun mulai menghormati ajaran Islam setelah membaca buku-buku Bapak (Anand Kreshna –Ed).” “Bapak harus menulis lebih banyak tentang ajaran-ajaran Islam. Biar banyak lagi buku-buku yang bersifat universal.” Kutipan dari halaman 12-13: “Hari ini, saya bisa mengatakan, saya mencintai Islam sebagaimana saya mencintai agama saya sendiri. Saya tidak perlu meninggalkan agama saya. Saya tidak perlu masuk agama Islam. Untuk menghormati nabi Muhammad, saya juga tidak perlu melepaskan keyakinan saya pada Yesus…” Sanggahan untuk Anand Kreshna: Ungkapan-ungkapan itu –karena ditulis dalam buku yang berjudul Surah-surah terakhir Al-Qur’anul Kariem--, maka mengandung pengertian: Arah dan isi surah-surah terakhir dalam Al-Qur’an itu agar manusia menjadi seperti itu, tidak perlu Islam. Ini sangat menyesatkan. Bahkan karena ungkapan itu berupa komentar terhadap buku-buku tentang Islam, berarti mengandung pengertian bahwa ajaran Islam yang sebenarnya itu hanyalah menjadikan orang agar tidak perlu Islam. Inilah salah satu cara pemurtadan yang dilancarkan oleh pihak non Islam (Anand Kreshna tampaknya beragama Hindu) dan kelompok Katolik yang dalam hal ini Kompas Grup yakni Gramedia. Tampaknya lunak, tidak apa-apa, namun sebenarnya lebih jahat ketimbang pembunuhan, karena Muslimin yang dibunuh tanpa bersalah insya Allah akan masuk surga, sedang kalau dimurtadkan maka akan masuk neraka selama-lamanya. Kutipan dari halaman 13: Bagi para pengkritik, saya hanya ingin menyampaikan satu hal. Jika lewat buku-buku yang anda anggap sangat “pop” dan “tidak cukup bermutu” ini, kita berhasil mempersatukan bangsa kita, jika kita berhasil membuat seorang Kristen mulai menghargai Islam dan seorang Muslim mulai menghargai Buddha dan seorang Buddhis mulai menghargai Hindu, lalau apa salahnya? Sanggahan untuk Anand Kreshna: Salahnya, tujuan yang diandai-andaikan itu belum tentu terwujud, dan kalau toh terwujud pun belum tentu Islam menginginkan seperti yang Anand andaikan, sedang ajaran Islam, bahkan ayat-ayat Al-Qur’an telah diacak-acak pengertiannya, secara semaunya, tanpa landasan dan dalil yang benar. Jadi, justru telah merusak Islam secara sengaja dan sistematis, berdalih pengandaian yang tampaknya indah, namun sebenarnya bertentangan dengan Islam. Dalam Al-Qur’an ditegaskan, ummat Islam berlepas diri dari kekafiran dan penyembahan berhala yang dilakukan oleh musyrikin, dan tegas-tegas ada pernyataan tentang permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya. Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi Ibrahim As dan pengikutnya terhadap kaum kafir-musyrik: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekufuran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” ( QS Al-Mumtahanah/ 60: 4). Apakah pantas, seorang yang menulis buku dengan mengaku menyelami Al-Qur’an namun isi dan tujuannya menentang Al-Qur’an seperti itu? Kutipan dari halaman 14. Buku-buku saya adalah hasil “kegelisahan” saya, “kekecewaan” saya terhadap bangsa kita yang sedang dilanda fanatisme kelompok dan agama. Sanggahan untuk Anand Kreshna: Kalau gelisah, lalu tidak menjadikan al-Qur’an sebagai sarana melampiaskan kegelisahan, barangkali masih bisa dimaklumi. Tetapi, kenapa gelisah lalu menjadikan Al-Qur’an dan Islam sebagai alat melampiaskan kegelisahan? Padahal, kegelisahannya itu sendiri bertabrakan dengan Al-Qur’an, karena fanatisme agama (Islam) itu justru wajib dalam Islam, sebagaimana pernyataan Nabi Ibrahim tersebut di atas. (lihat QS 60:4). Kenapa gelisah? Dan kenapa menggunakan Al-Qur’an untuk menohok Al-Qur’an pula? Kutipan dari halaman 16: Dalam empat surah ini, Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas, tersimpan rahasia Al-Qur’an. Inilah pesan Sufi, pesan Injil, pesan Zabur, pesan Taurat, pesan Vedanta dan pesan Buddha. Ini pula pesan Islam! Sanggahan untuk Anand Kreshna: Astaghfirullaahal ‘Adhiem. Empat surat itu adalah Kalamullah, ayat-ayat Allah. Bukan pesan Sufi. Bukan pesan Vedanta, dan juga bukan pesan Buddha. Ini benar-benar melecehkan Al-Qur’an. Kalau memang Anand Kreshna bertanggung jawab, ayat mana yang pesan Sufi, lalu ayat mana yang pesan Vedanta, ayat mana pula yang pesan Buddha? Jikalau benar klaim Anand, beranikah menunjuk bahwa salah satu ayat dari empat surat itu yang benar-benar pesan Taurat, lalu pesan Injil, dan pesan Zabur? Kalau sudah bisa menunjuknya, dari mana pula keterangan itu didapatkan? Bukankah itu artinya mengacak-acak Al-Qur’an dengan kata-kata yang sama sekali tidak bertanggung jawab? Dan benarkah Sufi (orang yang melakukan atau menganut ajaran tasawuf) itu ajarannya sesuai dengan Al-Qur’an sehingga Anand Kreshna bisa mengatakan bahwa “Inilah pesan Sufi”? Kutipan dari halaman 21: Bagi Sheikh baba (guru selam Anand Kreshna, pen), Malaikat Jibril adalah “Kesadaran Tinggi” dalam diri Sang Nabi, sewaktu-waktu, ia bisa berkontak dengan “Kesadaran Tinggi” dalam dirinya dan memperoleh tuntunan serta bimbingan” yang dibutuhkannya. Beliau (Sheikh Baba, guru selam Anand Kreshna, pen) pernah menjelaskan: “Kesadaran Tinggi” dalam diri manusia adalah pancaran Kesadaran Murni yang disebut Allah, Tuhan, Ishwara, Ahura Mazda, atau Satnaam…” Sanggahan untuk Anand Kreshna: Na’udzubillaahi min dzaalik. Di situlah Anand Kreshna menyuntikkan racun-racun faham beruapa Pluralisme, wihdatul Adyan (penyatuan agama-agama), dan tasawuf yang berbahaya bagi aqidah Islam. Sebegitu beraninya Anand Kreshna melandasi uraiannya tentang Surat Al-Ikhlas dengan aqidah kemusyrikan, yaitu Malaikat Jibril itu “Kesadaran Tinggi” dalam diri Sang Nabi. “Kesadaran Tinggi” dalam diri manusia adalah Pancaran Kesadaran Murni yang disebut Allah, Tuhan, Ishwara, Ahura Mazda, atau Satnaam…. Di Dalam Islam, Malaikat Jibril adalah malaikat yang ditugaskan Allah untuk menyampaikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul. Tugas itu dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an: ???? ???????........ ??????. “(Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai ‘Arsy, Yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki –Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (qiyamat).” (QS Al-Mu’min/ 40:15). Dalam ayat itu jelas, Malaikat Jibril adalah utusan Allah untuk membawa wahyu kepada para Nabi dan Rasul agar para Nabi dan Rasul itu memberi peringatan kepada manusia tentang hari qiyamat. Malaikat Jibril bukan “Kesadaran Tinggi” dalam diri Nabi yang sewaktu-waktu bisa dikontak seperti yang dikemukakan Anand Kreshna itu. Jibril hanya datang kalau diutus oleh Allah. Demikian pula Jibril bukan di dalam diri manusia ataupun pancaran Allah yang ada di dalam diri manusia seperti yang dikemukakan oleh guru selam Anand. Kenapa bukan? Karena tidak ada ayat maupun hadits yang menjelaskan seperti itu. Bahkan Nabi SAW sendiri pernah gelisah karena lama tidak turun wahyu, berarti Malaikat Jibril tidak datang, yang dalam tarikh Islam dikenal dengan masa fatrotil wahyi, masa jeda tidak turun wahyu. Jadi ungkapan Anand Kreshna dan gurunya itu jelas bukan dari ajaran Islam, namun kenapa untuk memberikan apresiasi terhadap surah-surah Al-Qur’an? Ini namanya merusak pemahaman isi Al-Qur’an, yang hal itu sangat tercela dan berhadapan dengan Ummat Islam sedunia. Dengan kesesatan seperti itu maka Ummat Islam perlu waspada. Lebih dari itu, bahkan ada ajaran yang lebih sesat lagi disebarkan oleh Anand Kreshna, dengan mengutip perkataan orang Sufi/ tasawuf bahwa Nabi Muhammad saw berkata: “Aku adalah Ahmad tanpa mim”. Berarti, Akulah Ahad, Ia Yang maha Esa! Juga, “Aku adalah Arab tanpa ‘ain”. Berarti, Akulah Rabb –Ia Yang Maha mencipta, Maha Melindungi, Maha menguasai. (halaman 43). Inilah puncak kesesatan yang disebarkan Anand Kreshna, dengan mengutip perkataan orang sufi/ tasawuf, Anand menyebarkan faham wihdatul wujud (manunggaling kawula dengan Gusti, menyatunya hamba dengan Tuhan) satu faham kemusyrikan, dan kemusyrikan itu justru ditimpakan kepada Nabi Muhammad saw. Betapa beraninya orang itu menuduh Nabi Muhammad saw pembawa aqidah tauhid justru dituduh sebagai penganjur kemusyrikan. Na’udzubillahi min dzalik! Anehnya, ketika kesesatan Anand Kreshna itu dipersoalkan tokoh-tokoh Islam (seperti tersebut di atas), serta merta para pembela Anand Kreshna yang dirinyapun mengaku beragama Islam masih berani membuka mulut dengan berdalih bahwa Anand Kreshna bukan menafsiri Al-Qur’an tetapi memberikan apresiasi. Terhadap mereka itu, mari kita ajukan pertanyaan: Pantaskah pemberian apresiasi semacam tersebut di atas? Tentu sangat tidak pantas, karena justru sangat menyesatkan Ummat Islam! Di samping itu, melecehkan Al-Qur’an itu sendiri, karena apresiasinya itu mengandung tuduhan-tuduhan yang jauh dari isi dan misi Al-Qur’an. BEBERAPA KUTIPAN DARI BUKU ISLAM ESOTERIS Kemuliaan dan keindahannya Karya: Anand Kreshna (Penyelaman spritual Anad Kreshna bersama Achmad Chodjim, Moulana Wahiduddin Khan) Kata Pengantar: Dr. Komaruddin Hidayat Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ungkapan-ungkapan Anand Kreshna dan pemberi kata pengantar yang bertentangan dengan Islam atau mengaburkan aqidah, langsung kami sertai tanggapan atau sanggahan sebagai berikut: 1. Kutipan dari tulisan Dr Komaruddin Hidayat: - Bahkan kita melihat sentimen dan simbul keagamaan malah menjadi bagian dari pemicu dan konflik-konflik. - Jangan-jangan agama malah menjadi bagian dari penyebab krisis ini? Hal.x Tanggapan: Selayaknya kalimat seperti itu hanya keluar dari mulut orang yang menentang Tuhan atau ragu dengan agamanya sendiri. Dia anggap, orang baru benar dalam beragama kalau tanpa sentimen agama dan tanpa simbul agama. Padahal, orang tak beragama alias kafir pun justru sangat tinggi sentimen kekafirannya, dan fanatik pada simbul kekafirannya. Kalau berani melepas sintemen dan simbul kekafirannya, berarti dia rela untuk mengikuti agama. Kenapa orang beragama justru harus melepaskan sentimen dan simbul keagamaannya? Haruskah mengikuti dan bahkan menjadi orang kafir yang tidak dipersoalkan dalam memegangi sentimen kekafiran dan simbul kekafirannya, karena sentimennya itu bukan sentimen agama tetapi sentimen kekafiran? Mewakili siapakah doktor yang pejabat tinggi di Departemen Agama ini dalam berbicara seperti itu? 2. Kuitipan tulsian Dr Komaruddin Hidayat: Saya melihat dalam buku ini bangunan argumentasi reinkarnasi diambil dari ayat Al Qur’an yang digabung dengan hasil telaah ayat-ayat kehidupan. Hal. xi Bantahan: Reinkarnasi yang bahasa Arabnya at-tanaasukh adalah kepercayaan tentang kembalinya ruh ke bumi lagi setelah wafatnya, dan berpindah kepada jasad lainnya. (Dr A Zaki Badawi, A Dictionary of The Social Science, Librairie Du Liban, Beirut, cetakan I, 1978, halaman 351). Reinkarnasi itu bicara tentang ruh, dan kepercayaan semacam itu sama sekali tidak sesuai dengan Islam. Betapa beraninya doktor ini bicara tentang ruh, padahal Nabi Muhammad saja dipesan oleh Allah bahwa tentang ruh itu adalah termasuk urusan Allah. Allah berfirman yang artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Israa’/ 17:85). Kalau terhadap roh yang jelas-jelas Nabi Muhammad saw dipesan seperti itu saja doktor ini berani berbicara serampangan, bahwa Al-Qur’an dia anggap jadi rujukan bangunan arugementasi reinkarnasi, maka betapa lagi dalam hal-hal lainnya. Astaghfirullaahal ‘adhiem. 3. Kutipan dari tulisan Dr Komaruddin Hidayat: Allah Maha Adil, Maha Kasih dan sekali-kali tidak akan menghukum manusia kecuali manusia sendiri yang menghukum dirinya. Tuhan tidak akan memasukkan hambanya ke neraka.hal. xii Bantahan: Perkataan doktor ini coba kita bandingkan dengan ayat Al-Qur’an, yang artinya: “ Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim seorang penolong pun.” (QS Ali Imraan: 192). Dalam ayat itu jelas Allah lah yang memasukkan siapa yang Dia kehendaki ke neraka. 4. Kutipan dari tulisan Dr Komaruddin Hidayat: Sekarang ini adalah akhirat dari kehidupan sebelumnya dan merupakan dunia bagi kehidupan yang akan datang. Hal. Xiii. Tanggapan: Perkataan itu apakah dimaksudkan untuk tidak percaya hari akherat, hari dibalasnya amal yaitu hari qiyamat? Pertanyaan ini perlu diajukan, karena tulisan doktor itu adalah sebagai kata pengantar dari buku Anand Kreshna yang belum tentu dia percaya akherat atau hari qiyamat. Sedang pengantar yang model seperti itu ikut pula menjerumuskan pembaca untuk tidak percaya akherat/ qiyamat. Atau memang sengaja demikian? 5. Kutipan dari tulisan Dr Komaruddin Hidayat: Dikatakan dalam Al Qur’an bahwa surga itu berjenjang , Sedangkan neraka adalah sebuah kejahatan …sedangkan surga dan neraka adalah suasana batu dan nasib kehidupan itu sendiri.Hal. xv Tanggapan: Sekali lagi, apakah ini sengaja untuk menggiring pembaca agar tidak percaya surga dan neraka yang akan menjadi tempat bagi manusia di hari qiyamat kelak? Betapa beraninya bermain-main kata seperti itu, padahal menyangkut wilayah aqidah, wilayah ghaib, yang hanya bisa kita berbicara kalau berlandaskan wahyu Allah SWT. 6. Kutipan dari tulisan Dr Komaruddin Hidayat: Surga dan neraka itu adalah ciptaan manusia.hal. xvi Tanggapan: Allah menamakan surga atau jannah dengan nama-nama yang Dia jelaskan dalam Al-Qur’an yaitu: Firdaus (QS 18:107; 23:11), ‘Adn (QS 9:72; 13:23; 16:31), Na’iim (QS 5:65; 22:56; 52:17), Daarus Salaam (QS 6:127), Ma’wa (QS 3:151; 3:162). Sedang neraka dinamakan: Neraka Jahim (QS 3:119), Jahannam (QS 3:12), Sya’iir/ yang membakar (QS 4:10), Saqor/ yang menghanguskan (QS 54:48), Huthomah/ yang menghancurkan (QS 104:4), Hawiyah/ api yang menyala-nyala (QS 101:9), Ladho/ yang membakar (QS 70:15). Surga manakah yang ciptaan manusia, dan neraka manakah yang ciptaan manusia pula dari nama-nama itu? Betapa rancunya perkataan doktor alumni Turki yang termasuk pemimpin di Yayasan Paramadina Jakarta dan orang kesayangan mendiang Harun Nasution di IAIN Jakarta ini. Apakah dia sudah menciptakan surga untuk keluarga dan muqollid-muqollidnya, dan neraka untuk lawan-lawannya? Sekali lagi, untuk berbicara masalah ghaib haruslah dengan landasan wahyu. Tidak bisa asal berucap. 7. Kutipan dari tulisan Anand Kreshna: Jika shalat itu memang untuk mempersatukan kita dengan tuhan, dengan Allah, dengan Widi, Tao, Bapak di surga apapun nama yang kita berikan kepadanya maka cara shalat tidak perlu dipermasalahkan lagi. hal. 1 Tanggapan: Anand Kreshna ini di samping memasarkan faham sesat berupa pluralisme, apakah ia ingin jadi nabi atau sekalian jadi Tuhan? Rupanya Anand sangat menginginkan agar manusia terlepas dari syari’at yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya, dan agar Muslimin jadi murtad mengikuti Anand Kreshna saja. Satu propaganda yang amat berbahaya dan mengajak ke neraka, sebagaimana iblis dengan wadyabalanya para syetan yang menggoda manusia untuk menyeretnya ke neraka. Beberapa catatan dari buku Telaga Pencerahan Di Tengah Gurun Kehidupan Apresiasi Spiritual terhadap Taurat, Injil dan Al-Qur’an Tulisan Anand Kreshna Penerbit PT Gramedia Utama Pustaka, Jakarta, 1998 1. Kutipan: Katakan kepadanya (yakni guru agama penanya yang menasihatinya agar berhati-hati terhadap praktek-praktek meditasi Pen.) bahwa karena orang-orang seperti dialah, bangsa kita ini bisa terpecah-pecah. Sebut nama saya dan katakan kepadanya bahwa sebaiknya anda mendalami kembali kitab-kitab agamanya dan menemukan hal-hal yang mempersatukan dia dengan penganut agama lain, bukannya hal-hal yang memisahkan diri dari umat beragama lain.” Hal. 7 Tanggapan untuk Anand Kreshna: Di dalam kalimat itu ada arogansi (takabbur, kesombongan), sok pintar, tuduhan, dan anjuran yang sangat kabur. 2. Kutipan: Cerita ini (Tentang seorang pangeran yang menganggap dirinya seekor ayam, kemudian bisa disembuhkan oleh rabi Yahudi. Pen.) berasal dari tradisi Hasid, salah satu tradisi spiritual dalam kalangan Yahudi. Cerita ini dapat membantu kita memahami Nabi Musa dan Nabi Isa dan Nabi Muhammad. Cerita ini dapat membantu kita menyelami Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Hal. 16 Tanggapan: Salah satu ciri kelompok ataupun orang-orang sesat adalah suka melandaskan ajaran-ajarannya kepada cerita-cerita, baik itu cerita orang-orang entah di mana, maupun cerita yang dibuat-buat. Jadi lebih mengunggulkan cerita ketimbang dalil. Demikian pula untuk memahami Nabi-nabi dan kitab suci, dalam kasus ini justru merujuk kepada cerita orang, padahal orang itu sendiri menganggap dirinya bukan orang tetapi seekor ayam. Betapa tidak shahihnya cara yang dia tempuh semacam ini. 3. Kutipan: Jangan mengira manusia masa kini sudah terbebas dari perbudakan. Manusia masih budak. Ia diperbudak oleh idiologi-idiologi semu. Ia diperbudak oleh dogma-dogma yang sudah usang. Ia diperbudak oleh paham-paham dan kepercayaan – kepercayaan yang sudah kadaluwarsa. Tetapi ia tetap juga membisu. Jiwanya sudah mati. Ia ibarat bangkai yang kebetulan masih hidup. Hal. 19. Bantahan: Penghinaan terhadap syari’at Islam yang benar-benar menyakitkan, dan penghinaan terhadap Ummat Islam yang patuh mengikuti Syari’at Allah, dianggap sebagai bangkai yang kebetulan masih hidup. Makhluk macam apa kurangajarnya, kalau Tuhan yang menciptakannya telah dihina sedemikian rupa, sedang hamba-hambanya yang tunduk pada Tuhannya dia hinakan sebagai bangkai hidup? Astaghfirullaahal ‘adhiem...! 4. Kutipan: Saya bertanya pada seorang wanita, mengapa ia selalu menutup lehernya, Padahal cuaca di Jakarta cukup panas dan saya melihat bahwa ia sendiri kegerahan…”Mengapa kau tidak buka saja itu lehermu?” Saya terkejut sekali mendengarkan jawabannya, “cowok-cowok biasanya terangsang melihat leher cewek, itu sebabnya saya menutupinya”. Ia membenarkan hal itu dengan menggunakan dalil… Lucu, aneh! Ia diperbudak oleh peraturan-peraturan yang sumbernyapun tidak jelas Hal.20. Tanggapan: Ini jelas melecehkan syari’at Islam, dalam kasus ini syari’at tentang menutup aurat bagi wanita, dianggapnya memperbudak dan tidak jelas sumbernya. 5. Kutipan: Tuhan, Allah atau nama apa saja yang Anda berikan kepada sang keberadaan, merupakan sumber energi yang tak pernah habis, tak kunjung habis. Keberadaan mengalir terus, kehidupan berjalan terus. Betapa bodohnya manusia yang mengagung-agungkan masa lalu, peraturan-peraturan yang sudah kadaluwarsa dan tidak berani meninggalkan semuanya itu. Hal. 23 – 24. Tanggapan: Ini sangat menghina Nabi Muhammad saw pembawa Islam dari wahyu Allah SWT, menghina syari’at Allah SWT, menghina para sahabat, dan seluruh ummat Islam dari dahulu sampai kini dan nanti. Masih pula orang ini membodoh-bodohkan dan menginginkan agar ummat Islam keluar dari Islam. 6. Kutipan: Apabila Anda belum sadar bahwa sebenarnya Ia-lah Segalanya dan bahwa Anda merupakan bagian dari-Nya setidaknya jadikan Dia bagian dari hidup Anda. Menjadikan Dia bagian dari hidup Anda tidak mengecilkan Dia. Hal. 29 Tanggapan: Ini jelas keyakinan orang musyrik, mengaku-ngaku bahwa manusia (yang pasti punya dosa ini) merupakan bagian dari Tuhan Yang Maha Suci. Dari mana orang yang tentunya punya dosa itu mendapatkan jaminan bahwa dirinya adalah bagian dari Dzat Yang Maha Suci? Betapa beraninya menyebarkan kemusyrikan dan kekafiran atas nama Tuhan. 7. Kutipan: Tuhan tidak berada di suatu tempat yang terpencil, di balik matahari sana. Ia tidak berada di Taman Firdaus yang katanya penuh dengan perawan-perawan, kebun-kebun dan sungai-sungai anggur. Ia senantiasa menyertai anda. Hal. 29 Bantahan untuk Anand Kreshna: Perkataan batil orang kafir dan semacamnya seperti ini tidak punya dasar, namun dijadikan landasan untuk mengklaim bahwa diri mereka disertai Tuhan dalam makna menyatu dan melebur dengan Tuhan, yang itu adalah kepercayaan orang musyrik. Padahal Allah jelas-jelas mengatakan ?????? ??? ????? ????? “Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di atas ‘arsy.” (QS 20 Thaha: 5). Sedang Rasulullah saw bersabda: " ???? ???? ??? ?????? ?????? ??? ???? ??? ????? ?????." Yanzilu Rabbunaa ilas samaaid dun-yaa hiina yabqo tsulutsul lailil aakhiri. “Tuhan kita turun ke langit yang terendah ketika malam tinggal sepertiga bagian yang terakhir.” Allah SWT berfirman, yang artinya: “Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di manapun kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS 57 Al-Hadiid:4). Dalam ayat ini Allah memberitakan bahwa Dia bersemayam di atas ‘arsy, mengetahui segala sesuatu dan bersama kita di mana saja kita berada. Sebagaimana disebutkan, disabdakan pula oleh Nabi saw dalam hadits al-Au’aal: "????? ??? ????? ??? ???? ?? ???? ????." “Walloohu fauqol ‘arsyi wahuwa ya’lamu maa antum ‘alaihi.” “Allah berada di atas ‘arsy dan Dia mengetahui segala apa yang kamu perbuat.” Ibnu Al-Qayyim mengisyaratkan: “Allah telah memberitakan bahwa Dia bersama makhluk-Nya dan Dia pun bersemayam di atas ‘arsy. Dan Allah telah menyebutkan kedua perkara ini secara bersama-sama seperti dalam firman-Nya di surah Al-Hadid (ayat 4). Dalam ayat ini Allah memberitakan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi, bersemayam di atas ‘arsy dan bersama makhluk-Nya mengetahui amal perbuatan mereka dari atas ‘arsy-Nya. Seperti disebutkan dalam hadits Al-Au’aal: “Allah berada di atas ‘arsy dan Dia mengetahui segala apa yang kamu perbuat.” Maka keberadaan Allah di atas ‘arsy tidak bertentangan dengan kebersamaan-Nya dengan makhluk, dan kebersamaan-Nya dengan makhluk tidak menggugurkan/ membatalkan keberadaan-Nya di atas ‘arsy, bahkan kedua-duanya sama benar.” (Mukhtashar As-Shawaaiq Al-Mursalah oleh Ibnu Al-Maushili, hal 140, cetakan Al-Imam). Bahwa hakekat pengertian kebersamaan Allah dengan makhluk tidak bertentangan dengan keberadaan Allah di atas ‘arsy’, soalnya perpaduan antara kedua hal ini bisa terjadi pada makhluk. Contohnya: seperti dikatakan : “Kami masih meneruskan perjalanan dan bul-an pun kami ikuti. “Ini tidak dianggap kontradaksi dan tidak seorangpun memahami dari perkataan tersebut bahwa bulan turun di bumi. Apabila hal ini bisa terjadi pada makhluk, maka bagi Al-Khaliq yang meliputi segala sesuatu sekalipun berada di atas ‘arsy tentu lebih patut lagi, karena hakekat pengertian ma’iyah (kebersamaan) tidak berarti berkumpul dalam satu tempat.[3] Perbedaan Pendapat Mengenai Ma’iyah Allah SWT Dalam masalah ma’iyah (kebersamaan) Allah dengan makhluk, terdapat tiga golongan: Golongan Pertama: Mengatakan bahwa ma’iyah Allah SWT dengan makhluk, bila umum sifatnya, maka pengertiannya bahwa Dia mengetahui, dan meliputi mereka (makhluk). Tetapi bila khusus sifatnya, maka pengertiannya (adalah) selain itu (yaitu) bahwa Dia menolong dan mendukung. Dengan pengertian bahwa Dzat Allah tetap Maha Tinggi dan bersemayam di atas ‘arsy. Golongan ini yaitu Salaf dan madzhab mereka adalah yang haq, sebagaimana telah ditegaskan di atas. Golongan Kedua: Mengatakan bahwa ma’iyah Allah dengan makhluk berarti bahwa Dia bersama mereka di bumi, dan berarti pula Dia tidak di atas dan tidak bersemayam di atas ‘arsy. Mereka itu adalah Al-Hululiyyah (incarnasi, yaitu faham yang menganggap manusia bisa lebur dengan Tuhan, pen) seperti pendahulu Jahmiyah dan sekte lainnya. Madzhab mereka tentu bathil dan munkar, para Salaf sepakat atas kebathilan madzhab ini dan menolaknya, seperti yang telah dijelaskan. Golongan Ketiga: Mengatakan bahwa ma’iyah Allah dengan makhluk berarti bahwa Dia bersama mereka di bumi disamping Dia pun berada di atas ‘arsy. Golongan ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. ( Majmu’ Fataawa, jilid 5, hal 299). Golongan ini menyatakan bahwa mereka telah menunjukkan zhair nash-nash dalam ma’iyah dan ‘uluw (kebersamaan Allah dan makhluk dan keberadaan Dia di atas ‘arsy). Padahal mereka itu tidak benar dan salah dalam masalah ini, akhirnya mereka pun tersesat. Soalnya nash-nash ma’iyah tidaklah menunjukkan apa yang mereka katakan itu yaitu hulul (incarnation), karena hulul adalah faham yang bathil. Dan tidak mungkin dhahir dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya sesuatu yang bathil. Catatan: Perlu diketahui bahwa penafsiran Salaf tentang ma’iyah (kebersamaan) Allah bahwa Dia bersama makhluq dengan ilmunya tidak berarti hanya mengetahui saja, tetapi berarti pula bahwa Dia meneliti , mendengar, melihat, menguasai, mengatur mereka dan pengertian lainnya yang menunjukkan rububiyyah Allah. Adapun dalil-dalil dari Kitab atas masalah ini bermacam-macam: QS 2:255, QS 6: 18, 61, QS 67:16, QS35:10, QS70:4, QS3:55, QS16:102, QS32:5, dan beberapa hadits. Syekh Muhammad Shalih ‘Utsaimin menegaskan pula: “Saya katakan dalam tulisan saya itu, secara harfiyah teksnya begini: “Dan kami berpendapat bahwa siapa yang mengatakan bahwa dzat Allah berada di setiap tempat adalah kafir, atau sesat, jika dia meyakininya; atau salah dan berdusta jika dia menisbatkannya kepada salah seorang Salaf atau imam dari umat ini.”[4] Selanjutnya Syekh ‘Utsaimin menegaskan: “Perlu juga diketahui bahwa setiap kata yang menimbulkan pengertian bahwa Allah berada di bumi, atau bercampur dengan makhluk, atau menafikan kemaha-tinggian-Nya, atau menafikan bersemayamnya Dia di atas ‘arsy, atau pengertian lain yang tidak layak bagi-Nya, maka kata-kata itu bathil, wajib diingkari terhadap yang mengatakannya, siapa pun orangnya, dan dengan lafazh apapun kata-katanya.”[5] Dari uraian yang disaertai dalil-dalil tersebut maka jelaslah ungkapan-ungkapan Anand Kreshna tersebut di atas yang didukung oleh Dr Komaruddin Hidayat, Dr Nasruddin Umar dari IAIN Jakarta, dan orang-orang Paramadina Jakarta di bawah pengaruh Dr Nurcholish Madjid dan Utomo Dananjaya serta diterbitkan secara besar-besaran oleh penerbit Katolik grup Kompas yaitu Gramedia itu adalah jelas sesat lagi menyesatkan ummat Islam. 8. Kutipan: Dimana ada cahaya, tidak ada kegelapan. Dimana ada Allah, allah lain tidak akan ada. Apabila Anda masih meng-allah-kan kekayaan, meng-allah-kan kedudukan, meng-allah-kan ketenaran, ketahuilah bahwa Matahari Allah belum terbit dalam kehidupan anda. Anda masih hidup dalam kegelapan. Hal. 32 Komentar: Istilah semacam itu tidak pernah ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. 9. Kutipan: Islam memperlakukan kaligrafi “Allah” dan “Muhammad”, “Hajar Aswad” dan lain sebagainya dengan rasa hormat yang sama, sebagaimana Hindu dan Umat Budha memperlakukan patung-patung mereka. Hal. 34 Bantahan: Islam sangat membenci kemusyrikan dan memberantasnya, bahkan ada perintah untuk memeranginya. Kenapa Anand Kreshna justru menimpakan kemusyrikan kepada Islam? Alangkah beraninya. 10. Kutipan: Musa harus meletakkan dasar-dasar hukum yang menyangkut moralitas dan etika. Adanya hukum-hukum seperti terurai di atas (peraturan tentang Munakahah, Pen.) sudah cukup untuk menjelaskan betapa rendahnya kesadaran orang Israil pada jaman itu… Pada tingkat itu, satu-satunya rasa yang dikenal oleh mereka adalah rasa cemburu “rasa cemburu”…Itu sebabnya Musa harus menggambarkan Tuhan sebagai Yang Maha Cemburu. Hal. 36 – 39. Bantahan: Walaupun tuduhan itu dialamatkan kepada Nabi Musa as, namun Anand Kreshna sama juga menuduh Nabi Muhammad SAW dan ummat Islam, karena ungkapan tentang Maha Cemburu atau semacamnya itu juga disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. Bukankah kemusyrikan yaitu menyekutukan Allah itu merupakan dosa terbesar dan tak diampuni bila pelakunya sampai meninggal tidak sempat bertaubat? Bukankah itu mengandung makan Maha Cemburu pula? 11. Kutipan: Ia menjawab saya, “Apabila Tuhan menghendaki”…Sebenarnya ia sudah bisa mengatakan “Tidak. Tidak bisa hadir”- selesai. Tetapi, ia harus menggunakan istilah “asing” dan memakai dalil “Tuhan”… Jujur saja, katakan pekerjaan itu diluar kemampuan Anda. Jangan menipu orang, jangan membohongi sendiri dengan ucapan “Apabila Tuhan menghendaki”. Hal. 40 – 41 Tanggapan: Dalam ajaran Islam, kata “Insya Allah” merupakan ungkapan pengakuan ketidak berdayaan seorang hamba di hadapan kehendak Allah SWT dan do’a supaya diberi kekuatan dan taufiq untuk bisa menuanaikan janji dan tugasnya. Bukan basa-basi untuk mangkir janji. Dan ucapan insya Allah ketika menyanggupi sesuatu untuk masa mendatang itu diperintahkan langsung oleh Allah SWT: “Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: “sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besuk pagi, kecuali (dengan menyebut) : “Insya Allah”. (QS 18 Al-Kahfi: 23-24). Dalam kasus ini Anand Kreshna bukan sekadar melecehkan Ummat Islam namun melecehkan Allah SWT yang mengajarkan ucapan demikian terhadap nabi-Nya. 12. Kutipan: Itu sebabnya di tempat lain ia akan meletakkan peraturan-peraturan bagi penyembelihan hewan untuk upacara-upacara adat. Saya katakan “upacara adat”, karena spiritualitas tidak bisa, tidak akan membenarkan pembunuhan, walapun yang dibunuh, disembelih itu hewan. Lagi pula, apakah Tuhan membutuhkan pengorbanan hewan-hewan tak bersalah itu? Hal. 48 Tanggapan: Dalam point ini agama asli Anand Kreshna secara tidak sadar nampak, bahwa ia seorang Hindu. Padahal dia sedang membahas Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Karena hanya dalam ajaran Hindu larangan penyembelihan terhadap binatang itu dikenal, terutama terhadap sapi. Pada prakteknya, mereka pun tidak akan konsisten dengan ajaran ini. Apakah mereka tidak pernah membunuh lalat, kecoak, nyamuk yang menggigit mereka atau memotong pepohonan yang juga sama-sama makhluk Allah SWT.? Sama-sama bernafas? Kebenciannya terhadap aturan Allah SWT yang muncul dengan tulisannya itu sama dengan menyiapkan dirinya untuk mendapatkan adzab Allah di akehrat kelak, walau dia tidak mempercayainya. Bahkan adzab di dunia pun dia apabila terkena pasti tidak mampu menghindarinya, apalagi di akherat kelak. 13. Kutipan: Meditasi membuat Anda sadar akan jati-diri Anda. Kesadaran mengantar Anda ke pencerahan jiwa…Pencerahan jiwa memperluas pandangan manusia. Ia tidak akan berpikir sempit lagi. Pada etape itu, terjadilah dialog antara manusia dan apa yang anda sebut “Tuhan”. Bahkan sebenarnya, pada etape itu jiwa menyatu, bersatu dengan Tuhan, dengan Keberadaan, dengan Alam Semesta. Pada etape itu, sangat sulit memisahkan manusia dari Tuhan, Tuhan dari manusia. Pada etape itu sangat sulit memisahkan, yang mana kata manusia, yang mana firman Tuhan. Hal. 63 Tanggapan: Ini adalah akidah wihdatul wujud, menyatunya makhluk dengan Tuhan. Kesesatan yang telah lebih dulu dianut oleh Ibnu Arabi, Al-Hallaj tokoh sufi sesat yang dibunuh oleh para ulama tahun 309H/ 922M di jembatan Baghdad. Faham itulah faham kemusyrikan yang sangat diberantas oleh Islam. Pelakunya adalah musyrik, akan kekal di neraka, apabila dia mati belum sempat bertaubat kepada Allah SWT. 14. Kutipan dari cerita Sufi yang ia sebut syarat dengan makna: “…Sewaktu menyemir sepatu hamba yang sudah robek, hamba baru sadar bahwa Ia (Tuhan, Pen.) sebenarnya berada dalam diri hamba sendiri. Sekarang hamba sudah tidak merindukan-Nya lagi. Hal. 66 -71 Tanggapan: Pelecehan terhadap Syari’at dan kenabian Nabi Musa a.s khususnya, sampai digambarkan: seorang gembala sufi yang mengatakan “ingin menyemir sepatu Tuhan, ingin membereskan tempat tidur-Nya dan memberi-Nya anggur serta buah-buah,” si sufi ini dianggap maqomnya di sisi Allah SWT lebih tinggi dibanding Nabi Musa a.s. Ini jelas-jelas melecehkan Nabi Musa as dan syari’atnya dan mengunggulkan kesufian. Sangat bohong dan dusta, seorang Anand Kreshna yang anti penyembelihan qurban tetapi sikap antinya itu ditulis dalam buku yang ia sebut apresiasi (penghargaan) terhadap Al-Qur’an. Sedangkan menyembelih hewan qurban itu jelas ada di dalam Al-Qur’an (QS 3:183; 5:27; 46:28). Demikianlah aneka kesesatan telah mereka sebarkan secara tolong menolong antara yang berfaham pluralisme, hulul (incarnasi, melebur dengan Tuhan), wihdatul wujud (menyatu dengan Tuhan), sedang mereka itu ada yang beragama Hindu, ada yang mengaku Muslim dengan sering menjajakan tasawwuf, dan didukung oleh kelompok Katolik grup Kompas, yaitu Gramedia yang punya cabang di mana-mana. Janganlah Ummat Islam terlena sedikitpun dengan kesesatan yang mereka jajakan setiap saat. Sebab, begitu terlena sedikit, kemungkinan kita bisa terseret sejauh-jauhnya, yaitu aqidah kita dari Tauhid menjadi syirik. Dari menuju ke surga berubah jadi ke neraka. Na’udzubillaah!. Sikap Islam terhadap perusak ataupun penghina Islam. Setelah kita mencermati aneka kesesatan dan penghinaan yang ditimpakan kepada Islam dan Ummatnya, maka kita perlu menyimak sikap Islam terhadap pihak-pihak yang memusuhi Islam seperti itu sebagai berikut: Halal Darahnya: Apabila seseorang sudah memenuhi syarat sebagai pelaku nabi palsu, atau berperan menghina, menyindir, mencela, atau merendahkan Allah SWT, ayat-ayat-Nya, Rasul-Nya, dan ajaran Islam; maka ia wajib dibunuh. Syaikhul Islam Ibnu taimiyyah menukil perkataan Imam Ahmad: “Barangsiapa yang menyebut sesuatu yang mengejek Allah SWT maka wajib dibunuh, baik dia Muslim atau kafir. Inilah pendapat penduduk Madinah.” (As-Sharim al-Maslul, hal 555). Beliau juga menukil perkataan Imam Ahmad: “Siapa saja memaki Nabi SAW, baik Muslim atau kafir maka dia wajib dibunuh.” (as-Sharim al-Maslul, hal 558). (Lihat Majalah As-Sunnah, Edisi 09/ Th IV/ 1421-2000, halaman 37). Allah SWT berfirman: “Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya, kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (At-Taubah: 66). ‘Anis-Sya’bi ‘an ‘ali RA anna yahuudiyyatan kaanat tasytumun nabiyya SAW wa taqo’u fiihi fakhonaqohaa rojulun hataa maatat fa abthola Rasuululloohi SAW damaha. Diriwayatkan dari As-Sya’bi dari Ali RA bahwa ada seorang Yahudi perempuan mencaci Rasulullah SAW, maka seorang laki-laki mencekiknya hingga mati, maka Rasulullah SAW membatalkan (tebusan) darahnya. (HR Abu Dawud, shahih). Ini berarti orang yang mencaci Rasulullah SAW itu halal darahnya/ dibenarkan untuk dibunuh. (Tulisan ini hasil kerjasama para ustadz di LPPI). -------------------------------------------------------------------------------- [1] (Hadits ditakhrij oleh At-Tirmidzi dan An-Nasaa’i dari Ibnu Abbas, kata At-Tirmidzi ini hadits hasan). [2] (HR At-Tirmidzi juz 4 hal 268, dari Ibnu Abbas). [3] (Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, Kaidah-kaidah Utama Masalah Asma’ dan Sifat Allah SWT, terjemahan M Yusuf Harun MA, Percetakan MUS, Jakarta, cetakan I, 1998, hal. 95). [4] (Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, ibid, hal. 102). [5] (ibid, hal 103) Wawancara dengan Dr Daud Rasyid MA, Ketua Jurusan Ilmu Hadits Pasca Sarjana IAIN Bandung Anand Kreshna Melecehkan Islam Apa inti ajaran atau pemahaman Anand Kreshna yang disebarkan lewat buku-bukunya yang diterbitkan oleh Gramedia? Ajaran pokok Anand Kreshna itu ada tiga: 1. Manunggaling kawula Gusti; aku adalah Tuhan, Tuhan adalah aku. Itu terdapat dalam tulisan-tulisannya, dan dalam ceramahnya sering memberi kesan seperti itu. Dengan kata lain, fahamnya itu tentu saja sesat, seperti faham Al-Hallaj (tokoh shufi yang dibunuh atas keputusan para ulama tahun 309H/ 922M. Nama lengkapnya, Husain Manshur Al-Hallaj, ia diputuskan oleh para ulama sebagai kafir dan harus dibunuh, karena keyakinannya bahwa Allah telah menyatu dengan dirinya . Eksekusi dilaksanakan di jembatan Baghdad. Lihat buku Mendudukkan Tasawuf, Darul Falah, 2000 , hal 28, red). 2. Ajaran reinkarnasi (reincarnation, bahasa Arabnya at-tafammush atau attanaasukh yaitu kepercayaan tentang kembalinya roh setelah mati ke bumi lagi dan berpindah ke badan yang lain, pen). Anand Kreshna menulis buku berjudul Reinkarnasi. Celakanya, dia itu memperalat ayat-ayat Al-Qur’an untuk membenarkan reinkarnasi, di antaranya dengan mengutip Surat Al-Baqarah ayat 28. Ayat itu bunyi terjemahannya: “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan?” Lalu Anand Kreshna memahaminya semaunya saja, kata dia, maksud ayat itu, pada awal kali ayat itu tadinya kamu mati, berarti aku pernah hidup sebelumnya. Pemahaman Anand Kreshna yang disebarkan lewat bukunya itu jelas merupakan perusakan terhadap ayat, menyestkan kaum Muslimin. Apalagi dengan sebuah buku, tersebar luas. 3. Semua agama itu sama. Dia anggap agama itu jalan menuju Tuhan, toh semuanya sama saja, agama itu semua benar. Pemahamannya ini bertentangan dengan Islam. Selain ajarannya ini bertentangan dengan aqidah Islam, dia yang paling rusaknya itu adalah memakai dalil ayat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 62, untuk membenarkan pemahaman yang sangat merusak Islam itu. Selain menyelewengkan isi Al-Qur’an dan ajaran Islam, apakah Anand Kreshna juga menyebarkan pemahaman yang melecehkan Islam? Dalam bukunya yang berjudul AH halaman 23, Anand Kreshna melecehkan Al-Qur’an dan Syari’at Islam. Dia anggap hukum di dalam Al-Qur’an tak sesuai dengan zaman sekarang. Dia katakan, Undang-undang Dasar 1945 saja sudah perlu disempurnakan, apalagi undang-undang yang sudah berumur sekian abad. Ungkapan Anand itu maksudnya adalah syari’at. Jadi ia menganalogikan Al-Qur’an/ Syari’at Islam itu dengan UUD 45 yang sudah harus disempurnakan. Itu melecehkan Islam. Al-Qur’an dia anggap kadaluwarsa. Anand juga melecehkan syari’at Islam ketika bicara-bicara tentang kasus Aceh. Ia katakan, “Saya selalu menentang diberlakukannya hukum dan undang-undang yang dikaitkan dengan agama.” Menurut Islam bagiamana? Orang yang sudah melecehkan Al-Qur’an dan menghina hukum syari’at ini sudah mendasar. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Kalau dia dalam negara yang menjalankan syari’at Islam maka yustatab, artinya diberi peluang untuk bertobat,3 hari, kalau dia Muslim. Tetapi Anand Kreshna jelas bukan Muslim. Orang kafir yang mengejek Islam tidak ada ampun. Kalau berlaku hukum syari’at maka harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman apa itu, seberat-beratnya itu? Dibakar? Pembakaran itu tidak ada dalam Islam. Semua orang tahu hukum ini... Terus siapa yang melaksanakan? Ini fungsi negara. Negaralah yang menyelenggarakan proses hukum itu. Apakah kasus Anand Kreshna ini sudah memenuhi syarat untuk diproses secara hukum? Sangat memenuhi syarat. Di Mesir saja, seperti Faraj Faudah itu melakukan kritik tajam terhadap Islam, lalu ada kelompok-kelompok Islam yang ambil jalan, (membunuhnya, pen). Juga Nasr Abu Zaid, dia hanya menghujat Imam Syafi’i (bukan menghujat Allah SWT bukan pula syari’at Islam, atau Nabi SAW) saja oleh pengadilan Mesir difasakh (Dibatalkan pernikahannya) dengan isterinya, ini sama dengan dinilai seperti murtad, sedangkan dia masih Muslim. Sedangkan kasus Anand Kreshna ini lebih dari itu, yaitu merusak aqidah Islam, sampai-sampai ia katakan, reinkarnasi bisa dibenarkan Islam. Ini amat berbahaya. Menjadikan orang Muslim jadi murtad. Terus, yang memberi kata pengantar, seperti Dr Komaruddin Hidayat dan Dr Nasruddin Umar dari IAIN Jakarta itu bagaimana? Yang memberi pengantar, kalau membenarkan ide Anand Kreshna dengan sukarela, itu sama saja dengan Anand Kreshna. Kalau yang menerbitkan, bagaimana? Yang menerbitkan, saya kira mereka orang-orang yang terlibat dalam hal kasus Anand Kreshna ini. Karena penerbit punya saham terhadap ide-ide yang jelas menghujat itu. Dan kalau tidak diterbitkan kan tidak tersebar, jadi penerbit itu punya saham dalam menyebarkannya. Lantas bagaimana seharusnya sikap Ummat Islam? Ummat Islam harus memproses dengan jalur hukum. Harus ada masyarakat muslim yang berupaya untuk menempuh jalur hukum. Bukankah ini masuknya ke delik pidana, yang sebenarnya tidak memerlukan adanya pelapor, otomatis pihak pemerintah bertugas memprosesnya lewat hukum? Ya, benar. Ini perkara pidana, sebenarnya tidak memerlukan adanya laporan. Tetapi barangkali negara tidak tahu. Sebagaimana maling, kan perlu adanya orang yang lapor, karena negara belum tentu tahu. Jadi, pemerintah perlu dibantu dalam kasus ini. Dengan demikian, kewajiban Ummat Islam adalah memberi tahu tentang adanya delik ini. Misalnya pemerintah diam? Ummat Islam berkewajiban menekan pemerintah agar tegas terhadap orang seperti itu. Apakah Anda optimis? Saya optimis. Di masa sekarang ini orang lebih bebas mengajukan tuntutan-tuntutan yang sangat sensitif. Dalam kasus ini, karena masalahnya adalah merendahkan ajaran Islam. Bagaimana kalau Ummat Islam mendiamkan saja? Itu berarti mendiamkan kemunkaran. Sangat tercela dalam Islam. Bagaimana kasus seperti ini, penghinaan terhadap Islam seperti ini, bisa muncul dan menyebar ke masyarakat dengan leluasa? Karena kita kurang kontrol. Sibuk politik. Lantas orang lain seakan-akan ambil kesempatan, mereka melihat ada sisi-sisi yang bisa dijual. Ini problem psikologis. Dia kira yang aneh-aneh tidak mendapatkan respon (berupa reaksi keras, pen), apalagi ada orang-orang tertentu di tubuh Ummat Islam yang model itu. Apakah ada dampaknya terhadap Ummat Islam? Oh, sangat berbahaya itu. Karena Anand Kreshna ini punya banyak pengikut. Dia juga jadi staf pengajar di Paramadina yang ditokohi Dr Nurcholish Madjid itu. Ini meracuni benar-benar. Apa bahaya kongkretnya? Orang jadi tersesat, Muslimin jadi murtad. Karena membenarkan semua agama itu adalah murtad. Tiga ajarannya itu menjadikan murtad. Jelas. Yaitu manunggaling kawula Gusti, reinkarnasi, dan menyamakan semua agama, itu murtad. Bahayanya sudah jelas, lantas hukumannya? Pokoknya harus dibunuh. Kasus ini tampaknya cukup berbahaya menurut Anda, lantas bagaimana saran Anda untuk Ummat Islam? Para Ulama dan tokoh Islam hendaknya tanggap terhadap problema Ummat. Jangan semuanya masuk ke kancah politik, hingga kemurnian aqidah luput dari penjagaan. Lantas orang-orang lain masuk dan merusaknya. Ini semua kembalinya kepada pemerintahan Gus Dur. Karena terjadinya iklim seperti ini adalah diciptakan oleh Gus Dur. Anand Kreshna Menghina Islam Wawancara dengan HM Amin Djamaluddin, Ketua LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam). Apa inti ajaran Anand Kreshna? Intinya adalah Sinkretisme, yaitu mencampur aduk semua ajaran agama, kecuali Yahudi yang tidak pernah ia sebutkan. Jadi ia mencampur adukkan antara Hindu, Budha, Kristen, Katolik, dan Islam. Contohnya? Sinkretisme dalam soal ketuhanan. Contohnya, Anand Kreshna menulis, di antaranya: “Yang membentuk dalam kepribadian kita, yang menentukan pemahaman kita, yang memberikan daya pikir kepada kita, itulah Allah, itulah Tuhan, itulah Widhi, itulah Yang Satu, walaupun dipanggil dengan berbagai nama.” (Buku Asmaul Husna karangan Anand Kreshna, terbitan Gramedia, halaman 43). “Agama kita memang berbeda tapi jangan mengkotak-kotakkan Tuhan, ini Tuhanmu, itu Tuhanku. Bagaimana kita dapat membagi-bagikan Tuhan Yang Maha Tunggal adanya.” (ibid hal 175). “Ketahuilah bahwa Allah yang kita sembah, Tuhan yang mereka percaya itu sama dan satu adanya. Sembahlah Ia yang adalah Al-Ahad.” (hal 177). Jadi ini sinkretisme dalam hal ketuhanan. Penyelewengan lainnya lagi? Melecehkan Allah, wahyu-Nya, para nabi atau utusan Allah. Juga menyalahkan serta menyamakan agama-agama. Contohnya, Anand Kreshna menulis: “Tuhan itu Maha Adil Adanya, Tuhan Itu Maha Pengasih Adanya, Tuhan itu Maha Ini Adanya, Tuhan itu Maha Itu Adanya. Semuanya hanyalah “atribut-atribut” yang anda berikan kepada Tuhan. Atribut-atribut pemberian anda. Ada yang berdalil “Oh tidak, bukan pemberian manusia. Tuhan yang menyatakan lewat wahyu-Nya pada Si Fulan.” Nah, si Fulan itu siapa? Bukankah ia pun manusia yang berdarah dan berdaging seperti anda dan saya? Wahyu yang diterima oleh si Fulan dan para Fulan lainnya juga masih tetap harus dijabarkan lewat kata-kata dan pikiran manusia. Dan setiap kata, setiap pikiran sesungguhnya memiliki wujud. Orang Islam menertawakan orang Hindu karena memuja berhala. Orang Hindu menertawakan orang Islam karena memberhalakan kaligrafi Arab. Yang memajang lukisan dewa dan yang memajang kaligrafi Arab, jika salah, ya dua-duanya salah. Jika benar, ya dua-duanya benar.” (Buku AH! Mereguk Keindahan tak Terkatakan karangan Anand Kreshna, terbitan Gramedia, hal 80-81). Masih ada yang lain lagi? Menghina wanita berjilbab. Anand Kreshna menulis: “Mereka yang menutup rapat badannya (memakai jilbab, pen) tidak lebih baik daripada mereka yang memamerkan badannya. Dua-duanya masih berada pada kesadaran lahiriyah.” (AH!, halaman 34). Apakah ada bukti Anand melecehkan Al-Qur’an? Ada. Di antaranya, coba mari kita baca kutipan dari tulisan Anand Kreshna berikut ini: “Yang tua akan mati. Yang mati akan lahir kembali dan yang lahir kembali akan mati lagi. Lalu, di balik kelahiran dan kematian berulang kali –adakah suatu tujuan? Timur Tengah akan menjawab, “Agar manusia bisa beribadah kepada-Nya.” Asia Tengah akan menjawab, “Agar manusia mencapai kesempurnaan dan bisa kembali kepada-Nya.” Masih banyak jawaban lain yang dapat kita peroleh –jawaban-jawaban yang sangat janggal. Jawaban “agar manusia bisa beribadah kepada-Nya” melahirkan sosok Tuhan yang haus perhatian. Ia membutuhkan seorang psikolog, seorang psikiater. Begitu hausnya Dia akan perhatian, sehingga menciptakan dunia yang amburadul dan tidak terurusi dengan baik.” (Buku Ah!, karangan Anand Kreshna halanman 99-100). Tulisan Anand Kreshna itu jelas-jelas melecehkan ayat Al-Qur’an: ??? ???? ???? ?????? ??? ???????. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz-Dzaariyaat/ 51:56). Jadi, Anand Kreshna telah melecehkan Al-Qur’an, bahkan menghina Allah SWT sebagai Tuhan yang perlu diundangkan psikiater, artinya Anand Kreshna menuduh Tuhan itu sakit saraf. Betapa beraninya orang ini menuduh Tuhan seperti itu. Apakah dia juga menghina hukum Islam? Ada. Contohnya, tulisan Anand Kreshna: “Baru-baru ini seorang tokoh masyarakat menyatakan, agar mereka yang dianggapnya “berdosa “ terhadap masyarakat Aceh diadili di Aceh, dengan menggunakan hukum adat Aceh. Lalu, ia menjelaskan, bahwa berdasarkan hukum adat, seorang pembunuh harus diberi hukuman mati atau membayar denda. Dengan apa pula denda yang ia maksudkan? Seorang pembunuh harus membayar dengan onta, yaitu 50 ekor onta, yang ia rupiahkan menjadi RP250 juta. Satu onta dihargai Rp5 juta. Saya cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala saya. Jika hukum seperti itu diberlakukan, mereka yang berduit dengan sangat mudah bisa memperoleh SIM (Surat Izin Membunuh). Bayangkan, dengan satu miliar rupiah saja, anda sudah boleh membunuh empat orang. Bahkan, nantinya bisa-bisa pemerintah tinggal jual “Kartu Membunuh Pra-Bayar”. Kalau sudah habis pulsa tinggal diisi ulang. Sang tokoh tadi tidak sadar bahwa hukum seperti itu mungkin sangat efektif di masa lalu. Ketika, seorang bisa membunuh orang lain hanya karena satu onta, hukuman membayar 50 onta menjadi sangat bermakna. Sangat berarti dan sangat efektif untuk membuat si calon pembunuh berfikir 50 kali. Jelas, hukum seperti itu tidak bisa diperlakukan lagi. Taruhlah, angka 50 onta diganti menjadi 500 onta, atau 5000 onta –yang jelas, nyawa manusia tidak bisa dihargai dan diniali demikian. Seribu limaratus tahun yang lalu, adanya hukum seperti itu di Tanah Arab bisa difahami. Masyarakat Arab saat itu masih belum cukup sadar akan nilai-nilai kemanusiaan. Satu-satunya bahasa yang mereka fahami adalah bahasa materi. Dan “materi” pada zaman itu, dikaitkan dengan jumlah onta atau domba yang dimiliki oleh seseorang. Sekarang,ceritanya sudah lain.” ( Buku Ah! Halaman 61-62). Tulisan Anand Kreshna itu jelas melecehkan hukum Islam yang dijelaskan oleh Al-Qur’an dan hadits tentang hukum qishosh (balasan pembunuhan) dan diyat (denda pembunuhan). Di samping itu Anand telah merendahkan pula para sahabat Nabi Muhammad SAW, dianggap sebagai manusia yang belum cukup sadar akan nilai kemanusiaan. Dan hanya faham satu-satunya bahasa yaitu bahasa materi. Ini satu penghinaan yang sangat nyata, yang maknanya adalah menghina Nabi Muhammad SAW yang membawa hukum Islam, dan bahkan menghina Allah SWT Yang mewahyukan hukum Islam itu. Terus, harus diapakan Anand Kreshna ini? LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) sedang mencari pengacara untuk memproses kasus penghinaan Islam ini melalui jalur hukum. Apa perlunya Anand Kreshna yang beragama Hindu membahas masalah Islam dengan uraian yang sangat menghina dan menyesatkan. Sedangkan dalam ajaran Islam, Al-Qur’an itu tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang disucikan. Sedangkan Anand Kreshna ini menurut ajaran Islam adalah orang musyrik, dan dalam ayat Al-Qur’an dijelaskan: ???? ???????? ??? Innamal musyrikuuna najasun. Artinya, Sesungguhnya orang-orang musyrikin itu adalah najis. Jadi sangat tidak pantas membahas ayat-ayat Al-Qur’an, apalagi isinya menghujat Islam. Penghujatan terhadap Islam itu bagaimanapun harus diproses lewat jalur hukum. Tidak boleh didiamkan sama sekali. Memahami Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in (Membantah Penjaja Kesesatan Tasawuf) "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (Al-Fatihah: 6). Dalam Tafsir Tanwirul Miqbas min Tafsiir Ibn Abbas dijelaskan, iyyaaka na'budu maksudnya: kepadaMu-lah kami mentauhidkan dan kepadaMu-lah kami mentaati. Waiyyaka nasta'iin kami minta tolong padaMu untuk beribadah padaMu, dan kapadaMu-lah kami minta keteguhan untuk taat padaMu. (Tanwiirul Miqbas, hal 2). Imam Ibnu Katsir menjelaskan, Iyyaaka na'budu itu berlepas diri dari kemusyrikan, waiyyaaka nasta'iin berlepas diri dari daya dan kekuatan; dan pemberian kekuasaan kepada Allah (at-tafwiidh ilallaah) Azza wa Jalla. Makna ini ada pada ayat lain dalam Al-Qur'an sebagaimana Allah SWT berfirman: "...maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepadaNya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan". (QS Huud/ 11:123). "Katakanlah: "Dia-lah Allah Yang Maha Penyayang, kami beri man kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal." (Al-Mulk/ 67: 29). "Dia-lah Tuhan masyriq dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung." (QS Al-Muzzammil/ 73:9). Demikian pula ayat yang mulia ini: "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." {Al-Fatihah: 6). (Tafsir Ibnu Katsir, juz 1, hal 36). Dalam Tafsir Al-Qayyim dijelaskan, didahulukannya ibadah atas isti'anah (minta tolong) dalam surat Al-Fatihah itu termasuk dalam bab mendahulukan ghooyaat (tujuan) atas wasaail (sarana). Karena, ibadah itu adalah tujuan hamba-hamba yang (memang) diciptakan untuknya. Sedang isti'anah (minta tolong) itu adalah wasilah (sarana) untuk ibadah. (Tafsir Al-Qayyim, lil Imam Ibnul Qayyim, Darul Fikr, 1988/ 1408H, hal 66). Dalam Tafsir Quran Karim Prof Dr H Mahmud Yunus mengartikan, "Hanya Engkaulah (ya Allah) yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami minta pertolongan." Selanjutnya dijelaskan, "Karena Allah amat banyak memberi kita bermacam-macam ni'mat, maka wajiblah kita menyembahNya. Dan tiada yang disembah selain daripadaNya. Wajiblah kita minta tolong kepada Allah, untuk menyampaikan cita-cita kita dan mensukseskan amalan perbuatan kita, karena Dia yang berkuasa menghilangkan segala aral yang melintangi. Adapun minta tolong sesama manusia dalam batas kemampuannya, seperti minta obat ke dokter, maka tiadalah terlarang, bahkan dianjurkan bertolong-tolongan itu. Tetapi jika kita minta tolong kepada manusia di luar batas kemampuannya, seperti minta masuk surga, murah rezeki, berbahagia di dunia akhirat dsb, maka yang demikian itu amat terlarang dalam Islam. Begitu juga meminta kepada batu-batu, kayu-kayu, kubur-kubur dan sebagainya, karena pekerjaan ini mempersekutukan Allah dengan lain-Nya." (Prof Dr H Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, PT Hidakarya Agung Jakarta, cet 27, 1988/ 1409H, hal 1). Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalam Minhajul Firqoh An-Najiyah wat Thoifah Al-Manshuroh membahas makna iyyaka na'budu waiyyaka nasta'in dalam satu fasal tersendiri. Dia jelaskan, ayat itu maksudnya, kami mengkhususkan hanya kepadaMu dalam beribadah, berdo'a, dan memohon pertolongan. Dia jelaskan, didahulukannya obyek (maf'ul bih) iyyaaka atas subyek na'budu dimaksudkan agar ibadah dan memohon pertolongan itu hanya kepada Allah saja, tidak kepada lainnya. Ibadah yang dimaksud adalah ibadah dalam arti luas, termasuk shalat, nadzar, menyembelih kurban, juga do'a. Karena Rasulullah SAW bersabda: Ad-Du'aau huwal 'ibaadah. Do'a adalah ibadah. (HR At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih). Sebagaimana shalat adalah ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada rasul atau wali, demikian pula halnya dengan do'a. Ia adalah ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah saja. Allah SWT berfirman: "Katakanlah, 'Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan akutidak mempersekutukan suatu apapun denganNya.'" (QS Al-Jin: 20). Tentang memohon pertolongan yang disyari'atkan Allah adalah dengan hanya memintanya kepada Allah agar Ia melepaskanmu dari berbagai kesulitan yang engkau hadapi. Adapun memohon pertolongan yang tergolong syirik adalah dengan memintanya kepada selain Allah. Misalnya kepada para nabi dan wali yang telah meninggal atau kepada orang yang masih hidup tetapi tidak dalam keadaan hadir. Mereka itu tidak memiliki manfaat atau madharat, tidak mendengar do'a, dan kalaupun mereka mendengar tentu tak akan mengabulkan permohonan kita. Demikian seperti dikisahkan oleh Al-Qur'an tentang mereka. (Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Jalan Golongan yang Selamat Darul Haq, Jakarta, 1419H, hal 28-31). Adakah pertentangan makna? Ayat tersebut menegaskan, hanya kepada Allah lah kami minta pertolongan. Namun di ayat lain kita disuruh bertolong-tolongan. "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa." (QS Al-Maaidah: 2). Adakah pertentangan antara keduanya? Tidak. Dalam Al-Qur'an dan Tafsirnya dijelaskan: Tercapainya sesuatu maksud, atau terlaksananya sesuatu pekerjaan dengan baik adalah bergantung kepada cukupnya syarat-syarat yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan itu, dan tidak adanya rintangan-rintangan yang akan menghalanginya. Manusia telah diberi oleh Allah tenaga, baik yang berupa fikiran, maupun yang berupa kekuatan tubuh, untuk dipakai guna mencukupkan syarat-syarat, atau menolak rintangan-rintangan dalam menuju suatu maksud, atau mengerjakan suatu pekerjaan. Tetapi ada di antara syarat-syarat itu yang tidak kuasa menusia mencukupkannya, sebagaimana di antara rintangan itu ada yang di luar kekuasaan manusia untuk menolaknya. Begitu pula ada di antara syarat-syarat itu atau di antara halangan-halangan itu yang tidak dapat diketahui. Maka kendatipun menurut fikirannya dia telah mencukupkan semua syarat-syarat yang diperlukan, dan telah menjauhkan semua rintangan-rintangan yang menghalangi, tetapi hasil pekerjaannya itu belum lagi sebagai yang dicita-citakannya. Jadi ada hal-hal yang tidak masuk dalam batas kekuasaan dan kemampuan manusia. Itulah yang dimintakan pertolongan khusus kepada Allah. Sebaliknya tentang sesuatu yang termasuk dalam batas kekuasaan dan kemampuan manusia, dia disuruh bertolong-tolongan, supaya tenaga menjadi kuat, dan agar ada pada masing-masing manusia sifat cinta mencintai, harga menghargai, dan gotong royong. Dengan perkataan lain, manusia disuruh oleh Allah berusaha dengan sekuat tenaganya, dan disuruh tolong menolong, bantu membantu, di samping menjalankan ikhtiar dan usaha-usahanya itu, dia harus pula berdo'a, memohon taufiq, hidayat, dan ma'unah (pertolongan, pen). Ini hendaklah dimohonkannya khusus kepada Allah, karena hanyalah Dia Yang berkuasa memberinya. Sesudah itu semua, barulah ia bertawakkal kepadaNya. Ibadat itu sendiri pun adalah sesuatu pekerjaan yang berat, sebab itu haruslah dimintakan ma'unah (pertolongan, pen) dari Allah, supaya semua ibadat terlaksana sebagai yang dimaksud oleh agama. Maka seseorang menuturkan bahwa hanya kepada Allah lah kita beribadah, diikuti lagi dengan pernyataan bahwa kepadaNya saja meminta pertolongan, terutama pertolongan agar amal ibadah terlaksana sebagaimana mestinya. Ayat di atas, sebagai telah disebutkan, mengandung tauhid, karena beribadah semata-mata kepada Allah dan meminta ma'unah khusus kepadaNya, adalah inti sari agama, dan kesempurnaan Tauhid. (Al-Qur'an dan Tafsirnya, Depag RI, I, hal 28-29). Upaya menghancurkan Tauhid Dari berbagai sumber tersebut telah jelas bahwa ayat iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin itu adalah intisari agama dan sempurnanya Tauhid. Namun ada upaya-upaya untuk menjadikannya sebagai landasan kemusyrikan. Contohnya, Nurcholish Madjid dengan pengakuan merujuk pada penafsiran tasawuf ia menulis: "Kalau kita baru sampai pada iyyaka na'budu berarti kita masih mengklaim diri kita mampu dan aktif menyembah. Tetapi kalau sudah wa iyyaka nasta'in, maka kita lebur. Menyatu dengan Tuhan." (Tabloid Tekad 44/II, 4-10 September 2000, hal 11). Dilihat dari segi penafsiran, Nurcholish Madjid jelas telah jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan Ibnul Qoyyim. Menurut Ibnul Qoyyim, ulama terkemuka kaliber dunia (691-751H), lafal nasta'iin itu adalah wasilah (sarana) sedang na'budu itu adalah ghoyah (tujuan). Karena makhluk --jin dan manusia-- ini memang diciptakannya hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Sedang penafsiran Nurcholish Madjid ("Kalau kita baru sampai pada iyyaka na'budu berarti kita masih mengklaim diri kita mampu dan aktif menyembah. Tetapi kalau sudah wa iyyaka nasta'in, maka kita lebur. Menyatu dengan Tuhan.") itu jelas-jelas berlawanan dengan penafsiran Ibnul Qoyyim. Nasta'in yang menurut Ibnul Qoyyim adalah wasilah (sarana), namun oleh Nurcholish diletakkan sebagai ghoyah (tujuan) dan diartikan menurut ghoyah faham tasawuf sesat yaitu al-hulul wal ittihad, lebur dan menyatu dengan Tuhan. Ini dari segi materi sudah terbalik-balik, sedang dari segi pemahaman sudah sangat menyimpang. Padahal tokoh sufi sesat, Al-Hallaj, yang berfaham al-hulul wal ittihad itu telah dihukumi kafir oleh para ulama dan dihukum bunuh di Baghdad 309H/ 922M. (Lihat Hartono Ahmad Jaiz, Mendudukkan Tasawuf, Darul Falah Jakarta, 2000,hal 28). Betapa berbahayanya menafsiri ayat Al-Qur'an (apalagi ayat yang merupakan intisari agama dan sempurnanya Tauhid) dengan sekenanya, dan berlawanan dengan kaidah-kaidah ilmu agama seperti itu. Dan masih pula betapa rusaknya mengubah pemahaman ayat Tauhid menjadi faham hulul dan ittihad (melebur dan menyatu dengan Tuhan) yang mewarisi pemahaman tasawuf sesat itu. Anehnya, faham tasawuf yang ghoyahnya (arah tujuannya) sangat berbeda dengan Islam itu kini digencarkan oleh orang-orang tertentu dan kelompok-kelompok tertentu secara intensip sekali di antaranya di Yayasan Iiman, Paramadina, televisi Anteve , Yayasan Sehati yang ditokohi Jalaluddin Rachmat dll. Ini merupakan PR (pekerjaan rumah) yang diderakan terhadap Muslimin, di samping PR-PR lain yang merugikan dan bahkan merusak dan menyesatkan. Persoalan kedua, tulisan Nurcholish Madjid di Tekad No 44, 4-10 September 2000, hal 11 itu ada yang bunyinya: "Perlu diberi catatan di sini mengenai sifat sombong (al-mutakabbir) Allah dalam asmaul husna, yang kita malah diperintah menirunya. Memang kita harus punya juga sifat sombong, tapi porsinya tidak besar, hanya sampai pada tingkat kita punya harga diri." Tulisan NM itu bertentangan sama sekali dengan ayat-ayat maupun hadits. Di antaranya firman Allah: "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong."(An-Nahl/ 16: 23). Rasulullah SAW bersabda: "Laa yadkhulul jannata man kaan fii qolbihi mitsqoola dzarrotin min kibrin." "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan sekalipun seberat dzarroh (atom)." (HR Muslim). Rasulullah SAW bersabda: "Neraka berkata: 'Aku dipentingkan karena untuk orang-orang yang sombong'." (HR Al-Bukhari dan Muslim). Demikianlah, bisa kita bandingkan antara ajaran NM dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Kebohongan-kebohongan & Kesesatan Darul Hadits/ Islam Jama’ah/ Lemkari/ LDII Penulis bertanya kepada KH Hasyim Rifa’i (ulama di Kediri). Beliau adalah mantan muballigh Islam Jama’ah yang telah mengaji kepada pendirinya H Nur Hasan Ubaidah dan kemudian menjadi muballigh aliran itu selama 17 tahun. Namun setelah beliau tahu kesesatan-kesesatan dan kebohongan aliran yang kini bernama LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) itu kemudian beliau keluar, dan sangat gigih menentangnya. Pertanyaan yang kami ajukan kepada beliau sebagai berikut: Apa saja kebohongan-kebohongan terpenting aliran Darul Hadits/ Islam Jama’ah/ Lemkari/ LDII itu? KH Hasyim Rifa’i menjawab: Aliran Darul Hadits/ Islam Jama’ah/ Lemkari/ LDII itu mengharuskan manqul. Manqul menurut mereka yaitu: Al-Quran maupun hadits harus berisnad/ bersambung dari guru sekarang sampai kepada Rasulullah. Jadi, Hadits yang dinyatakan shahih oleh Imam Bukhari dan lainnya, belum cukup menurut mereka, masih harus ditambah dengan rowi (periwayat) atau isnad (pertalian riwayat) dari guru sekarang sampai kepada imam-imam hadits tersebut. Itu menurut teori mereka. Tapi secara praktek, ternyata semua ayat atau hadits, baik lafadhnya, maknanya, maupun keterangannya harus yang dikeluarkan oleh H Nur Hasan Ubaidah dan murid-muridnya yang sudah disahkannya. Kalau dianggap melanggar maka manqulnya dicabut, dan dianggap tidak sah lagi. Landasan manqul ini, menurut dia (Ubaidah), adalah hadits: ?? ??? ?? ???? ???? ????? ????? ??? ???? (???? ??? ????.) Man qoolaa fii kitaabillaah bi ro’yihi fa ashooba faqod akhtho’a (HR Abu Dawud). Maknanya menurut dia: Barangsiapa yang berkata dalam kitab Allah dengan pendapatnya sendiri walaupun benar maka salah.[1] Kemudian perkataan Abdullah bin Mubarok, seorang tabi’it tabi’in, dalam Muqaddimah hadits Muslim, ??????? ?? ????? ???? ??????? ???? ?? ??? ?? ??? Al-Isnaadu minad dien. Laulal isnaadu laqoola man syaa-a maa syaa’a. Isnad itu adalah sebagian agama. Andaikan tidak ada isnad maka orang akan mengatakan apa saja yang dia mau. Sanggahan KHHasyim Rifa’i terhadap sistem manqul Itu manqul menurut mereka. Di dalam ushul fiqh ada dalil aqli dan dalil naqli. Dari lafadh naqola yanqulu naqlun fahuwa naaqilun wa dzaaka manquulun. Manquulun (itu yang dipindahkan, dinukil, dikutip). Dalil yang diambil dari Al-Quran dan Al-Hadits itu namanya manqul, artinya dinukil dari Al-Quran atau Hadits. Jadi bukan seperti yang mereka (LDII) fahami. Imam Ibnu Katsir berkata: Kalau ada orang bertanya, manakah jalan terbaik dalam ilmu Tafsir? Jawabnya adalah: Sesungguhnya jalan terbaik dalam ilmu tafsir adalah Al-Quran ditafsirkan dengan ayat. Yang mujmal dalam satu ayat maka akan diperinci dalam ayat lain. Apabila belum cukup jelas, maka dengan As-Sunnah atau Hadits, karena sunnah adalah penjelas dari Al-Quran, seperti firman Allah dalam An-Nahl 64: ??? ?????? ???? ?????? ??? ????? ??? ???? ??????? ??? ???? ????? ???? ??????. “Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (al-Quran), melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” Dan sabda Rasulullah SAW: ??? ??? ????? ?????? ????? ???. “Alaa innii uutiitul Qur’aana wa mitslahu ma’ahu.” “Ketahuilah aku diberi Al-Quran dan semisalnya bersamanya,” yakni As-Sunnah Al-Muthohharoh.[2] Kesimpulannya, kau cari Tafsir Al-Quran dari Al-Quran. Jika kau tak jumpainya maka dari As-Sunnah. Apabila tidak kita jumpai pula maka kita kembalikan kepada perkataan sahabat-sahabat Nabi Saw, karena mereka itulah yang lebih tahu tentang ayat-ayat itu. Dan karena mereka menyaksikan hubungan-hubungan ayat itu dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masanya. Dan juga karena mereka punya pemahaman yang sempurna, ilmu yang shahih, dan amal shalih. Terlebih-lebih ulama-ulama mereka serta tokoh-tokoh mereka seperti Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyin di antaranya Abdullah bin Mas’ud, Abu bakar, Umar, ustman, Ali. Abdullah bin Mas’ud berkata: Demi Dzat yang tiada sembahan kecuali Dia, tidak ada satu ayat dari Kitab Allah yang turun kecuali aku tahu tentang siapa dia turun, dan di mana dia diturunkan. Andaikan aku tahu ada seseorang yang lebih alim tentang kitab Allah daripada aku, di manapun akan saya datanginya selagi onta bisa berjalan ke sana. Abdurrahman As-Sulami (seorang tabi’in) berkata, “Orang-orang yang membacakan Al-Quran kepada kami, mereka belajar bacaan dari Nabi SAW dan setiap kali mereka mempelajari 10 ayat, mereka belum ganti kepada ayat yang lain, sehingga mereka tahu apa yang harus diamalkan dari ayat itu. Kemudian mereka berkata: Kami mempelajari Al-Quran dan beramal bersama-sama.” Dan di antara sahabat yang ahli tafsir (Al-Quran) ialah Abdullah bin Abbas, yang diberi gelar Al-Habru Al-Bahru (seorang pendeta yang sangat luas pengetahuannya). Dia adalah putera paman Rasulullah SAW dan penerjemah Al-Quran, berkat do’a Rasulullah Saw untuknya: ????? ???? ?? ????? ????? ??????. Allahumma faqqihhu fid dien, wa’allimhu ta’wiila. Ya Allah, fahamkanlah dia dalam agama, dan ajarkanlah padanya tafsir. Ibnu Mas’ud berkata tentang Ibnu Abbas, ??? ?????? ?????? ??? ???? Ni’ma tarjumaanul Quraani Ibnu Abbas. Sebaik-baik penerjemah Al-Quran itu Ibnu Abbas. Abdullah bin Mas’ud wafat tahun 32H, sedang Abdullah bin Abbas meninggal 36 tahun berikutnya (68H). Coba bayangkan apa yang dilakukannya tentang ilmu sesudah Ibnu Mas’ud. Karena itu kebanyakan yang diriwayatkan As-Suddi (penafsir dari Tabi’in) dalam kitabnya adalah dari kedua sahabat itu (Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas). Tetapi kadang-kadang dia (As-Suddi) menceritakan perkataan-perkataan yang diambil dari Ahli Kitab yang diperbolehkan oleh Rasulullah SAW, di mana beliau berkata: ????? ??? ??? ???. ?????? ?? ??? ??????? ??? ???. ??? ??? ??? ?????? ??????? ????? ?? ?????. Ballighuu ‘annii walau aayah. Fahadditsuu ‘an Banii Israail walaa haroja. Waman kaddzaba ‘alayya muta’ammidan falyatabawwa’ maq’adahu minan naar. (Al-Bukhari). Sampaikan apa yang datang daripadaku walau satu ayat. Dan ceritakan apa-apa yang dari Bani israil, dan itu tidak dosa. Dan barangsiapa yang bohong atas namaku dengan sengaja, hendaklah menempati tempat duduknya di neraka.[3] Tetapi cerita-cerita Israiliyat ini dijadikan sebagai saksi, bukan untuk membantah. Dan cerita Israiliyat itu terbagi menjadi tiga bagian: 1. Yang kita ketahui keshahihannya, sesuai dengan yang ada di tangan kita, yang menyaksikan kebenaran. Dan itulah yang shahih. 2. Yang kita ketahui kebohongannya jika dibanding apa yang di tangan kita. Atau yang berlawanan dengannya. Dan itulah yang harus ditolak, 3. Yang harus didiamkannya. Bukan bagian pertama dan bukan yang kedua. Maka kita tidak boleh membenarkannya dan tidak boleh mendustakannya. Kita boleh saja menceritakannya namun pada umumnya tidak ada faedahnya dalam urusan agama. Apabila tidak kita jumpai tafsir-tafsir dalam Al-Quran, dan tidak dijumpai di Hadits, juga tak ada di sahabat-sahabat Nabi SAW, maka pada umumnya para mufassir mengembalikan kepada ucapan para tabi’in. seperti Mujahid bin Jabr. Sesungguhnya dia adalah lambang dalam ilmu tafsir. Dia pernah berkata: “Aku baca mushaf pada Ibnu Abbas tiga kali, dari Fatihahnya sampai akhirnya. Aku hentikan pada setiap ayat, dan aku tanyakan tafsirnya kepadanya (Ibnu Abbas).” Karena itu Sufyan Ats-Tsauri berkata, apabila datang kepadamu tafsir dari Mujahid, maka cukuplah itu bagimu. Dan di antara tabi’in ada lagi disebut Sa’id bin Jubair, Ikrimah maula Ibnu Abbas, ‘Atho bin Abi Robah, Hasan Al-Bashri, Masruq bin Al-Ajda’, Sa’id bin Al-Musayyab, Qotadah, dan Ad-Dhohhak, dan lain-lainnya di antara golongan Tabi’in. Perkataan mereka diambil dalam ayat-ayat, dan perbedaan lafadh-lafadh. Adapun menafsirkan Al-Quran dengan pendapat murni (tanpa seperti yang tersebut) maka hukumnya haram. Karena telah diriwayatkan dari Nabi SAW: ?? ??? ?? ?????? ????? ?? ??? ?????? ??????? ????? ?? ?????. Man qoola fil qur’aani bi ro’yihi au bimaa laa ya’lamu falyatabawwa’ maq’adahu minan naar. “Barangsiapa berkata mengenai Al-Quran dengan pendapatnya atau dengan apa yang dia tidak tahu maka hendaknya ia menduduki tempat duduknya di neraka.”[4] ?? ??? ?? ???? ???? ????? ????? ??? ????. Juga sabdanya: Man qoola fii kitaabil laahi bi ro’yihi fa ashooba faqod akhtho’. Barangsiapa yang berkata mengenai kitab Allah dengan pendapatnya (walaupun) benar (namun) salah. Karena dia telah memaksakan diri apa yang dia tidak tahu. Dan dia telah menempuh jalan yang tidak diperintahkannya. Karena dia tidak mendatangkan perkara lewat pintunya. Seperti orang yang menghukumi antara manusia dengan kebodohan, maka dia dalam neraka. Karena itu, pada umumnya orang-orang salaf merasa dosa menafsirkan apa yang tidak mereka ketahui ilmunya. Sehingga diriwayatkan dari Abu Bakar As-Shiddiq RA, dia berkata: ?? ???? ?????? ??? ??? ?????? ?? ??? ??? ?? ???? ???? ?? ?? ????. Ayyu samaa’in tudhillunii, wa ayyu ardhin taqillunii, idz ana qultu fii kitaabillaahi maa laa a’lamu. Langit mana yang akan menaungi aku, dan bumi mana yang mau menyanggaku, apabila aku berkata dalam kitab Allah, apa yang aku tidak tahu. Anas bin Malik meriwayatkan dari Umar bin Khatthab, sesungguhnya Umar membaca dari atas mimbar: (‘Abasa:31) yang namanya buah-buahan dan rerumputan. Kemudian Umar berkata: Buah-buahan itu kita mengenalnya, lalu rerumputan itu apa? Kemudian dia kembalikan kepada dirinya sendiri, kemudian dia (Umar) berkata (pada dirinya), sesungguhnya ini adalah memaksakan diri (wahai Umar). Dari sini, manqul ajaran H Nurhasan Ubaidah itu sangat berlainan, padahal dalilnya sama. Itu tentu untuk mengarahkan anak buahnya supaya tidak belajar kepada orang lain. Karena kalau belajar kepada orang lain maka akan ketahuan kebohongannya. Contoh manqul menurut Nur Hasan Ubaidah: Dalam Surat al- Isra’ ayat 71: ??? ???? ????? yauma nad’uu kulla unaasin bi imaamihim, faman uutiya kitaabahuu bi yamiinihii faulaaika yaqrouuna kitaabahum walaa yudhlamuuna fatiilaa. (S 17: 71). Menurut tafsir manqul H Ubaidah; Pada hari kami panggil setiap manusia dengan imam mereka (maksudnya dengan Amir mereka), sehingga yang tidak punya Amir maka masuk neraka. Padahal kalau kita kembalikan seperti penafsiran otentik yang dijelaskan di atas: makna imam; pertama artinya: Al-Kitab lauh mahfudh ataupun kitab (catatan amal), sesuai dengan Surat Yaasin ayat 12: ??? ??? .................. ???? Wakulla syaiin ahshoinaahu fii imaamim mubiin. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). Kemudian mari kita perhatikan bunyi ayat selanjutnya: ??? ......................... ?????? ......... ????? Faman uutiya kitaabahuu bi yamiinihii…..(QS 17:7) “Dan barang siapa yang diberi kitab amalannya di tangan kanannya, maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan tidak dianiaya sedikit pun.” Di Dalam Hadits diterangkan, setiap ummat akan didatangkan di hari qiyamat bersama nabi/ Rasulnya masing-masing. “Ditampakkan kepadaku (Muhammad) ummat-ummat sebelumku. Ada seorang nabi datang diikuti beberapa orang antara tiga sampai sembilan. Ada yang diikuti satu orang, dua orang, dan ada juga yang tiga orang. Bahkan ada nabi yang datang sendirian tanpa pengikut satupun. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku golongan yang besar. Aku menyangka mereka adalah ummatku. Tiba-tiba dikatakan, mereka adalah Musa dan ummatnya. Kemudian ditampakkan padaku, golongan yang lebih besar lagi, dan dikatakan: lihat lah di ufuk sana, lihatlah di ufuk sana, lihatlah di ufuk sana, semuanya penuh, dan dikatakan kepadaku, mereka itulah ummatmu. Dari mereka akan masuk surga 70.000 orang tanpa hisab, dan tanpa siksa sama sekali. Kemudian setelah para sahabat bertanya, siapa mereka ya Rasulallah? Rasulullah menjawab, mereka adalah orang-orang yang tidak minta suwuk (ruqyah/ jampi) dan tidak bertathoyyur (klenik, menganggap suara-suara burung dsb sebagai alamat-alamat sial dsb), dan tidak berobat dengan kei (jos dengan besi panas). Kemudian Ukasah bin Mishon berdiri dengan melambai-lambaikan selimutnya. Ya Rasulallah, berdo’alah kepada Allah, supaya Dia jadikan aku termasuk golongan mereka. Dan beliau jawab: “Ya, engkau masuk golongan mereka.” Kemudian berdirilah orang berikutnya, berkata juga seperti itu, dan Rasulullah menjawab, “Ukasah telah mendahuluimu dengannya.”[5] Dari hadits ini jelas bahwa setiap ummat di hari kiamat datang berasma imam, atau nabinya masing-masing dan tidak menafikan mereka datang dengan membawa kitab catatan amalnya masing-masing. Sedangkan H Ubaidah pendiri Islam Jama’ah yang kini bernama LDII itu menafsirkan dengan tafsir yang lain, agar anak buahnya selalu patuh kepadanya, yaitu keamirannya. Ketika ada yang tidak patuh maka ia tidak diaku sebagai anak buahnya, dan dinyatakan di hari kiamat tidak punya imam, lalu ditakuti dengan hadits mauquf (tidak sampai pada Nabi SAW) dari Umar bin Khotthob (menurut mereka –karena kami mencari hadits itu tidak ketemu): “Laa islaama illaa bil jamaa’ah, walaa jamaa’ata illaa bil imaaroh, walaa imaarota illa bil bai’ah, walaa bai’ata illaa bit thoo’ah” (menurut mereka riwayat Ahmad, tetapi kawan-kawan telah mencari, hadits seperti itu tidak ditemukan). Artinya: “Tidak ada Islam kecuali dengan jama’ah, dan tidak ada jama’ah, kecuali dengan amir, dan tidak ada amir kecuali dengan baiat, dan tidak ada bai’at kecuali dengan taat.” Kemudian oleh dia (Ubaidah) dijelaskan dengan dibaca terbalik; Jika tidak taat amir maka lepas bai’atnya, jika lepas bai’atnya maka tidak punya amir. Jika tidak punya amir, maka bukan jama’ah. Jika bukan jama’ah, maka bukan Islam. Jika bukan Islam, maka apa namanya, kalau tidak kafir. Sampai-sampai, kalau mereka memberi penjelasan tentang pentingnya jama’ah, mereka katakan: “Saudara-saudara sekalian, jika di antara saudara ada yang punya pikiran, ada yang punya sangkaan bahwa di luar kita (di luar jama’ah Ubaidah) masih ada yang akan masuk surga tanpa mengikuti kita, maka sebelum berdiri, saudara sudah faroqol jama’ah (sudah terpisah dari jama’ah) sudah kafir, dia harus taubat dan bai’at kembali. Jika tidak , maka dia akan masuk neraka selama- lamanya.” Contoh lagi: Dia (Ubaidah) menakut-nakuti jama’ahnya, jika tidak taat amir satu peraturan saja, maka dia masuk neraka selama-lamanya, berdasarkan surat Thoha ayat 74: ??? ?? ................................................ ??? ??? Innahuu man ya’tii robbahuu mujriman fa inna lahuu jahannama laa yamuutu fiihaa wa laa yahyaa. Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka jahannam, dia tidak mati di dalamnya tidak (pula) hidup di dalam neraka jahannam. (QS Thaha: 74). Penafsiran Nurhasan Ubaidah dengan mengaitkan amir pada ayat itu jelas penafsiran yang salah. Sebab pada ayat berikutnya diterangkan: ??? ................................................. ????? Waman ya’tiihi mu’minan qod ‘amilas soolihaati faulaaika lahumud darojatul ‘ula. Artinya: Dan barangsiapa datang kepadaNya dalam keadaan beriman, lagi sungguh telah beramal shaleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi. (Thoha:75). Berdasarkan dalil itu mujriman adalah lawan kata dari mu’minan. Mujriman itu maknanya adalah orang yang mati kafir, musyrik, atau munafiq. Karena hanya orang yang mati kafir, musyrik, atau munafiq sajalah yang akan masuk neraka selama-lamanya, serta tidak hidup dan tidak mati di dalamnya. Berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab syafa’at: Adapun ahli neraka yang mereka adalah penduduk neraka (kafir, musyrik, munafiq) mereka tidak hidup dan tidak mati di dalamnya (lihat QS Al-Bayyinah: 6 , juga QS An-Nisaa’ :145). Adapun orang yang masuk neraka karena dosa-dosa mereka, mereka dimatikan betul-betul di dalam neraka, sehingga ketika mereka sudah menjadi arang, maka diizinkanlah syafa’at bagi mereka. Maka mereka dikeluarkan dari neraka, kelompok demi kelompok, kemudian disebar di sungai surga, kemudian diperintahkan kepada ahli surga, guyurlah mereka dengan air, maka mereka tumbuh menjadi manusia yang kuning-kuning bagaikan kecambah (toge) yang tumbuh di lumpur banjir, kemudian mereka dimasukkan ke dalam surga. (Silakan baca Tafsir Ibnu Katsir QS al-A’la: (tsumma laa yamuutu fiihaa walaa yahyaa). Contoh lain lagi, aturan Ubaidah yang memainkan agama. Misalnya, panggilan pengajian jam 9. Umpama seorang pengikut datang jam 10, maka dia harus bertobat. Dalam arti bertobat pakai surat pernyataan tobat, dengan 4 syarat: 1 Mengakui kesalahannya, telah tidak taat kepada amir. 2. Merasa menyesal, kapok, tidak akan mengulangi lagi. 3. Minta maaf dan membaca istighfar. 4 Sanggup menunaikan kafaroh (denda) yang ditentukan oleh Amir. Contoh kafaroh: Umpama infaq yang ditentukan, atau disuruh melakukan apa saja yang diperintahkan oleh Amir, bahkan pernah ada yang disuruh ambyur di kolam yang banyak tainya. Contoh, Pak Nasifan (pengikut Islam Jama’ah, kini telah keluar dan jadi imam masjid di Surabaya) pernah disuruh ambyur/ mencebur dan menyelam ke air tai. Juga Drs Nur Hasyim dihukum dengan disuruh ambyur ke kolam tai, dengan jaket-jaketnya. Perkaranya, Nur Hasyim akan ke Makkah bersama Ahmad Subroto ingin menanyakan kepada guru-guru di Makkah, benarkah (sah kah) keamiran H Nur Hasan Ubaidah itu. Lalu Nur Hasyim dinyatakan salah, karena berprasangka jelek kepada Amirnya, maka disuruh tobat dan dihukum ambyur ke air tai. Saya sendiri (kata Hasyim Rifa’i) pernah menghadiri undangan pengajian jam 8, tetapi terlambat 15 menit. Kemudian saya dihukum kerja bakti. Yang seharusnya sudah selesai jam 4 sore, maka harus kerja bakti sampai jam 11 malam. Di antaranya, mengangkuti pasir, batu merah, mengaduk bahan bangunan dan sebagainya. Itu kafarohnya (tebusan) dalam bertobat di samping surat pernyataan. Saya berfikir, kok mirip sekali dengan orang Katolik yang membuat surat pengampunan dosa, sampai timbul orang yang berprotes, hingga jadi protestan. Kafaroh menurut Al-Quran dan Al-Hadits itu adalah berupa perbuatan baik atau amal sholeh. Di antaranya: shodaqoh, seperti dalam QS At-Taubah: 103. Juga puasa, sholat, zakat, dan jihad dll seperti dalam QS As-Shoff: 10-13. Juga dalam hadits Rasulullah SAW: Dosa seseorang dalam keluarganya, hartanya, dan tetangganya dihapuskan oleh sholat, puasa, dan shodaqoh.[6] Jadi dalam Islam sebenarnya tidak ada kafaroh yang bentuknya penyiksaan atau kerja paksa. Namun hal itu dipaksakan di dalam Islam Jama’ah yang kini namanya LDII itu. Kesimpulannya, ajaran manqul model Ubaidah ini hanyalah untuk mengikat anak buahnya agar tidak belajar ke orang lain. Sebab kalau belajar ke orang lain akan ketahuan belangnya dan kebohongannya. Kebohongan dalam masalah jama’ah dan Bai’at: Menurut Ubaidah, jama’ah adalah sekelompok orang muslim yang membaiat seorang amir kemudian amir itu ditaati. Dan dia (Ubaidah) telah mengklaim bahwa satu-satunya jama’ah yang sah sedunia adalah jama’ah dia. Karena dia mengaku, sudah dibai’at sejak tahun 1941, di mana di waktu itu tidak ada seorang pun yang sudah dibai’at sebagai Amir. Padahal menurut berita-berita, yang pertama-tama dibai’at di Indonesia adalah Sukarmadji Maridjan Kartosuwiryo, yang dibai’at tahun 1949 dengan DI TII dan NII-nya (Darul Islam, Tentara Islam Indonesia, dan Negara Islam Indonesia). Kemudian karena oleh Bung Karno (Presiden Soekarno) –SM Kartosuwiryo itu-- dianggap pemberontak, atau teroris, maka Bung Karno menyuruh kawannya yang bernama Wali Al-Fatah untuk mendirikan jama’ah tandingan dengan motto: Islam itu bukan pemberontak, bukan teroris, tetapi Islam adalah rohmatan lil ‘alamin. Maka dibai’atlah Wali Al-Fatah tahun 1954. Dan menurut pengakuannya, pembaiatannya diumumkan ke seluruh dunia lewat Radio Singapur dan Australia.[7] Pada tahun 1960, Ali Rowi dari Jombang Jatim berkenalan dengan Wali Al-Fatah di Petojo Jakarta. Dia cerita-cerita bahwa di Jawa Timur ada orang yang pintar mengaji, tetapi tidak pernah menyebut-nyebut tentang bai’at, jama’ah, dan keamiran. Namanya H Nur Hasan Ubaidah. Maka dengan perantaraan Ali Rowi inilah kedua tokoh (Wali Al-Fatah dan H Nur Hasan Ubaidah) bertemu. Maka sesudah dijelaskan oleh Wali Al-Fatah tentang wajibnya bai’at, jama’ah, dan keamiran, dan terjadilah perdebatan yang seru maka akhirnya H Nur Hasan Ubaidah mengaku kalah, dan kemudian dia menyatakan bai’at kepada Wali Al-Fatah. Dan sekaligus dia (Ubaidah) diangkat oleh Wali Al-Fatah menjadi muballigh agung. Itu terjadi tahun 1960. Tidak lama kemudian, dia (H Nur Hasan Ubaidah) mengadakan asrama (training, atau kini namanya dikenal dengan daurah) di Gading Mangu, Kecamatan Perak, Jombang Jawa Timur. Dan sebelum penutupan, dia menyampaikan satu wejangan (nasihat) kurang lebihnya sebagai berikut: “Saudara-saudara sekalian, saya akan menyampaikan sesuatu yang selama ini masih saya sembunyikan. Dan saat inilah harus saya sampaikan.” Kemudian dia (Ubaidah) terangkan wajibnya jama’ah, bai’at, dan keamiran. “Jika tidak, kita semua akan masuk neraka. Tapi, siapa yang ia ingin jadi amir, kemudian dijadikan amir, maka dia tidak akan mendapatkan baunya surga.” Mendengar penjelasan Ubaidah yang muballigh agung itu, maka semua peserta asrama menangis, menghiba, dan minta supaya dia (Nur Hasan Ubaidah) mau dijadikan amir, supaya semua tidak masuk neraka. Karena kalau tidak ada amir akan masuk neraka semua. Lalu dia (Nur Hasan) berkata, kalau semua berkata begitu, ya terserahlah, saya sanggup saja. Tapi saksikanlah, bahwa saya tidak ingin jadi amir. Kemudian mereka berbai’at semuanya, dan legalah mereka. Rupanya pembaiatan tersebut, beritanya sampai kepada Wali Al-Fatah, maka dia (Ubaidah) dipanggil, dia dinyatakan salah, dan harus membuat pernyataan tobat. Maka dia (Nur Hasan Ubaidah) pun membuat pernyataan tobat. Namun anehnya, surat pernyataan tobat tersebut ditandai dengan silang, yang pada umumnya, tanda silang berarti salah atau batal. Wali Al-Fatah bertanya: Mengapa ini kok di-ping (disilangi)? Dia jawab: Inilah tanda tangan saya, yang sah.[8] Rupa-rupanya anak buah Nur Hasan Ubaidah dengar-dengar juga masalah ini. Mereka bertanya-tanya, kenapa Bapak sudah Bai’at kepada Wali Al-Fatah, kok mendirikan jama’ah lagi. Maka dijawab oleh Ubaidah: “Jama’ahnya Wali Al-Fatah itu tidak sah dengan dua alasan: 1. Ilmunya tidak manqul. 2. Tujuannya tujuan politik. Sedangkan yang benar adalah ingin masuk surga, selamat dari neraka. Jadi yang sah adalah jama’ah kita ini.” Hasyim Riufa’i melanjutkan kisahnya dengan berkomentar: “Kalau sekarang diterangkan kisah ini kepada jama’ah mereka, maka mereka menjawab: cerita ini terbalik. Wali Al-Fatah berabai’at kepada Nur Hasan Ubaidah.” Kesimpulannya, dia (H Nur Hasan Ubaidah) mengaku dibai’at tahun 1941 itu bohong. Dia mengerti Bai’at itu baru tahun 1960 dari Wali Al-Fatah seorang suruhan Soekarno, yang hal itu untuk menandingi Kartosuwiryo yang dibai’at tahun 1949, yang kemudian Kartosuwiryo ditangkap, lalu ditahan. Siapakah yang membai’at Nur Hasan Ubaidah? KH hasyim Rifa’i menyebutkan, di antaranya: 1. Pak Lurah Bangi, Kecamatan Purwoasri Kediri. 2. H Sanusi adik kandung Nur Hasan Ubaidah 3. H Nur Asnawi iparnya, alamat Balung Jeruk, Kec Pelemahan Kediri. Namun pada waktu diceritakan tahun 1970, dua orang pertama itu sudah mati. Sekarang foto yang dipasang di mana-mana adalah foto Nur Hasan Ubaidah dan Foto H Asnawi, dan setiap rumah orang LDII biasanya dipasang foto itu. Kebohongan itu inti ajaran Islam Jama’ah/ LDII Intinya, ajaran Islam Jama’ah yang kini bernama LDII itu adalah aliran yang berlandaskan aneka kebohongan, baik dalam menafsirkan ayat Al-Quran maupun menerapkan Hadits Nabi SAW, dan kelicikan dalam kehidupan sehari-hari. LDII itu adalah jelmaan dari Lemkari, jelmaan dari JPID (Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah), jelmaan dari Darul Hadits yang sudah dilarang oleh Jaksa Agung Sugiharto tahun 1971, dan dilarang oleh Pangdam Brawijaya Jatim tahun 1967. Karena mereka menganggap orang Islam di luar aliran mereka adalah bukan jama’ah dan bukan Islam, maka di luar golongan mereka dianggap kafir; yang shalat dianggap kafir Ahli Kitab, sedang yang tidak shalat dianggap sebagai orang musyrik. Kemudian mereka memperlaukan Muslimin di luar mereka itu seperti memperlakukan terhadap orang kafir atau Ahli Kitab. Contohnya, tidak boleh diberi salam. Alasannya, Rasulullah kalau kirim surat kepada raja-raja kafir salamnya berbunyi: Salaamun ‘alaa man ittaba’al hudaa. Jadi bukan Assalamu’alaikum. Harta, darah, dan kehormatan Muslimin selain golongan mereka dianggap halal, boleh diambil asal jangan ketahuan. Jika ketahuan, maka harus tobat kepada amir. Bukan salah karena mencuri, tetapi kenapa mencuri kok ketahuan. Karena mereka menggambarkan, semua harta yang dimiliki oleh orang di luar jama’ah mereka itu seperti perhiasan yang dipakai oleh harimau, yang sebetulnya harimau itu tidak pantas pakai perhiasan, karena perhiasan itu untuk manusia, maka perhiasan tersebut boleh diambil, dan tidak berdosa, asal jangan sampai diterkam. Ini kebohongan yang sudah luar biasa. Hal itu bisa dibandingkan dengan ajaran yang dilakukan oleh Nabi SAW sebagai berikut: Di Dalam Hadits panjang tentang perjanjian Hudaibiyyah diceritakan oleh Mughiroh bin Syu’bah (sahabat Nabi SAW). Rasulullah waktu itu mengadakan perjanjian, di hadapannya ada Urwah bin Mas’ud sebagai wakil orang kafir, sedang Mughiroh bin Syu’bah berdiri di belakang Rasulullah memakai topi baja, tangan kanannya memegang pedang dan di tangan kirinya memegang sarung pedang. Setiap kali Urwah bin Mas’ud berbicara dia memegang jenggot Rasulullah sebagai rasa hormat. Tiba-tiba Mughiroh berkata: “Tarik tanganmu itu dari jenggot Rasulullah.” Maka Urwah bin Mas’ud berkata: “Siapa kamu?” Maka Mughiroh menjawab: “Mughiroh bin Syu’bah”. Urwah berkata: “Pengkhianat kamu! Bukankah aku sebagai kurban pengkhianatanmu?” Dalam hadits itu diceritakan, bahwa Mughiroh berkafilah bersama orang-orang kafir Makkah. Semua anggota kafilah dibunuh oleh Mughiroh bin Syu’bah dan semua hartanya dijual, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk menyatakan Islam. Maka Rasulullah menjawab: ??? ??????? ?????. ???? ????? ??? ???? ???. “Ammal Islaamu fa aqbalu. Wa ammal maalu falaa haajata lanaa.” “Pernyataan Islammu aku terima, adapun harta itu kami tidak butuh.”[9] Ini menunjukkan bahwa Rasulullah dan para sahabatnya tidak pernah memperoleh harta dengan cara pengkhianatan, kecuali dengan jalan perang, maka yang kalah menjadi rampasan yang menang, sudah menjadi keputusan dari Allah langsung. (lihat QS al-anfaal: 65): ????? ??? ????? ????? ???? “Fakuuluu mimmaa ghonimtum halaalan thoyyibaa;” “ Maka makanlah ghonimah yang kamu dapatkan dari perang dengan halal lagi baik.” Ini diselisihi benar-benar oleh Islam jama’ah/ LDII. Mereka boleh mencuri dan khianat, dan takut berperang melawan orang kafir. Yang dilarang justru dikerjakan, sedang yang disuruh justru ditinggalkan. Bukti-bukti banyak. Yang mencuri dan tertangkap-basah banyak. Dalam hal mempermainkan agama, aliran yang kini bernama LDII itu memang terlalu berani. Contohnya, H Nur Hasan Ubaidah sebagai amir Islam Jama’ah yang kini bernama LDII itu mengimami shalat. Dia beberapa kali mempraktekkan sengaja kentut, memang sengaja dengan ngeden (sengaja dikeraskan) hingga berbunyi “dut!!!” sambil ia menggerakkan pantatnya waktu duduk tahiyyat akhir. Setelah para makmumnya tertawa sehabis shalat, H Nur Hasan justru tertawa senang. Dia bangga dan senang kalau ditertawakan jama’ahnya dalam keadaan seperti itu. Padahal, dia sendiri tahu bahwa hadits tentang bolehnya kentut waktu duduk tahiyyat akhir yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi itu sudah dijelaskan bahwa itu dha’if (lemah). Tetapi oleh H Nur Hasan Ubaidah dipraktekkan dengan sengaja kentut keras-keras seperti itu, lalu tertawa gembira setelah shalat. Ini kan sama dengan “hadits dha’if pun kalau Sang Amir itu memberlakukannya maka dianggap shahih”. Ini ajaran yang jelas-jelas tidak benar, masih disertai dengan tertawa bangga, lagi. Dan itu dilakukan bukan hanya satu kali tapi beberapa kali dan di beberapa tempat di depan jama’ahnya.[10] -------------------------------------------------------------------------------- [1] (HR Abu Dawud). [2] (HR Abu Daud). [3] (HR Al-Bukhari). [4] (HR Ibnu jarir, At-Tirmidzi, dan An-Nasaai.) [5] (HR Al-Bukhari). [6] (Lihat HR Al-Bukhari, bab puasa). [7] (Periwayat, dari Pak Yazid –Pare Jatim—, Pak Abu Bakar Baasyir dari Ngruki Solo, Abdullah Sungkar Solo, juga Kiai Zainuddin Hamidi dari Cilengsi Bogor yang mengadakan ceramah di Gurah Kediri Jawa Timur1990-an). [8] (Cerita tersebut saya –Hasyim Rifai—terima dari Zainuddin Hamidi Cilengsi Bogor). [9] (HR Al-Bukhari, dari riwayat yang panjang). [10] Demikianlah pengalaman KH Hasyim Rifa’i, muballigh Al-Sofwa, Yang tinggal di Kediri Jawa Timur, yang dulunya menjadi da’i Islam Jama’ah (kini namanya LDII) dan berkecimpung di sana 17 tahun, 1966-1983. (KH Hasyim Rifa’i kini menjadi da’i Yayasan Al-Sofwa Jakarta yang bertugas di Kediri Jawa Timur). Pewawancara: H Hartono Ahmad Jaiz Tempat wawancara: Kantor LPPI, Masjid Al-Ihsan Proyek Pasar Rumput Jakarta Selatan. Hari dan tanggal: Malam Sabtu, 6 Dzul Qo’dah 1420H/ 11 Februari 2000M, saat KH Hasyim Rifa’i mau menyampaikan makalahnya dalam seminar tentang kesesatan LDII di Yayasan Pendidikan Sunan Bonang di Komplek Perumahan Dasana Indah dan Bumi Indah Bojongnagka Legok Tangerang Jawa Barat, 12 Februari 2000M. Kasus Memilukan Ummat Islam: Ahmadiyah Sesat Menyesatkan Malah Disambut 1. Peristiwa yang sangat memilukan Ummat Islam telah terjadi di negeri ini, Juni-Juli 2000M. Ahmadiyah yang difatwakan oleh MUI sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan, dan dinyatakan oleh Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam) di Makkah sebagai aliran kafir di luar Islam, justru di Indonesia disambut dengan upacara penting oleh Dawam Rahardjo tokoh ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia), Amien Rais (ketua MPR/ Majelis Permusyawaratan Rakyat), dan Presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Pers pun berubah jadi corong aliran sesat menyesatkan itu. Hingga pers yang sahamnya dari Ummat Islam pun justru seakan memelopori menyebarkan kesesatan itu. Bahkan, ketika dilabrak agar tidak menjadi corong dan penyebar kesesatan pun, ternyata hanya disikapi dengan memuat sekolom kecil berita yang menunjukkan sesatnya Ahmadiyah. Demikian pula sebuah majalah yang dulunya ditokohi oleh Buya Hamka pun kini berbalik memihak pada pemberitaan yang menyambut baik kehadiran imam aliran sesat dan penerus nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad, dengan menyediakan halaman-halamannya untuk memberitakan. Sementara itu sama sekali tidak menaruh perhatian, kecuali sedikit sekali, terhadap berita yang menyuarakan kebenaran, yakni menunjukkan bahwa Ahmadiyah itu sesat dan menyesatkan.. Upaya LPPI dan Dewan Dakwah melawan Ahmadiyah 2. Musibah semacam itu menjadi keprihatinan bagi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI). Sekjen DDII, H Husein Umar menugaskan H Wahid Alwi, sedang Ketua LPPI M Amien Djamaluddin menugaskan Umar Abduh, Hartono Ahmad Jaiz, Jajat Sudrajat, dan Farid Ahmad Okbah untuk menyatakan kepada pers dalam konferensi di kantor DDII Jakarta, Selasa 4 Juli 2000, bahwa Ahmadiyah adalah aliran yang sesat lagi menyesatkan. Nabinya palsu, kitab sucinya bernama Tadzkirah adalah memalsu dan membajak Al-Qur’an; dan tempat hajinya pun bukan di Makkah, sedang sang nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad pun tidak pernah berhaji ke Makkah. Bahkan di dalam kitab suci Ahmadiyah yakni Tadzkirah itu ada wahyu-wahyu suruhan untuk melamar gadis, ternyata ditolak, lalu turun wahyu lagi bahwa beberapa bulan lagi suami dan orang tuanya yang laki-laki akan meninggal, maka jandanya nanti akan jadi isteri Mirza Ghulam Ahmad. Tetapi itu semua tidak terjadi, walau wahyunya tetap diajarkan, sampai nabi palsunya itu sendiri sampai dicabut nyawanya oleh Malaikat Maut. 3. Konferensi pers yang dihadiri wartawan dari 3 stasiun televisi swasta di Indonesia dan 15 wartawan dari media cetak itu menghadirkan pula mantan da’i Ahmadiyah, Ahmad Hariyadi, yang pernah menantang bermubahalah (do’a saling melaknat atas yang berdusta) dengan Khalifah Ahmadiyah Thahir Ahmad dan sampai melabraknya ke London. Kehadiran Ahmad Hariyadi ke konferensi pers itu guna menjelaskan betapa sesatnya aliran Ahmadiyah itu. Dalam konferensi pers itu LPPI membagikan hasil-hasil penelitian tentang sesatnya aliran Ahmadiyah. Kesesatan Ahmadiyah itu telah dibukukan dengan judul Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an. Di samping itu LPPI membagikan slebaran bersisi intisari kesesatan Ahmadiyah, dan siaran pers tentang protes keras atas kehadiran Khalifah Ahmadiyah Thahir Ahmad serta adanya tokoh-tokoh Islam Indonesia yang menerimanya. Masuk ke sarang Ahmadiyah dan ditangkap 4. Sebelum diadakan konferensi pers, LPPI dan Ahmad Hariyadi merencanakan untuk melihat langsung bagaimana keadaan kegiatan Ahmadiyah se-Indonesia di sarangnya, yaitu Kampus Al-Mubarak di Parung Bogor Jawa Barat. Tekad menghadiri upacara Ahmadiyah itu dicanangkan setelah Ahmad Hariyadi yang pernah ditolak ketika ia melabrak Thahir Ahmad ke London ternyata ditolak pula ketika ia masuk ke Hotel Regent di Kuningan Jakarta, Juni 2000, untuk menghadiri dialog antar pakar yang diselenggarakan Ahmadiyah dengan menggunakan forum bernama IFIS yang diketuai M Dawam Rahardjo seorang tokoh ICMI dan Muhammadiyah. Meskipun demikian, Ahmad Hariyadi bertemu dengan bekas-bekas temannya dulu di Ahmadiyah, dan ada semacam perjanjian untuk bisa bertemu lagi. Dari pertemuannya dengan bekas-bekas sesama jama’ah itulah Ahmad Hariyadi bersama 5 orang berangkat ke sarang Ahmadiyah di Parung, Sabtu sore, 1 Juli 2000. Setelah shalat maghrib di Masjid yang tak jauh dari kompleks Ahmadiyah, rombongan Ahmad Hariyadi sampai di kompleks Ahmadiyah di Parung Bogor yang keadaannya sangat ramai dengan mobil yang berderet di sepanjang pinggir jalan, dan ada tempat parkir khusus yang luas agak jauh dari sarangnya. Ketika mobil rombongan Ahmad Hariyadi diparkir di tempat parkir, dan diteliti nomornya oleh petugas Ahmadiyah, dirasa agak kejauhan untuk jalan ke sarang Ahmadiyah, maka mobil dikeluarkan lagi dan mencari tempat parkir yang dekat dengan sarang Ahmadiyah. Lalu Ahmad Hariyadi dan 4 rekannya (tanpa menyertakan sopir) masuk ke pintu gerbang dan dipersilakan oleh penjaganya. Atas pertolongan Allah, 5 orang itu bisa masuk walau tanpa tanda apa-apa, sedang aslinya penjagaan di pintu gerbang itu tampaknya ketat. Rombongan pun berkeliling melihat-lihat keadaan. Di sarang Ahmadiyah itu tampaknya dibuat barak khemah/ tenda di beberapa tempat, sangat luas. Haryadi memperkirakan barak-barak tenda itu mampu menampung 30.000 orang. Rombongan Ahmad Hariyadi pun saat itu potret-potret bersama di lokasi sarang Ahmadiyah. Ketika merasa haus, rombongan Ahmad Hariyadi beli minum di salah satu tempat penjualan, karena di dalam kompleks itu siangnya ada pameran yang menjajakan aneka produk Ahmadiyah. Di situ Ahmad Hariyadi bertemu teman lamanya yang tampak sudah tua, matanya yang satu bijil (cacat tak sempurna melihat). Orang Ahmadiyah yang matanya cacat itu berkata sengit terhadap Ahmad Hariyadi, mempersoalkan kenapa bisa masuk. Jawab Ahmad Hariyadi: “Itu di spanduk-spanduk kan sudah ditulis, “Mencintai semuanya, tak seorang pun yang dibenci”, jadi kami ya masuk.” Lelaki bijil itu dengan keras mengatakan: “Kamu tidak mencintai kami, mana bisa kami mencintai kamu. Untuk semuanya itu kan yang mencintai kami!” Perdebatan kecil itu ditinggalkan, dan rombongan Ahmad Hariyadi masuk ke ruang penerangan da’wah Ahmadiyah. Di sana ada pameran buku-buku Ahmadiyah, siaran televisi Ahmadiyah, dan kliping-klipung koran yang dipampang berderet-deret. Ahmad Hariyadi pun ketemu temannya, sedang rekan-rekan Ahmad Hariyadi melihat-lihat buku, ada pula yang beli. “Di situ ada beberapa wartawan,” kata juru penerangan. Rombongan Ahmad Hariyadi ini lagi asyik-asyiknya di stand penerangan, tiba-tiba serombongan pemuda keamanan Ahmadiyah berjumlah 25-an orang datang dan menangkap Ahmad Hariyadi. “Selamat malam! Anda Bapak Ahmad Hariyadi, kan?! Saya petugas keamanan di sini! Saya polisi masih aktif. Anda saya amankan! Daripada nanti akan terjadi yang tidak diinginkan, anda kami amankan! Ayo datang ke pos keamanan!” kata ketua keamanan yang disebut keamanan senior, Kolonel Polisi Wiwid. “Bapak tahu kalau saya Ahmad Hariyadi dari mana?” “Dari laporan para anak buah. Pokoknya ayo sekarang ke pos keamanan!” Ahmad Hariyadi bersama 4 orang digiring ke pos, diiringi para petugas keamanan Ahmadiyah yang tampaknya makin banyak. Sampai di pos keamanan Ahmadiyah, keadaan makin ramai, rombongan yang ditangkap ini dikerumuni dan diintip oleh ratusan orang Ahmadiyah. Keadaannya jadi sumpek, halaman dan sekitar pos itu penuh orang. Lalu polisi itu menginterogasi. Mula-mula dengan nada tegas sekali. Tetapi setelah dijelaskan bahwa Ahmad Hariyadi ada janji dengan teman-temannya orang Ahmadiyah, maka kemudian anggota keamanan disebar untuk mencari orang-orang yang ingin ditemui Ahmad Hariyadi. Satu persatu pun mereka datang, dan berbicara-bicara dengan Ahmad Hariyadi. Di pos keamanan Ahmadiyah yang dilengkapi dengan aneka perangkat komunikasi termasuk walki tolki itu 5 orang yang ditangkap Ahmadiyah ini disuruh menulis data diri masing-masing dan tujuan masuk ke kawasan itu. 5 Orang itu adalah: Ahmad Hariyadi mantan da’i Ahmadiyah, Hartono Ahmad Jaiz dari LPPI/ Dewan Da’wah, Farid Ahmad Okbah dari LPPI/ Al-Irsyad, dan dua pemuda Persis dari Bekasi. Ahmad Hariyadi pun membagi-bagikan dokumen surat-surat tentang mubahalahnya dengan Thahir Ahmad. Satu persatu teman-teman Ahmad Hariyadi diberi dokumen yang sudah disiapkan, 50 eksemplar. Polisi ketua keamanan pun diberi dokumen itu. Masing-masing yang ditangkap ini berbicara-bicara dengan orang-orang yang datang ke pos atau petugas di pos itu sambil menunggu orang-orang yang akan ditemui Ahmad Hariyadi. Da’i-da’i Ahmadiyah yang kadang sok berbahasa Inggeris terpaksa kalah dalil ketika berbantahan menghadapi 5 orang yang ditangkap ini di pos itu ketika mempermasalhkan tentang ajaran Ahmadiyah. Ada juga yang mengakui terus terang bahwa acara-acara yang diselenggarakan Dawam Raharjo bersama Ahmadiyah itu didanai/ dibiayai oleh Ahmadiyah. Dana itu diperoleh dari Jama’ah, karena setiap jama’ah dipungut iuran seperenambelas dari hasil kekayaan masing-masing perbulan. Setelah pembicaraan di pos itu berlangsung 2,5 jam di malam itu, kira-kira jam 10 malam 4 orang yang ditangkap itu minta pamit pulang ke Jakarta. Sedang Ahmad Hariyadi masih bertahan di sarang Ahmadiyah, dan bertekad untuk menemui Khalifah Ahmadiyah Thahir Ahmad esok pagi, Ahad 2 Juli 2000. Namun rupanya suasana di sarang Ahmadiyah itu makin ramai, karena dokumen mubahalah yang Ahmad Hariyadi bawa dan sebarkan itu beredar luas di sarang Ahmadiyah itu. Terjadilah ketegangan bahwa ini akan mengacaukan suasana. Ahmad Hariyadi harus diperkarakan, menurut banyak orang Ahmadiyah itu. Tetapi ketua keamanan yang polisi itu mengatakan, kalau mau diperkarakan, itu masalahnya apa? Orang dia ini masuk baik-baik, mau menemui teman-temannya, jadi kalau mau diperkarakan itu pasalnya apa? Dan slebaran yang ia sampaikan itu mestinya ya dibaca dulu baik-baik, apa isinya, ucap ketua keamanan yang mengaku masuk Ahmadiyah sudah 10 bulan ini. Ketegangan pun makin tampak memanas, bahkan polisi yang ketua keamanan itu dituduh oleh jemaat Ahmadiyah sebagai orangnya Ahmad Hariyadi. Akhirnya satu jam setelah kepergian 4 orang yang sudah kembali ke Jakarta tersebut, Ahmad Hariyadi “dipaksa” pulang oleh jema’t Ahmadiyah. Tengah malam itu Ahmad Hariyadi diantarkan oleh polisi dan pihak keamanan itu ke terminal Bogor untuk pulang ke Garut. Dari terminal bus Bogor ke Garut itu ditempuh perjalanan bus selama sekitar 6 jam. Jadi Ahmad Hariyadi tidak bisa pula melabrak Thahir Ahmad secara berhadapan muka, walau sudah sampai di sarang Ahmadiyah di Parung. Masa pemerintahan Gus Dur masa berkembangnya aliran-aliran sesat Aliran yang jelas-jelas sesat menyesatkan itu ternyata di masa pemerintahan Gus Dur ini justru bisa menghadirkan dedengkotnya ke Indonesia, yaitu apa yang mereka sebut Khalifah ke-4 atau Imam bernama Tahir Ahmad dari London, Juni 2000M. Bahkan penerus nabi palsu itu diantar oleh Dawam Rahardjo (orang Muhammadiyah) untuk sowan/ datang ke Amien Rais ketua MPR, bekas ketua Muhammadiyah, dan Gus Dur presiden RI, bekas ketua umum NU (Nahdlatul Ulama). Tidak hanya itu, Dawam juga menyelenggarakan acara yang disebut Dialog Pakar Islam, Kamis 29 Juni 2000 di Hotel Regent Jl Rasuna Said Kuningan Jakarta, dengan menghadirkan Tahir Ahmad sang penerus nabi palsu. Acara di hotel mewah dan dihadiri para da’i Ahmadiyah itu diselenggarakan Dawam selaku ketua IFIS (International Forum on Islamic Studies) atas biaya Ahmadiyah, menurut pelacakan Media Dakwah kepada pihak Ahmadiyah. Orang-orang yang didaftar sebagai pembicara selain Dawam Rahardjo sendiri adalah Amien Rais (ketua MPR RI), Tahir Ahmad (penerus nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad), Bahtiar Effendi (dosen IAIN Jakarta), Moeslim Abdurrahman (sosok yang termasuk “pembaharu”/ sekuler model Nurcholish Madjid), Nurcholish Madjid (tokoh sekulerisasi dengan dalih desakralisasi), MM Billah, Azyumardi Azra (Rektor IAIN Jakarta), dan Masdar F Mas’udi (tokoh NU _Nahdlatul Ulama yang menyuarakan agar syari’at berhaji terutama wuquf di Arafah jangan hanya pada bulan Dzul Hijjah, tapi di bulan Syawal dan Dzul Qa’dah pula, agar tidak berdesakan). Sikap Dawam Rahardjo --yang menjadi “Shohibul Hajat” kehadiran penerus nabi palsu Tahir Ahmad—dikemukakan oleh Ahmad Hariyadi kepada pihak LPPI. Ungkap Ahmad Hariyadi: Dawam Rahardjo dengan sikap ketusnya mematikan hand phone (telepon genggam)nya ketika Ahmad Hariyadi menanyakan tentang berkas-berkas surat yang dikirimkan lewat sekretaris Dawam, setelah Ahmad Hariyadi menjelaskan bahwa berkas surat-surat itu adalah mubahalah (do’a laknat) antara Ahmad Hariyadi dengan penerus nabi palsu, Tahir Ahmad. Hand phone Dawam Rahardjo tetap dimatikan setelah itu, sampai beberapa kali dikontak tetap tak bisa, keluh Ahmad Hariyadi yang tampak kesal menghadapi Dawam Rahardjo seorang pendamping utama kehadiran penerus nabi palsu itu. Akhirnya Ahmad Hariyadi datang ke tempat Jalsah kaum sesat menyesatkan itu di Parung Bogor Jawa Barat, dan ternyata di sana kemudian “ditangkap” dan bahkan setelah itu diantar keluar untuk pulang. Sedang polisi ketua keamanan yang bertugas mengamankan Ahmad Hariyadi dalam lokasi itu, justru kemudian dituduh oleh orang-orang Ahmadiyah sebagai orangnya Ahmad Hariyadi, ungkap Ahmad Hariyadi mengisahkan. Yang jadi keprihatinan DDII dan LPPI, dihadirkannya penerus nabi palsu ke Indonesia dan bahkan disambut oleh Dawam Rahardjo, Amien Rais, dan Gus Dur itu akan mengakibatkan kaburnya pandangan Ummat Islam, dianggapnya Ahmadiyah itu ajarannya benar. Padahal sudah jelas sesat menyesatkan, dan bahkan sudah ada contoh nyata dalam sejarah Islam bahwa nabi palsu itu diserbu habis-habisan oleh Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq dengan mengerahkan tentara sangat banyak. Sedang panglima yang dikirim pun Khalid bin Walid sang pedang Allah, setelah Panglima Usamah ternyata kewalahan menghadapi nabi palsu Musailamah al-Kaddzab dan isterinya, Sajah. Setelah tentara Islam pimpinan Khalid bin Walid ini menyerbu Musailamah Al-Kaddzab di Yamamah, maka sang nabi palsu Musailamah terbunuh bersama 10.000 orang murtad. Hingga sejarawan At-Thabari menyebutkan bahwa belum pernah ada perang sedahsyat itu. Lha sekarang kok orang-orang yang mengaku pemimpin Islam malahan menyambut kehadiran penerus nabi palsu. Maka DDII dan LPPI sangat prihatin, dan mengadakan konperensi pers untuk menjelaskan kesesatan-kesesatan Ahmadiyah bikinan nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad, dan sekaligus mengemukakan keprihatinan atas kejadian yang berlangsung itu. Ringkasan kesesatan Ahmadiyah Dari hasil penelitian LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) ditemukan butir-butir kesesatan dan penyimpangan Ahmadiyah ditinjau dari ajaran Islam yang sebenarnya. Butir-butir kesesatan dan penyimpangan itu bisa diringkas sebagai berikut: 1. Ahmadiyah Qadyan berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad dari India itu adalah nabi dan rasul. Siapa saja yang tidak mempercayainya adalah kafir dan murtad. 2. Ahmadiyah Qadyan mempunyai kitab suci sendiri yaitu kitab suci “Tadzkirah”. 3. Kitab suci “Tadzkirah”adalah kumpulan “wahyu” yang diturunkan “Tuhan” kepada “Nabi Mirza Ghulam Ahmad” yang kesuciannya sama dengan Kitab Suci Al-Qur’an dan kitab-kitab suci yang lain seperti; Taurat, Zabur dan Injil, karena sama-sama wahyu dari Tuhan. 4. Orang Ahmadiyah mempunyai tempat suci sendiri untuk melakukan ibadah haji yaitu Rabwah dan Qadyan di India. Mereka mengatakan: “Alangkah celakanya orang yang telah melarang dirinya bersenang-senang dalam Haji Akbar ke Qadyan. Haji ke Makkah tanpa haji ke Qadyan adalah haji yang kering lagi kasar”. Dan selama hidupnya “Nabi” Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah pergi haji ke Makkah. 5. Orang Ahmadiyah mempunyai perhitungan tanggal, bulan dan tahun sendiri. Nama-nama bulan Ahmadiyah adalah: 1. Suluh 2. Tabligh 3. Aman 4. Syahadah 5. Hijrah 6. Ihsan 7. Wafa 8. Zuhur 9. Tabuk 10. Ikha’ 11. Nubuwah 12. Fatah. Sedang tahunnya adalah Hijri Syamsi yang biasa mereka singkat dengan HS. Dan tahun Ahmadiyah saat penelitian ini dibuat 1994M/ 1414H adalah tahun 1373 HS. Kewajiban menggunakan tanggal, bulan, dan tahun Ahmadiyah tersendiri tersebut di atas adalah perintah khalifah Ahmadiyah yang kedua yaitu: Basyiruddin Mahmud Ahmad. 6. Berdasarkan firman “Tuhan” yang diterima oleh “Nabi” dan “Rasul” Ahmadiyah yang terdapat dalam kitab suci “Tadzkirah” yang berbunyi: Artinya: “Dialah Tuhan yang mengutus Rasulnya “Mirza Ghulam Ahmad” dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya atas segala agama-agama semuanya. (kitab suci Tadzkirah hal. 621). Menunjukkan BAHWA AHMADIYAH BUKAN SUATU ALIRAN DALAM ISLAM, TETAPI MERUPAKAN SUATU AGAMA YANG HARUS DIMENANGKAN TERHADAP SEMUA AGAMA-AGAMA LAINNYA TERMASUK AGAMA ISLAM. 7. Secara ringkas, Ahmadiyah mempunyai nabi dan rasul sendiri, kitab suci sendiri, tanggal, bulan dan tahun sendiri, tempat untuk haji sendiri serta khalifah sendiri yang sekarang khalifah yang ke 4 yang bermarkas di London Inggris bernama: Thahir Ahmad. Semua anggota Ahmadiyah di seluruh dunia wajib tunduk dan taat tanpa reserve kepada perintah dia. Orang di luar Ahmadiyah adalah kafir, sedang wanita Ahmadiyah haram dikawini laki-laki di luar Ahmadiyah. Orang yang tidak mau menerima Ahmadiyah tentu mengalami kehancuran. 8. Berdasarkan “ayat-ayat” kitab suci Ahmadiyah “Tadzkirah”. Bahwa tugas dan fungsi Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul yang dijelaskan oleh kitab suci umat Islam Al Qur’an, dibatalkan dan diganti oleh “nabi” orang Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad. Untuk lebih jelasnya, mari kita perhatikan bunyi kitab suci Ahmadiyah “Tadzkirah” yang dikutip di bawah ini: 8.1. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”: Artinya: “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab suci “Tadzkirah” ini dekat dengan Qadian-India. Dan dengan kebenaran kami menurunkannya dan dengan kebenaran dia turun”. (Kitab Suci Tadzkirah hal.637). 8.2. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”: Artinya: ”Katakanlah –wahai Mirza Ghulan Ahmad- “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku”. (Kitab Suci Tadzkirah hal.630) 8.3. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”: Artinya: “Dan kami tidak mengutus engkau –wahai Mirza Ghulam Ahmad- kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”. (Kitab Suci Tadzkirah hal.634) 8.4. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”: Artinya: “Katakan wahai Mirza Ghulam Ahmad” – Se sungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, hanya diberi wahyu kepadaKu”. (Kitab Suci Tadzkirah hal.633). 8.5. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”: Artinya: “Sesungghnya kami telah memberikan kepadamu “wahai Mirza Ghulam Ahmad” kebaikan yang banyak.” (Kitab Suci Tadzkirah hal.652) 8.6. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”: Artinya: “Sesungguhnya kami telah menjadikan engkau -wahai Mirza Ghulam ahmad– imam bagi seluruh manusia”. (Kitab Suci Tadzkirah hal.630 ) 8.7. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah” : Artinya: Oh, Pemimpin sempurna, engkau –wahai Mirza Ghulam Ahmad– seorang dari rasul–rasul, yang menempuh jalan betul, diutus oleh Yang Maha Kuasa, Yang Rahim”. [1] 8.8. Dan masih banyak lagi ayat–ayat kitab suci Al-Qur’an yang dibajaknya. Ayat–ayat kitab suci Ahmadiyah “Tadzkirah” yang dikutip di atas, adalah penodaan dan bajakan–bajakan dari kitab suci Ummat Islam, Al-Qur’an. Sedang Mirza Ghulam Ahmad mengaku pada ummatnya (orang Ahmadiyah), bahwa ayat–ayat tersebut adalah wahyu yang dia terima dari “Tuhannya” di India. Dasar Hukum untuk Pelarangan Ahmadiyah di Indonesia 1. Undang-undang No.5 Th.1969 tentang Pencegahan Penyalah Gunaan dan/atau Penodaan Agama menyebutkan; 1.Pasal 1: Setiap orang dilarang dengan sengaja dimuka umum menceriterakan, menganjurkaan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu : penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. 2.Pasal 4: Pada Kitab Undang–Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sbb. : PASAL 56 a : Dipidana dengan Pidana penjara selama–lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pokoknya bersifat permusuhan. Penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia. (hal. 87-88) 3. Majelis Ulama Indonesia telah memberikan fatwa bahwa ajaran Ahmadiyah Qadyan sesat menyesatkan dan berada di luar Islam. 4. Surat Edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/BA.01/3099 /84 tanggal 20 September 1984, a.l. : 2. Pengkajian terhadap aliran Ahmadiyah menghasilkan bahwa Ahmadiyah Qadyan dianggap menyimpang dari Islam karena mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, sehingga mereka percaya bahwa Nabi Muhammad bukan nabi terakhir. 3. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas kiranya perlu dijaga agar kegiatan jemaat Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Qadyan) tidak menyebarluaskan fahamnya di luar pemeluknya agar tidak menimbulkan keresahan masyarakat beragama dan mengganggu kerukunan kehidupan beragama. Sikap Negara-negara Islam dan Organisasi Islam Internasional terhadap Ahmadiyah 1. Malaysia telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Malaysia sejak tanggal 18 Juni 1975. 2. Brunei Darus Salam juga telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh NegaraBrunei Darus Salam. 3. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah adalah kafir dan tidak boleh pergi haji ke Makkah. 4. Pemerintah Pakistan telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah golongan minoritas non muslim. 5. Rabithah ‘Alam Islamy yang berkedudukan di Makkah telah mengeluarkam fatwa bahwa Ahmadiyah adalah kafir dan keluar dari Islam. Dilindungi sebuah organisasi? Dalam penelitian ditemukan bukti bahwa ada sebuah organisasi yang memang mengakui pihaknya melindungi Ahmadiyah. Apakah itu termasuk dosa-dosa yang kini ditiru dan diteruskan oleh sebagian tokoh organisasi itu atau tidak, belum ada penjelasan resmi. Kami kutip satu bagian pernyataan resmi dari mereka: “Ahmadiyah yang dilindungi oleh Muhammadiyah semenjak datangnya di Yogyakarta sebagaimana yang sudah kami jelaskan dalam pemandangan yang dahulu, akhirnya “bak tanaman memakan pagar”’ tidak menambah baik dan majunya Muhammadiyah akan tetapi malah sebaliknya. Memang maksud dan tujuannya berbeda dengan Muhammadiyah. Kini sudah berpisah jauh-jauh, sehingga Muhammadiyah bertambah teguh tidak bercampur lagi.”[2] Demikian hasil penelitian LPPI, di samping buku khusus tentang sesatnya Ahmadiyah yang diterbitkan oleh lembaga ini, April 2000M, berjudul Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an., setebal 236 halaman. Kalau aliran sesat dan menyesatkan ini dibiarkan, maka akan masuk dan minta jatah ke MUI, ke TVRI, ke RRI, ke lembaga-lembaga lain, dan minta diresmikan pula aneka sarananya, termasuk penyelenggaraan haji bukan ke Makkah, keluh pihak LPPI. # -------------------------------------------------------------------------------- [1] Kitab suci “Tadzkirah”, bagian XCVIV, Majalah Sinar Islam, 1 Nopember 1985 [2] Drs Sukrianta AH, Drs Abdul Munir Mulkhan –penyunting--, Perkembangan Pemikiran Muhammadiyah dari Masa ke Masa, PT Dua Dimensi, Yogyakarta, Cetakan pertama, 1985, bab Perkembangan Agama Islam Pergerakan Muhammadiyah Hindia Timur 1928, halaman 76. Pemurtadan dan Cara Menghadapinya Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nahl/ 16: 106, 107, 108, 109: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran, dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai. Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi.” (terjemah QS An-Nahl/ 16: 106, 107, 108, 109). Al-Hafidh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, Tafsir Al-Qur’anul ‘Adhiem menjelaskan: Allah Ta’ala mengabarkan tentang orang-orang yang kafir kepada-Nya setelah beriman dan mengetahui kebenaran, namun hati mereka memilih kekafiran dan merasa tenang dengan kekafirannya itu. Maka Allah benar-benar marah kepada mereka, karena mereka mengetahui keimanan, kemudian berpaling darinya. Mereka itu akan mendapatkan siksa yang sangat berat di akherat. Karena mereka lebih mementingkan kehidupan dunia daripada akherat. Mereka pun lebih mendahulukan kemurtadan hanya untuk dunia. Allah tidak memberi petunjuk kepada hati mereka, dan tidak meneguhkan mereka pada agama yang benar. Maka Dia mencap hati mereka, sehingga mereka tidak mengetahui sama sekali sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Dan Dia mengunci pendengaran dan penglihatan mereka, sehingga mereka tidak dapat menggunakannya. Mereka adalah orang yang lalai dari apa yang mereka harapkan. “Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi.” Artinya, mereka murugikan diri sendiri dan keluarga mereka pada hari kiamat. “Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman”. Ini adalah pengecualian yaitu orang yang berbuat kafir pakai lisannya, dan menyetujui orang-orang musyrik dalam ucapan secara terpaksa, karena pukulan dan siksaan, sedangkan hatinya menolak apa yang dia ucapkannya itu, dan dia tenang dengan beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Diriwayatkan oleh Al-’Ufi dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ammar bin Yasir, ketika orang-orang musyrik menyiksanya, sehingga dia mengucapkan kata-kata kekafiran terhadap Muhammad saw. Maka dia (Ammar) sama dengan mereka disebabkan itu, secara terpaksa, dan dia datang kepada Nabi saw untuk minta udzur, lalu Allah menurunkan ayat ini. Maka dari itu para ‘ulama sepakat bahwa orang yang dipaksa atas kekafiran, diperbolehkan baginya menerimanya (dengan ucapan lisan saja) untuk mempertahankan perjuangannya. Dan diperbolehkan baginya untuk menolak (kekafiran/ kemusyrikan) sebagaimana Bilal ra menolak ajakan orang-orang Quraisy, padahal mereka melakukan apa saja (siksaan) terhadapnya, bahkan batu besarpun diletakkan di atas dadanya pada saat yang sangat panas (di padang pasir), dan mereka memerintahkannya untuk berbuat musyrik kepada Allah. Bilal pun menolak dengan berkata: Ahad, Ahad (Tuhan yang Maha Esa, Tuhan yang Maha Esa) dan berkata: Demi Allah, seandainya aku mengetahui kalimat yang lebih pedas dari kalimat itu untukmu, tentu aku sudah mengucapkannya. Mudah-mudahan Allah meridhoinya dan membuatnya ridho. Ali ra membakar orang-orang murtad Imam Ahmad berkata, diriwayatkan dari Ikrimah: Sesungguhnya Ali ra membakar beberapa orang yang keluar dari Islam (para pengikut Abdullah bin Saba’, pen). Lalu khabar itu sampai kepada Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas berkata: Kalau aku, tidak akan membakar mereka dengan api. Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Laa tu’adzdzibuu bi’adzaabillaah” (janganlah kamu sekalian menyiksa dengan siksaan Allah), dan aku pernah membunuh mereka (yang murtad) karena sabda Rasulullah saw : “Man baddala diinahu faqtuluuhu” (Barangsiapa mengganti agamanya maka bunuhlah dia)”. Lalu khabar (ucapan Ibnu Abbas) itu sampai kepada Ali ra, maka ia berkata: waih (celaka, tapi ucapan ini tidak dimaksudkan sebagai do’a celaka ataupun kata-kata kasar, hanya ucapan biasa di Arab) ibu Ibnu Abbas.[1] Imam Ahmad juga berkata, dari Abu Bardah, ia berkata: Mu’adz bin Jabal datang kepada Abu Musa di Yaman, maka dia dapati ada orang laki-laki di situ, kemudian Mu’adz berkata: Apa ini? Abu Musa menjawab: Orang ini dulunya beragama Yahudi, kemudian masuk Islam, kemudian kembali ke agama Yahudi lagi, dan kami menginginkannya untuk tetap Islam, sejak (ia katakan, saya kira) dua bulan. Maka Mu’adz berkata: Demi Allah! Saya tidak akan duduk sehingga kamu semua memotong lehernya, maka saya potong lehernya, maka Mu’adz berkata: “Allah dan Rasul-Nya telah memberi keputusan, bahwa sesungguhnya orang yang keluar dari agamanya bunuhlah dia”. Dan riwayat ini dalam Kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim dengan lafadh yang berbeda. Gigihnya Nasrani memurtadkan Muslimin Yang paling afdhal dan mulia, hendaklah seorang Muslim tetap pada agamanya, walaupun dia diancam dengan pembunuhan, seperti yang telah disebutkan oleh Al-Hafidh bin Asakir dalam riwayat hidup Abdullah bin Hudzafah as-Sahmy, salah seorang sahabat Nabi saw: Bahwa sesungguhnya dia ditawan oleh tentara Romawi. Kemudian dia dibawa ke raja mereka, maka berkatalah raja itu: “ Masuklah kamu ke agama Nasrani, aku akan bagikan untukmu sebagian kerajaanku, dan aku nikahkan kamu dengan anak puteriku.” Maka ia (Abdullah bin Hudzafah As-Sahmy) berkata kepada raja itu: “Seandainya kamu memberiku semua yang kamu miliki, dan semua yang dimiliki orang-orang Arab, agar aku keluar dari agama Muhammad saw sekejap mata saja, aku tidak akan melakukannya.” Kemudian raja berkata: “Kalau begitu aku akan membunuhmu!” Maka ia menjawab: Engkau (bisa memilih ini dan) itu. Al-Hafidh (yang meriwayatkan kisah ini) berkata, maka raja memerintahkan agar ia (Abdullah bin Hudzafah As-Sahmy) disalib, dan raja memerintahkan pasukan panah, maka mereka memanahnya dekat kedua tangan dan kedua kakinya, sedangkan raja menawarinya dengan agama Nasrani. Maka ia (Abdullah As-Sahmy) menolak. Kemudian raja memerintahkan agar ia diturunkan. Lalu raja memerintahkan agar didatangkan panci --dalam riwayat lain disebutkan, bejana besar dari tembaga-- kemudian dipanasi, kemudian salah seorang tawanan dari kaum Muslimin didatangkan dan dilemparkan ke dalamnya, ia (Abdullah As-Sahmy) pun melihatnya, maka (Muslim yang dilemparkan ke bejana panas itu kemudian) tinggallah tulang-tulang. Raja tetap menawar Abdullah, dan ia pun menolak. Maka raja memerintahkan agar ia dilemparkan ke dalam bejana itu, akan tetapi diundur sampai esok hari. Lalu menangislah ia (Abdullah As-Sahmy). Maka raja mengira bahwa ada harapan darinya, lalu raja memanggilnya. Maka ia (Abdullah) berkata: “Sesungguhnya aku menangis hanyalah karena menyesali kenapa jiwaku hanya satu, yang akan dilempar ke bejana ini. Dalam waktu sesaat aku akan bertemu Allah, maka aku lebih senang kalau setiap rambut di tubuhku dihitung satu jiwa, yang disiksa dengan siksaan seperti ini dalam rangka memperjuangkan agama Allah.” Dan di sebagian riwayat, bahwa raja memasukkannya dalam penjara, dan tidak memberinya makan dan minum berhari-hari, kemudian ia dikirimi arak (khamr) dan daging babi, namun ia (Abdullah) tidak mau mendekatinya. Kemudian raja memanggilnya, dan bertanya kepadanya: “Apa yang melarangmu untuk makan?” Maka ia (Abdullah) menjawab: “Kalaupun makanan itu telah dibolehkan untukku, akan tetapi aku tidak mau menyenangkan kamu.” Raja berkata kepadanya: “Kalau begitu ciumlah kepalaku, nanti akan aku bebaskan kamu.” Lalu ia (Abdullah) berkata: “Dan kamu juga harus membebaskan tawanan-tawanan Muslim seluruhnya.” Maka raja menjawab: “Ya”. Maka ia (Abdullah) mencium kepala raja, kemudian Abdullah dibebaskan dan juga tawanan-tawanan muslim semuanya. Dan ketika telah pulang (dari Romawi ke Madinah, pen), Umar bin Al-Khatthab berkata: “Setiap Muslim berhak untuk mencium kepala Abdullah bin Hudzafah, dan aku orang yang memulainya, maka dia berdiri dan mencium kepalanya. Mudah-mudahan Allah meridhoi keduanya.[2] Aneh, berkasih-kasihan dengan kafirin, musyrikin, Yahudi, dan Nashrani Dalam sejarah yang otentik/ murni seperti tersebut telah terjadi aneka kekejaman orang-orang kafir, musyrik, Yahudi, dan Nasrani terhadap Muslimin di mana-mana. Sampai-sampai tawanan Muslim dilemparkan ke panggangan api hingga tinggal tulang belulang, dan masih pula untuk menakut-nakuti Muslimin untuk dimurtadkan. Namun anehnya, kini sebagian orang-orang yang mengaku dirinya Muslim, terutama ahli bid’ah, khurofat, takhayyul, perdukunan, dan yang sok modern dengan gaya toleran, humanis, dan bahkan pluralis (emnganggap semua agama sama), mereka itu berjilat-jilatan dengan musyrikin, kafirin, Yahudi, dan Nasrani yang dimurkai Allah, yang sesat, dan bahkan dalam memusuhi Islam mereka jadi komplotan syetan iblis itu. Bahkan yang sangat tidak bisa diterima akal sehat, ada organisasi yang masih berlabel keislaman, sebagian orang-orangnya digerakkan untuk mengabdi jadi centeng (tukang pukul) di gereja-gereja ketika musyrikin dan kafirin --menurut istilah Al-Qur’an-- itu sedang merayakan hari kekafiran dan kemusyrikan mereka. Lalu keadaan yang sangat merugikan Islam itu disorot dan disiarkan pula di televisi. Sehingga, tampak benar hinanya centeng-centeng itu, baik dari segi keduniaan maupun apalagi dari segi aqidah. Tetapi, seolah-olah orang-orang yang keblinger itu justru bangga atas kesesatannya itu. Entah lantaran sudah terkecoh oleh syetan yang berlabel toleransi atau kesatuan dan persatuan atau nasionalisme yang semuanya memusuhi Islam dengan cara mengecilkan dan melangkahi Islam, sehingga pandangan mereka sudah jauh sama sekali dari ajaran Al-Qur’an maupun peristiwa-peristiwa yang dialami muslimin teladan masa lalu. Allah SWT memberikan pelajaran kepada kita, di antaranya dengan ayat-ayat-Nya, di samping tidak sedikit peristiwa-peristiwa nyata. Peristiwa-peristiwa nyata itu ada yang menjadi pelajaran tentang betapa teguhnya keimanan mereka, dan sebaliknya ada pula yang menjadi pelajaran agar sangat dihindari, dan jadi peringatan karena betapa buruknya lakon mereka. Sahabat Nabi saw yang ditawan oleh Raja Nasrani Romawi tersebut betapa teguhnya keimanan yang ada di dalam dadanya. Sebaliknya, peristiwa anak-anak muda di Indonesia dari organisasi Islam tertentu yang menjual dirinya menjadi centeng di gereja-gereja waktu natalan, itu betapa buruknya. Kita tinggal pilih, kebaikan sudah jelas petunjuk-petunjuknya. Sedang kesesatan sudah jelas betapa buruknya, maka wajib dihindari, agar tidak terjerumus ke dalam neraka. Dan lebih buruk lagi kalau sudah lakonnya buruk tetapi ketika diingatkan orang justru marah, mengancam, sesumbar, dan bahkan akan menghabisi orang yang mengingatkan. Itulah yang sudah habis-habisan buruknya. Kalau sekalian murtad, hukumnya adalah bunuh. Tetapi kalau plintat-plintut seperti itu? Ya dibunuh diam-diam, kalau memang merugikan dan merusak Islam serta mengejeknya. Maka semestinya mereka bertobatlah, sebelum ada barisan orang-orang yang berjibaku menghabisinya atau pun Malakul Maut utusan Allah datang membetot nyawa mereka dengan tiba-tiba. -------------------------------------------------------------------------------- [1] (HR Al-Bukhari). [2] (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anul ‘Adhiem, Darul Fikr, Beirut, 1412H/ 1992M, jilid II, halaman 715-716). Kristenisasi Menghina Islam Ketika orde baru pimpinan Soeharto berjaya, banyak pejabat yang tak mau tahu bila diberi tahu tentang kristenisasi dan pemurtadan terjadi di mana-mana di pelosok penjuru Indonesia. Tetapi setelah dikeluarkan buku “Fakta dan Data” (kumpulan laporan dari Majalah Media Dakwah), semua pihak terperangah dan yakin bahwa pihak misionaris zending telah bekerja keras memurtadkan ummat Islam secara membabi buta. Namun keterperangahan atas dimurtadkannya sejumlah ummat Islam di sana-sini itu tidak diikuti dengan kebijakan yang melindungi ummat Islam sepenuhnya. Maka terjadilah pemandangan yang menyakitkan bagi ummat Islam. Tempat-tempat strategis dan pemukiman-pemukiman ummat Islam tahu-tahu bermunculan gereja di tengah-tengahnya. Padahal di sekitarnya adalah penduduk Muslim, dengan adat Islami. Sentimen dan perang batin pun terpendam di hati dengan aneka rasa. Di tengah kemelut jiwa yang melanda dan menekan perasaan ummat Islam itu, malah sering-sering muncul tokoh Islam yang nyeleneh, yang lebih membela orang palangis ketimbang memperhatikan sesama Muslim. Bahkan sang tokoh pembela palangis walau duduk di jam'iyah Islam merasa risih dengan rintihan Muslimin yang disertai bacaan ayat "Walan tardho...": “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS Al-Baqarah: 120). Masih dikumandangkannya ayat walan tardho... oleh para muballigh di mana-mana, lama-lama menjadikan panasnya kuping si pembela palangis itu. Hingga secara resmi dalam muktamar jam'iyah itu di Pesantren Cipasung Jawa Barat 1994, ia (Gus Dur) dengan lantang menentang orang-orang yang menyuarakan ayat walan tardho itu. Sewotnya Gus Dur saat itu dengan cara menyalahkan pemahaman Ummat Islam pada umumnya terhadap ayat tersebut, hingga Gus Dur mengemukakan penafsiran lain. Kata Gus Dur, ayat "Walan tardho" itu hanya terbatas khusus mengenai akidah. Tidak yang lain. Kenapa tidak sekalian dikatakan saja: ayat "walan tardho" itu tidak berlaku, kalau terhadap diri saya. Padahal seandainya dia katakan demikian, justru masalahnya menjadi jelas. Bentrokan Islam-Kristen Tidak berapa lama kemudian, terjadilah keributan di mana-mana antara Islam dan Kristen. Di antaranya ummat Islam dibunuh dan masjid/mushollanya dibakari oleh orang-orang Katolik di Dili Timor Timur 1994, orang-orang Nasrani di Maumere NTT membakari dan berusaha membunuhi ummat Islam pada tahun 1995. Peristiwa di Surabaya dan Situbondo Jawa Timur 1996,Tasikmalaya 1997, Ketapang dan Kupang serta Ambon dan Sambas 1999. (lihat Dialog Jum'at, 6 Agustus 1999). Terakhir sampai bunuh-bunuhan, berulang-ulang kali yaitu di Ambon, sejak Idul Fitri 1419H/ Januari 1999M, diulangi Juli 1999 sampai kini 2001. Di saat ummat Islam sangat prihatin atas gencarnya pemurtadan, sedang jeritan ummat Islam tak digubris itu, justru para pejabat Orde Baru serta para penjilat, banyak yang berpidato membanggakan pancasila saat itu. Kata mereka, bahwa berkat pancasila, maka negeri kita Indonesia walau berbeda-beda agama namun relatif paling aman di dunia. Pemberhalaan pancasila sudah sedemikian rupa saat itu. Di Ambon itu, kata mereka saat itu, masyarakatnya yang Islam membantu pembangunan gereja, sedang yang Kristen pun sebaliknya, membantu pula pembangunan Masjid. Itu berkat pancasila, katanya pula. Sesumbar-sesumbar yang telah dikeluarkan oleh mulut-mulut mereka itu kemudian dibalikkan oleh Allah. Seharusnya, ketika perang agama seperti di Ambon, (diawali oleh penyerangan dari pihak Nasrani terhadap Muslimin pas Idul Fitri 1419H / 19 Januari 1999), mestinya mereka mengumumkan permintaan maaf dan mencabut ucapan-ucapannya yang telah kelewat batas menyanjung pancasila dulu itu. Seharusnya mereka meminta maaf seribu maaf, kemungkinan besar turunnya adzab dengan aneka krisis dan kekacauan di Indonesia itu di antaranya akibat kelancangan mulut-mulut mereka yang telah menyepelekan Allah SWT dan hukum-hukum Nya, diganti dengan berhala bikinan mereka. Namun tidak. Lain lagi ceritanya. Yang dibanggakan kemudian adalah bahwa golongannya merupakan golongan yang lintas agama. Bila yang dibunuhi ummat Islam, maka mereka diam, karena tidak merasa ada kaitan apa-apa. Hanya saja kalau ada orang palangis terbunuh, mereka ikut berteriak, karena sebagai orang yang berfaham lintas agama. Pemurtadan mereka anggap kecil Apalagi hanya kristenisasi, pemurtadan terhadap ummat Islam. Orang yang namanya nyawa muslimin dibantai dengan sepengetahuan mereka pun mereka tidak merasakan apa-apa. Itulah keadaannya. Kata pepatah Arab, mayat itu takkan merasa walau dilukai. Artinya, hati yang sudah mati, yang sudah tidak ada kontak sama sekali dengan Islam, walau Islam dihancurkan, tetap saja mereka tidak merasakan apa-apa, ibarat mayat, sudah. Buku-buku Kristenisasi menghina Nabi dan membohongi Di kala pihak palangis tahu betul bahwa orang-orang yang serakah terhadap jabatan telah jadi mayat-mayat bila di depan agamanya (Islam) alias tidak peduli lagi itu, maka digunakanlah kesempatan yang dianggap baik itu untuk menjerat ummat Islam. Ditulislah buku-buku dan slebaran yang menipu ummat Islam, menghina Islam, tetapi memakai label Islam. Mereka semakin berani melakukan kristenisasi secara terbuka bahkan lebih keji, mereka menggunakan Al-Quran dan Al-Hadits untuk membenarkan ajaran sesat mereka. Tentunya dengan memutar balikkan ajaran Islam, untuk mengelabui Ummat Islam. Gerakan kristenisasi dengan kedok dakwah, ukhuwah dan shirathal mustaqim digencarkan. Gerakan kristenisasi yang licik dan keji itu dikordinasi oleh Yayasan Nehemia yang dipelopori Dr Suradi Ben Abraham, Kholil Dinata, dan Drs Poernama Winangun alias H Amos. Mereka telah mengeluarkan beberapa buku di antaranya: 1. Upacara Jama'ah Haji 2. Ayat-ayat yang Menyelamatkan 3. Isa alaihis salam dalam Pandangan Islam 4. Riwayat Singkat Pusaka Peninggalan Nabi Muhammad saw. 5. Membina Kerukunan Umat Beragama 6. Rahasia Jalan ke Surga 7. Siapakah yang bernama Allah itu? Isi buku-buku dan brosur tersebut sangat menghina Islam, di antaranya: - Upacara Ibadah haji adalah penyembahan berhala tertutup. - Islam agama khusus untuk orang Arab, Al-Quran kitab suci orang Arab, Nabi Muhammad nabi untuk orang Arab yang mengajarkan penyembahan berhala dan tidak akan selamat di akherat. - Tuhan orang Islam adalah batu hitam (hajar aswad). - Waktu shalat sangat kacau dan Al-Quran tidak relevan. - Nabi Muhammad memperkosa gadis di bawah umur. - Al-Quran untuk Iblis, Injil petunjuk bagi umat Islam yang taqwa. - Bapaknya Yesus adalah Allah subhanahu wata'ala. - Semua umat masuk Neraka kecuali umat Kristen. - Nabi Muhammad wafat mewariskan kitab Injil. - Khadijah, isteri Nabi Muhammad beragama Kristen. Itulah di antara tuduhan-tuduhan keji dan kebohongan mereka. Kristenisasi di masa Reformasi ini bukan sekadar pemurtadan secara mempengaruhi, namun sampai menghina dan menodai Islam dengan mencetak buku-buku yang menodai kesucian Islam dan aneka upaya jahat. Bahkan sampai memperkosa wanita untuk kemudian dimurtadkan, seperti yang terjadi di Padang Sumatera Barat. Sanggahan terhadap tuduhan keji Tuduhan keji itu perlu dibuktikan, dan berikut ini kami kutipkan sanggahan seperlunya, untuk menunjukkan betapa licik dan busuknya mereka itu. -- Ibadah haji dituduh sebagai penyembahan berhala tertutup, itu tuduhan keji. Tidak bolehnya orang non Muslim ke Makkah bukan untuk menutupi upacara ibadah haji. Dan ibadah haji itu tidak ada penyembahan berhala seperti dituduhkan H Amos. Namun tidak bolehnya orang non Muslim ke Masjidil Haram itu perintah langsung dari Allah SWT dalam Al-Quranul Kariem: Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini." (QS At-Taubah/ 9: 28). Tuduhan bahwa upacara ibadah haji tertutup, itu juga bertentangan dengan kenyataan, karena ditayangkan pula ke berbagai negara di dunia ini lewat televisi. Terbukti tak ada penyembahan berhala dalam upacara ibadah haji, dan tak tertutup seperti yang dituduhkan dengan keji itu. -- Nabi Muhammad SAW dituduh hanya Rasul untuk bangsa Arab, dan tidak akan selamat di Akherat. Tuduhan itu sangat jahat. Karena Allah telah menegaskan dalam Al-Quran. Artinya: "Dan Kami tiada mengutusmu (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam." (QS Al-Anbiyaa'/ 21: 107). "Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk seluruh manusia sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS Saba'/ 34: 28). "Al-Quran adalah suatu peringatan untuk semesta alam." (QS At-Takwir/ 81: 27, dan Al-Qalam: 52). "Dan Kami turunkan Al-Quran kepadamu (Muhammad) supaya engkau jelaskan kepada umat manusia, apa-apa yang diturunkan kepada mereka, supaya mereka berpikir". QS An-Nahl/ 16: 44). "Muhammad bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS Al-Ahzaab/ 33: 40). -- Tuduhan tentang Nabi Muhammad tidak selamat di akherat maka harus dibacakan shalawat, itu tuduhan keji pula. Bisa diperbandingkan dengan keadaan bahwa bayi yang meninggal dunia keadaannya tanpa ada dosa. Dia pasti selamat, akan masuk surga. Namun bayi yang meninggal itu tetap disholati, dido'akan, dan dikubur sesuai dengan aturan Islam. Tidak seperti penguburan binatang. Orang yang mensholati, mendo'akan, dan menguburkan mayat bayi ini akan mendapatkan pahala Terhadap bayi yang belum berjasa saja harus didoakan, apalagi terhadap seorang Nabi SAW yang telah sangat berjasa bagi umat manusia. Ini sudah pas dari segi ajaran agama maupun akal yang mau menerimanya. --- Tuduhan bahwa Islam mengajarkan penyembahan berhala batu hitam bernama hajar aswad, itu tuduhan yang amat keji dan licik. H Amos memutar balikkan fakta, hajar aswad dianggap sebagai berhala yang disisakan setelah 359 berhala dihancurkan, dengan mengutip hadits Bukhari tanpa disertai teksnya. Ternyata H Amos bohong, karena hajar aswad bukan termasuk berhala. Teks Hadits Bukhari nomor 832, terjemahnya: Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata: "Ketika Rasulullah SAW mula-mula tiba di Makkah, beliau enggan hendak masuk Ka'bah karena di dalamnya banyak patung. Beliau memerintahkan supaya mengeluarkan patung-patung itu dari dalamnya, maka dikeluarkan mereka semuanya termasuk patung Nabi Ibrahim dan Islmail yang sedang memegang azlam (alat untuk mengundi). Melihat itu Rasulullah SAW bersabda: "Terkutuklah yang membuat patung itu! Demi Allah! Sesungguhnya mereka tahu bahwa keduanya tidak pernah melakukan undian dengan azlam, sekali-kali tidak." Kemudian beliau masuk ke dalam Ka'bah, lalu takbir di setiap pojok dan beliau sholat ketika itu di dalamnya." (Shahih Al-Bukhari nomor 832). --- Tuduhan tentang waktu shalat sangat kacau, itu tuduhan sangat mengada-ada. Penuduh membentrokkan ayat-ayat dengan Hadits Bukhari, tanpa mau memahami. QS Al-Israa': 78 dan QS Huud: 114 dibentrokkan dengan Hadits Bukhari nomor 211, lalu dikomentari bahwa yang dipakai Hadits, bukan Al-Quran. Maka dituduh kacau. Padahal, kalau mau memahami, ayat-ayat maupun hadits tersebut semuanya bermakna bahwa shalat wajib adalah 5 waktu sehari semalam, yaitu Shubuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya'. --- Nabi Muhammad dituduh memperkosa gadis di bawah umur, itu tuduhan sangat menghina. Tuduhan itu hanya menunjukkan kebencian yang amat sangat, dan tidak bisa mengemukakan bukti-bukti larangan tentang menikahi gadis dalam batasan umur. Padahal umur 9 tahun seperti Aisyah yang mulai diajak serumah oleh Nabi SAW setelah dinikahi pada umur 6 tahun, itu tidak ada larangan. Sedangkan gadis-gadis Arab pun umur 9 tahun sudah mungkin sekali haid, berarti dewasa. Jadi tuduhan itu hanyalah kebencian yang membabi buta, dan penghinaan yang tiada taranya. Astaghfirullaahal 'adhiem... Tuduhan-tuduhan lainnya seperti tertera di atas nilainya sama saja dengan yang telah disanggah ini; semuanya adalah kebohongan, kebencian, kelicikan, dan penghinaan yang sangat tidak pantas dikemukakan oleh orang yang beradab. Dipotong tangannya, kakinya, dan dicongkel matanya Tingkah jahat orang yang mengaku masuk Islam kemudian menjahati kebaikan Islam pun pernah terjadi di zaman Nabi SAW. Di antara contohnya tercantum dalam Hadits Shohih Al-Bukhari: "Dari Anas RA bahwa orang-orang dari suku 'Urainah tidak betah tinggal di Madinah, maka Rasulullah SAW memberi keringanan (rukhshoh) kepada mereka untuk mendatangi onta sedekah (zakat), lalu mereka minum susunya dan air kencingnya (untuk obat sakit panas, ini menunjukkan air kencing onta tidak najis), lalu mereka membunuh penggembala dan melarikan onta. Maka Rasulullah SAW mengutus (utusan untuk mengejar mereka), lalu (utusan Nabi) mendatangi mereka, lalu (utusan Nabi) memotong tangan dan kaki mereka, dan mereka dicongkel matanya, dan ditinggalkan di daerah bebatuan, mereka menggigit batu (dalam keadaan sangat sengsara, menderita berat)." (hadits shohih Riwayat Imam Al-Bukhari, nomor 1501 bab menggunakan onta zakat dan susunya untuk ibnu sabil, dan nomor 233 kitab thoharoh). Membunuh penggembala dan melarikan onta adalah kejahatan fisik. Sedang menghina Islam, memutarbalikkan pengertian ayat-ayat dan Hadits atas nama Islam padahal demi Kristen adalah jauh lebih jahat ketimbang kejahatan fisik perampok dan pembunuh itu. Sedangkan perampok dan pembunuh itu tadi dibalas dengan pembunuhan pelan-pelan, yaitu tangan mereka dipotong, kaki mereka pun dipotong, sedang matanya pun dicongkel, lalu mereka ditinggalkan di padang bebatuan yang kemungkinan panas terik membakar otak hingga bisa terkena hitstrocke, yaitu strocke karena sengatan matahari, dalam keadaan tiada air dan makanan lagi. Lantas, hukuman apa yang pantas bagi perampok-perampok agama yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani, palangis dengan cara memutarbalikkan ajaran Islam dan menghina Nabi SAW itu? Ramai-ramai menghancurkan Islam Kristenisasi, Orientalisme, dan Penjajahan telah menjadi satu adonan tiga serangkai yang tidak terpisahkan. Masing-masing mempunyai tugas untuk menghancurkan Islam. Kristenisasi bertugas merusak aqidah; Orientalisme memporak-porandakan pemikiran Islam; dan Penjajahan melumpuhkan ummat Islam. Allah SWT memperingatkan dalam Al-Quran: Artinya: “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai." (QS At-Taubah/ 9:32). Tujuan utama missionaris zending adalah menyeret orang-orang Islam ke Kristen. Jika hal itu sulit dilakukan, maka akan dtempuh dengan upaya bagaimana cara mengaburkan pengertian Islam bagi muslimin. Segi politik, missionaris bertindak sebagai antek-antek dan mata-mata penjajah Eropa dan Barat demi merusak kesatuan Islam. Tujuan itu diperjelas oleh Pendeta Simon bahwa missionaris adalah faktor penting sebagai penghancur kekuatan persatuan Ummat Islam. Negara yang pertama kali mengembangkan kristenisasi adalah Belanda, yang pernah menjajah Indonesia dan memecah Jawa menjadi kawasan-kawasan yang dibangun untuk gereja dan sekolahan. Kemudian langkah tersebut diikuti oleh negara Eropa lainnya. Musuh-musuh Islam sangat memperhitungkan kekuatan Islam, melihat pengikut yang demikian cepat bertambah banyak, maka musuh-musuh Islam sangat khawatir. Musuh Islam sangat khawatir kalau ummat Islam menjadi satu di bawah satu kesatuan bendera untuk menuju cita-cita Islam, akan menjadi momok bagi dunia. Hingga sejak menjelang Perang Dunia Kedua, musuh-musuh Islam telah mengkhawatirkan makin bertambahnya penduduk di negera-negara Islam terutama Mesir. Apabila selama 50 tahun tidak dicegah pertumbuhan penduduknya, maka dunia akan dikuasai oleh orang Islam, tulis Paul Schmitz, orang Jerman, dalam bukunya Islam kekuatan Internasional Esok, 1937. Padahal ummat Islam sedunia masih di bawah penjajahan, negera-negara Islam belum merdeka. Namun peringatan agar pertambahan penduduk Muslim dicegah sekuat tenaga karena menjadi ancaman bagi mereka (musuh Islam) itu sudah digemakan. Dan kemudian, ketika negara-negara Islam merdeka, musuh-musuh Islam itu mampu menekan dan mempengaruhi negara-negara Islam untuk menekan pendudunya bahkan memaksa agar melaksanakan keluarga berencana (KB), yang pada hakekatnya adalah pembatasan keluarga, yang hal itu jelas haram menurut Islam. Misi kristenisasi dan penjajahan bertemu di situ, demi melemahkan Islam, memperkecil jumlah ummat Islam. Sehingga walaupun orang-orang Nasrani berteriak lantang bahwa pihak mereka melarang umatnya mengikuti KB (keluarga berencana) pun tak diapa-apakan, bahkan terhadap keturunan Cina, kalau di Indonesia tidak disentuh aturan KB. Karena sasaran utamanya hanyalah mencegah pertumbuhan penduduk Muslim, bukan lainnya. Missionaris, orientalis, dan imperialis bergerak bersama-sama dalam menghancurkan ummat Islam dan memurtadkannya, dengan dalih misi suci, padahal sebenarnya palsu. Yaitu mereka berdalih dengan Injil Matius fasal 28 ayat 18, yang isinya menyuruh pergi ke seluruh bumi untuk menyebarkan ajaran Yesus. Padahal, ayat itu hanya dari Maria Magdalena, yang dia sendiri dalam Injil Matius fasal 8 ayat 2 dijelaskan bahwa Maria Magdalena itu adalah perempuan yang sakit, kemasukan tujuh setan. Ayat yang sumbernya hanya Maria Magdalena itu sendiri bertentangan dengan ayat lain yang justru dikatakan oleh Isa (Yesus) sendiri di hadapan 12 pengikut setianya bahwa kalian jangan masuk ke negeri kafir mana-mana kecuali negeri Bani Israel. Jadi jelas, diutusnya Isa itu hanya untuk kaum Bani Israel. Itu tercantum pula dalam al-Quran. Artinya: “Dan Allah akan mengajarkan kepadanya (Isa AS) Al-Kitab, Hikmah, Taurat, dan Injil. Dan (sebagai) rasul kepada Bani Israel (yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepada kalian dengan membawa suatu tanda (mu'jizat) dari Tuhanmu..." (QS Ali Imran: 48). Meskipun sudah jelas --dari Injil dan Al-Quran-- bahwa Isa itu diutus hanya untuk kaum Bani Israel, namun orang Nasrani yang diwakili oleh para missionaris plus orientalis dan imperialis tetap ngotot mengadakan kristenisasi ke negara-negara Islam jajahan. Lantas antek-antek penjajah yang di Indonesia sering disebut Londo Ireng (Belanda hitam) pun ikut-ikutan ngotot melancarkan kristenisasi. Jadi mereka itu lebih mempercayai Maria Magdalena, perempuan yang dalam Injil Matius fasal 8 ayat 2 disebut sakit dan kemasukan tujuh setan itu daripada mempercayai ucapan Yesus sendiri di depan 12 pengikut setianya (kalau dalam istilah Al-Quran disebut hawaariyyuun alias pengikut setia Nabi Isa AS, seperti halnya pengikut setia yang menyertai Nabi Muhammad SAW disebut sahabat Nabi SAW). Menolak tandatangani pernyataan bersama Kengototan mengikuti ucapan Maria Magdalena wanita kemasukan tujuh setan itupun mereka bawa-bawa, sehingga mereka menolak menandatangani rumusan pernyataan bersama dalam Musyawarah Antar Agama, Kamis 30 November 1967. Pihak Kristen/ Katolik tidak menyetujui klausul yang antara lain: ".....tidak menjadikan ummat telah beragama sebagai sasaran penyebaran agama masing-masing". Padahal tokoh-tokoh agama Islam, Hindu Bali, dan Budha menyetujui hal itu. Namun pihak Kriten dan Katolik tetap ngotot tak menyetujui, dengan alasan Injil Matius fasal 28 ayat 18 yang hanya perkataan Maria Magdalena yang dijelasakan dalam Matius fs 8 ayat 2 bahwa ia adalah perempuan sakit kemasukan 7 setan itu. Memperkosa dan memurtadkan Tidak mengherankan apabila kemudian kristenisasi itu dilakukan dengan cara memperkosa wanita seperti yang terjadi di Padang. Khairiyah Enniswati alias Wawah (17 tahun) pelajar Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2, Gunung Pangilun Padang, adalah korban perkosaan dan pemurtadan. Ia termasuk 500 orang Minang (Sumatera Barat) yang dimurtadkan dari Islam ke Kristen, menurut koran Republika. Gadis berjilbab itu diculik, diperkosa, dan dipaksa keluar dari agamanya lewat misi rahasia yang dijalankan sekelompok orang Kristen. Peristiwanya berawal dari Maret 1998. Suatu hari, Wawah berkenalan dengan Lia, seorang gadis berjilbab. Keakraban pun terjadi karena sama-sama berjilbab. Namun ternyata Lia penganut Kristen Priotestan. Kepada Wawah, ia bercerita betapa indahnya berkelana dalam dunia Protestan. Tak hanya itu, ia juga berkisah tentang dunia seks. Pada kesempatan lain, Lia mengajak Wawah berkeliling kota dan singgah di Gereja Protestan di Jl Bagindo Aziz Chan, Padang. Di sini, keduanya berbaur dengan puluhan jemaah pimpinan Pendeta Willy. Singkat cerita, Wawah dipaksa masuk Kristen, kendati gadis ini menangis dan meronta. Selanjutnya Wawah diserahkan kepada Salmon, seorang Jemaat Gereja yang bekerja di PDAM Padang. Di rumah keluarga Salmon itulah, Wawah juga diperkosa saat Lisa Zuriana, istri Salmon keluar rumah. Lisa Zuriana sendiri adalah warga Tangah Sawah, Bukit Tinggi, asli Minangkabau yang kini memeluk Kristen setelah kawin dengan Salmon. Ia juga bendahara Persatuan Kristen Protestan Sumatera Barat (PKPSB). (Dialog Jum'at, Republika, 6 Agusus 1999). Pentingnya jihad Di sinilah pentingnya seruan jihad dalam Islam yang nilainya sangat tinggi itu. Karena, secara internasional maupun nasional, tidak lain sasaran penghinaan dan pemurtadan adalah Ummat Islam. Padahal, mereka itu secara teori (landasan kristenisasi itu) adalah perkataan wanita kesetanan (kemasukan 7 setan) (lihat Matius fasal 28 ayat 18 dan fasal 8 ayat 2). Dan secara praktek, jelas kriminal, bahkan sampai memperkosa wanita. Di zaman Nabi SAW, ada orang yang baru menawar untuk dibolehkan meniduri perempuan tempat ia menginap saja, karena mengatas namakan adanya kebolehan (berzina) dari Nabi SAW maka kemudian Nabi SAW menyuruh membunuhnya. Dan ketika ia (penipu dan penghina Islam itu) kedapatan telah mati karena digigit ular, lalu lelaki yang menawar berzina (tidak sampai memperkosa) itu kemudian dibakar oleh sahabat utusan Nabi SAW. Lantas, kalau sudah memperkosa masih pula memurtadkan, apakah hukumannya? Dan kaum Salibis, para penyusun buku dan slebaran yang mengatas namakan Islam padahal membohongkan Islam dan bahkan demi pemurtadan agar masuk Kristen, itu hukuman apa yang layak bagi mereka? Mari dibahas dan diaplikasikan, kalau memang kita benar-benar sebagai pengawal agama Islam yang diridhoi Allah SWT ini. (Tulisan ini hasil kerjasama dengan beberapa Ustadz di LPPI. Lihat buku-buku: H Insan LS Mokoginta, Pendeta Menghujat Muallaf Meralat, 1999. Ahmed Deedat, The Choice, 1999. Buku-buku KH Abdullah Wasi'an, buku-buku M Natsir di antaranya Islam dan Kristen di Indonesia). Matinya Fir’aun & Kacaunya Pemikiran Model Bani Israel Allah SWT berfirman dalam Surat Yunus/10: 90, 91, 92: ?????? ...................... 90 ......................... 91 ............... ?????? 92 “Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka; hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus/10: 90,91,92). Allah Ta’ala menyebutkan cara Dia dalam menenggelamkan Fir’aun dan pasukannya, karena sesungguhnya Bani Israil ketika meninggalkan Mesir bersama Nabi Musa AS dikhabarkan berjumlah 600.000 pejuang, selain kelompok pemuda-pemuda. Karena kemarahan Fir’aun terhadap mereka semakin keras, maka Fir’aun mengirim pasukan-pasukan ditambah dengan pasukan-pasukan dan serdadu-serdadu yang jumlahnya sangat banyak. Lalu mereka menyusul Musa dan pasukannya pada waktu mata hari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, pengikut-pengikut Musa berkata: “Sesungguhnya kita akan tersusul.” (QS 26:61). Yaitu ketika mereka telah sampai di pinggir laut, dan Fir’aun di belakang mereka, dan tidak ada waktu lagi bagi kedua pasukan itu kecuali bertempur, dan pengikut-pengikut Nabi Musa AS terus menerus melontarkan pertanyaan: “Bagaimana kami bisa lolos dari kepungan ini?” Maka Nabi Musa berkata: ”Aku disuruh untuk melewatai jalan ini.” “Sekali-kali tidak akan tersusul; Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS 26:62). Jika keadaan sudah sempit, maka ia akan menjadi luas, lalu Allah menyuruh Musa agar dia memukul laut dengan tongkatnya, maka dia segera memukulnya, lalu terbelahlah lautan itu, dan tiap-tiap bagian bagaikan gunung yang besar, maka menjadilah 12 jalan, untuk tiap-tiap satu regu, dan Allah menyuruh angin untuk mengeringkan tanahnya. “Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tak usah takut (akan tenggelam). (QS 20: 77). Dan air terbelah-belah di antara jalan-jalan itu, persis seperti jendela-jendela, agar tiap-tiap kaum dapat melihat kaum yang lainnya, supaya tidak mengira bahwa mereka binasa. Bani Israil telah melewati lautan, dan ketika rombongan terakhir mereka telah keluar dari laut, Fir’aun dan pasukannya telah sampai di tepi laut, di seberang yang lain. Dia bersama 100.000 pasukan, belum lagi pasukan yang belum nampak, ketika dia lihat kejadian itu, dia merasa takut, ingin mundur, gemetar dan memutuskan untuk kembali.Akan tetapi usahanya itu sia-sia, dan tidak ada tempat yang aman baginya. Takdir telah ditentukan, do’a telah dikabulkan. Dan Jibril telah datang dengan menunggang kuda, kemudian dia lewat di samping kuda Fir’aun, dan meringkik kepada kuda itu, dan Jibril memasuki lautan, maka kuda di belakangnya ikut masuk juga, akhirnya Fir’aun bingung tidak bisa menguasai dirinya sendiri, kemudian berusaha menyabarkan menteri-menterinya, dan dia berkata kepada mereka: “Kita lebih berhak dengan lautan daripada Bani Israil”. Maka mereka semua memasuki lautan hingga pasukan terakhir, sedangkan Mikail menggiring mereka hingga tidak tersisa satupun dari mereka. Ketika mereka telah masuk ke dalam laut semuanya, dan yang pertama telah menginginkan untuk keluar dari laut itu, Allah Yang Maha Kuasa menyuruh lautan untuk mengacaukan mereka, maka tidak satupun dari mereka selamat. Ombak memutar balikkan mereka dan bertubi-tubi menghantam Fir’aun, akhirnya dia menemui sekarat kematian. Di saat itu Fir’aun berkata: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah) (QS 10: 90). Maka dia beriman di saat iman sudah tidak bermanfaat lagi: Maka tatkala mereka melihat adzab Kami, mereka berkata, “kami beriman hanya kepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami sekutukan dengan Allah. Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir.” (QS 40:84-85). Maka dari itu Allah Ta’ala berfirman untuk menjawab Fir’aun: “Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dulu” (QS 10:91), maksudnya apakah saat ini kamu berkata, sedangkan kamu telah bermaksiat kepada Allah sebelum ini dalam hal di antara kamu dan Dia. “Dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”, maksudnya di dunia mereka itu telah menyesatkan manusia. Hari kematian mereka (Fir’aun dan wadyabalanya) adalah hari ‘Asyura (10 Muharram), sebagaimana yang diriwayatakan Al-Bukhari dari Ibnu Abbas yang berkata: Rasulullah saw datang ke Madinah, sedangkan orang-orang Yahudi berpuasa, lalu beliau berkata: Hari apa yang kalian berpuasa ini? Maka mereka menjawab, ini adalah hari di mana Musa meraih kemenangan atas Fir’aun. Kemudian Nabi saw bersabda kepada sahabat-sahabatnya: Kamu lebih berhak dengan Musa daripada mereka, maka berpuasalah kamu semua.[1] Ayat selanjutnya, Allah berfirman, yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman yang bagus dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik. Maka mereka tidak berselisih kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memutuskan antara mereka di hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (QS Yunus/ 10:93). Sesudah Allah mengakhiri kisah Fir’aun, maka pada ayat ini Allah menyebutkan riwayat Bani Israil, setibanya mereka pada tempat yang dijanjikan Tuhan. Allah telah menempatkan mereka di negeri yang indah yaitu negeri Palestina. Sebagaimana diterangkan pula dalam ayat yang lain firman Allah di QS Al-A’raaf/7:137. Allah melimpahkan rezki yang baik-baik lagi bermacam-macam kepada Bani Israil. Tetapi kemudian timbul perselisihan yang besar di kalangan mereka sesudah mereka mempelajari kitab Taurat dan memperhatikan hukum-hukum-Nya. Firman Allah: Artinya: Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian yang ada di antara mereka.” (QS Ali Imran/ 3:19). Mereka tidak segan memutar balikkan pengertian ayat dari arti yang sebenarnya. Firman Allah: Artinya: “Yaitu rang-orang Yahudi, mereka merobah perkataan dari tempatnya.” (QS An-Nisaa’/ 4:46).. Mereka itu, akibat kekeliruan berpikir dan menurutkan hawa nafsu, mengutamakan kekafiran daripada keimanan, mendahulukan kejahatan daripada kebaikan.[2] Mengacak-acak agama lewat lembaga resmi Kedhaliman Fir’aun sudah berlalu. Bani Israil tidak menghadapi tekanan lagi. Namun justru mereka mengacak-acak agama dengan memutar balikkan ayat-ayat Allah semau-mau mereka. Agama yang merupakan petunjuk diubah menjadi jalan kesesatan. Hingga terjadi perselisihan-perselisihan hebat. Kejadian yang dialami oleh Bani Israil itu tampaknya kini justru di Indonesia diprogramkan. Diselenggarakanlah pembelajaran 300-an dosen IAIN, sejak 1975 zaman Menteri Agama Mukti Ali sampai kini tahun 2000, yang dinamakan studi Islam ke luar negeri, namun bukan kepada ahlinya, dan bukan kepada ulama shalih yang bermanhaj (metode) shahih/ benar. Tetapi belajar ke negeri kafir (harbi/ musuh) atas nama belajar Islam. Kemudian mereka pulang dengan mengantongi gelar doktor dan mengajar di perguruan-perguruan tinggi Islam dan duduk di lembaga-lembaga strategis. Juga mereka itu berbicara di seminar-seminar, menulis buku, artikel, dan aneka karangan. Tidak jarang mereka mewarisi watak-watak atau sifat-sifat Yahudi yang dijelaskan dalam Al-Qur’an yaitu yuharrifuunal kalima ‘an mawaadhi’ih, merobah perkataan (Allah) dari tempatnya. Akibatnya, masyarakat jadi kacau balau pemahamannya. Apa yang terjadi kemudian? Ternyata program Yahudi itu sangat mengacaukan. Masyarakat awam yang memang kurang tahu tentang Islam menjadi bingung atau membebek saja kepada para perobah makna kalimah Allah itu karena ummat silau terhadap titel dan kepangkatan mereka. Sedang para intelektualnya pun karena rata-rata awam agama maka mereka juga hanya menjadi pembebek dari intelektual Muslim yang tadinya menyusu kepada kafirin harbiyin itu. Sementara itu generasi mahasiswa baik S1, S2, maupun S3 terpaksa dicocok hidungnya untuk mengikuti program-program studi yang mereka canangkan. Maka kaburlah semuanya, paling tidak, Islam di Indonesia ini telah kabur dari segi manhajnya. Kalau tidak percaya, bisa kita buktikan ketika mereka berbicara di seminar-seminar, menulis di media-media massa, dan buku-buku karangan mereka. Ketika penulis menjadi salah satu pengoreksi naskah-naskah lomba khutbah tingkat nasional yang diadakan oleh lembaga Islam di Jakarta dan Surabaya tahun 1421H, ternyata tulisan-tulisan dari sarjana-sarjana keluaran IAIN (Institut Agama Islam Negeri) baik doktornya maupun S1 nya rata-rata bisa diambil kesimpulan manhajnya tidak jelas. Padahal dalam Islam, setiap ilmu itu manhajnya jelas, dan apabila ada perbedaan pendapat maka bisa dilacak mana yang paling rojih/ kuat. Atau kalau ada yang sama-sama kuat argumentasinya maka bisa diketahui pula bahwa itu dua-duanya kuat hujjahnya. Namun tampaknya kini telah dibangun manhaj (metode) amburadul dan tidak jelas oleh orang-orang yang tadinya menyusu ke kafirin harbiyin. Sehingga, jangan heran kalau mereka melontarkan kata-kata dalam membela pendapat yang nyeleneh cukup dengan ungkapan: “Ini dikatakan tidak sesuai, itu menurut tafsiran siapa?” Seolah-olah mereka mengatakan, Al-Qur’an itu boleh saja ditafsirkan menurut siapa saja. Itulah bukti keamburadulannya. Jadi kekacauan dan keterpecah belahan Bani Israil yang sudah nyata terjadi itu justru kini dikembang biakkan. Disemaikan untuk ditumbuh suburkan. Agar Islam runtuh seruntuh-runtuhnya, dan ummatnya tercerai berai sejadi-jadinya. Maka sebelum terlambat, mesti diadakan perombakan sistem pendidikan Islam di Indonesia ini, diganti dengan manhaj yang Islami, sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah Islamiyah. Bukan seperti sekarang yang menuju kepada Yahudinisasi alias pecah belah tak keruan, menuju kepada kesesatan. Masih tidak percaya? Mana ada di dunia ini selain Indonesia, orang yang termasuk anggota Dewan Fatwa majelis Ulama, yaitu Masdar F Mas’udi (alumni IAIN), yang memfatwakan agar waktu haji itu diperlebar tidak hanya seperti yang telah dicontohkan Nabi SAW. Mana ada selain di Indonesia, perempuan yang mengaku dirinya Imam Mahdi, yaitu Lia Aminuddin, yang malahan diundang ke lingkungan IAIN Jakarta untuk berbicara mendukung faham reinkarnasi yang ditulis dalam buku Anand Krishna dan diamini pula oleh beberapa doktor di IAIN Jakarta dan Yayasan Paramadina bahwa reinkarnasi itu benar. Dan masih banyak kejadian aneh lainnya, di samping faham-faham dan aliran sesat yang justru mereka dukung dengan aneka cara. Memerangi orang murtad dengan sebutan perang riddah telah dicontohkan secara nyata oleh Khalifah Abu Bakar. Maka memerangi pemurtadan --yang dilancarkan dengan penyesatan-penyesatan yang kini justru diprogramkan secara sistematis itu-- mesti dilaksanakan pula. Agar ummat Islam tidak disesatkan dan dimurtadkan oleh pikiran-pikiran aneh mereka. -------------------------------------------------------------------------------- [1] Demikianlah kisah tenggelamnya Fir’aun yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, dan uraian tersebut menurut tafsir Ibnu Katsir. [2] (Lihat Al-Qur’an dan Tafsirnya, Depag RI, juz 11, hal 444). Membentengi Ummat dari Sekulerisasi dan Penyimpangan Pemikiran Di dalam sebuah Hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud diriwayatkan: ?? ????? ?? ????? ??? ???? ??? ???: ??? ????? ?????? ???? ???? ? ? ?? ????? ???? ????? ?? ???? ????? ?? ?????? ????? ?? ???? ????? ??? ??? ?? ?????? ???? ?????? ???? ???? ????? ??? ??? ??? ????? ?? ??? ???: ???? ???? ??? . ???: ??? ????? ???: ??? ????? ???? ????.—??? ?????: ??? ?????? ???? ???? ?????? ???? ????.-- ???? ???? ?????. ???: ??? ??? ???? ????? ?? ??? ???: ???? ???? ??? ????? ????? ?? ?????? ????? ????? ????. ???: ?? ???? ????? ???? ???. ???: ?? ?? ?????? ???????? ????????. ???: ??? ?????? ?? ?????? ???? ???: ???? ????? ???????? ???????. ???: ??? ?? ??? ??? ????? ??? ????? ???: ?????? ??? ????? ???? ??? ?? ??? ???? ???? ??? ????? ????? ???? ??? ???. (???? ???????). Artinya: Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra, ia berkata; “Adalah orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw dari hal kebaikan, tetapi aku bertanya kepadanya dari hal kejahatan, --karena— khawatir apabila kejahatan itu akan menjangkauku, maka aku berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya kami dulu dalam kejahiliyahan dan keburukan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan ini (iman-Islam) kepada kami, maka apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?” Beliau bersabda: “Ya, “ Aku bertanya: “Dan apakah setelah keburukan itu ada kebaikan (lagi)?” Beliau menjawab: “Ya, dan di dalamnya ada kekeruhan.” Aku bertanya: “Dan apa kekeruhannya?” Beliau menjawab: “Suatu kaum yang mengambil petunjuk kepada selain petunjukku.”—Dan ada suatu riwayat—Suatu kaum yang mengambil sunnah/ perbuatan kepada selain sunnahku dan mengambil petunjuk kepada selain petunjukku--. Engkau kenal mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya: “Maka apakah setelah kebaikan itu ada keburukan (lagi)?” Beliau menjawab: “Ya. Juru-juru da’wah/ penyeru-penyeru ada di atas pintu-pintu jahannam, barangsiapa yang menjawab seruan mereka itu, maka mereka lemparkan dia ke dalam jahannam.” Aku berkata: “Ya Rasulallah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Beliau menjawab: “Mereka itu dari kulit kita dan mereka berbicara dengan bahasa-bahasa kita.” Aku bertanya: “Maka apa yang engkau perintahkan kepadaku apabila aku menjumpai yang demikian itu?” Beliau bersabda: “Kamu tetaplah berada di jama’ah muslimin dan imamnya.” Aku bertanya: “Apabila mereka (Muslimin) tidak memiliki jama’ah dan tidak punya imam?” Beliau bersabda: “Maka kamu singkirilah kelompok-kelompok (firqah-firqah) itu seluruhnya walau kamu (harus) menggigit akar pohon sampai kamu menemui kematian dan kamu (tetap) atas yang demikian itu.”[1] Dari hadits yang panjang itu, Prof Ahmad Muhammad Jamal (almarhum) guru besar kebudayaan Islam pada Universitas Ummul Qura Makkah, mengutip sebagiannya, untuk dijadikan landasan dalam pendahuluan kitabnya yang berjudul Muftaroyaat 'alal Islaam (Kebohongan-kebohongan terhadap Islam) yang diIndonesiakan menjadi Membuka Tabir Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam. Potongan Hadits yang ia kutip adalah: Bahwa sahabat Hudzaifah ibnu Al-Yamani pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: "Wahai Rasulullah, apakah sesudah kebaikan ini akan ada masa keburukan?" Jawab Rasulullah: "Ya., yaitu munculnya kaum yang mengajak orang lain ke neraka jahannam. Barangsiapa memenuhi ajakannya berarti telah menyiapkan dirinya untuk masuk neraka." Aku berkata: "Terangkanlah ciri-ciri mereka itu, wahai Rasulullah!" Jawab Rasul, "Kulit mereka sama dengan kulit kita dan mereka bicara dengan bahasa kita." Beliau mengemukakan Hadits tersebut, karena menyesalkan sekali adanya orang-orang yang bersikap kebarat-baratan justru dari kalangan kita sendiri, warna kulitnya sejenis dengan kita, bahasanya sama dengan kita, bahkan semboyannya pun seperti semboyan kita. Namun mereka membelakangi sumber-sumber ajaran Islam berupa Al-Quran, Hadits, dan Sejarah Islam. Sebaliknya mereka hadapkan wajah dan hati mereka kepada sumber-sumber Barat. Kemudian mereka menuduh dan membohongkan Islam seperti yang diperbuat orang Barat. Menurut Syeikh Ahmad Jamal, pengaruh itu masuk ke orang Islam lantaran salah satu dari 3 hal: 1. Karena mereka belajar di perguruan tinggi Barat, Eropa atau Amerika. 2. Karena mereka belajar di bawah asuhan orang-orang Barat di perguruan tinggi di dalam negeri mereka sendiri, atau 3. Karena mereka hanya membaca sumber-sumber dari Barat di luar tempat-tempat pendidikan formal dengan mengenyampingkan sumber-sumber Islami, karena tidak tahu atau karena ingin menyombongkan diri, yakni menganggap remeh terhadap sumber-sumber Islam. Kalau sudah demikian, tanggung jawab siapa? Kembali Syeikh Ahmad Jamal mengulasnya, bahwa itu adalah tenggung jawab kita --ummat Islam-- juga. Kenapa? Karena, kitalah yang mengirim mereka ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Barat dengan aneka alasan. Pengiriman mahasiswa itu tanpa membekali antisipasi untuk mencegah keraguan-raguan yang ditanamkan guru-guru Barat, dan kita tidak menyediakan untuk mahasiswa itu citra dan syiar Islam serta bentuk rumah tangga dan negara yang benar-benar Islami. Hingga kita tidak bisa meluruskan mereka ketika bengkok. "Ya, kita mengirim mereka ke perguruan-perguruan Barat, namun kita tidak membangun rumah Islam buat mereka yang dapat melindungi mereka dari panah dan hembusan beracun orang-orang Barat." tulis Ahmad Muhammad Jamal. Dengan tandas, Ustadz itu mengemukakan bahwa di samping bahaya tersebut, masih pula kita mendatangkan tenaga-tenaga pengajar dari Barat untuk memberikan pelajaran di perguruan-perguruan dan universitas-universitas kita. Dapat dipastikan, tenaga-tenaga Barat itu menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka sebagaimana yang dilakukan rekan-rekan mereka di negara Barat, yaitu meracuni dan menimbulkan rasa antipati terhadap Islam. Faktor-faktor itu masih pula ditambah dengan kesalahan kita yaitu membuka pintu lebar-lebar untuk penyebaran kebudayaan Barat, sehingga orang kita begitu saja membenarkan apa-apa yang datang dari Barat dan menerimanya bula-bulat. Akibat dari itu semua, Ustadz Ahmad Muhammad Jamal (68th) yang wafat di Kairo Mesir pada Hari Arafah 1413H itu mengemukakan peringatan yang cukup tandas: "Dengan terjadinya hal-hal semacam itu maka juru da'wah Islam hanya dapat berteriak di lembah sunyi dan di padang yang lengang, bahkan mereka hanya dapat membacakan do'a kepada ahli kubur. Hanya sedikit pemuda Muslim yang diselamatkan oleh Allah. Yang sedikit inipun selalu dihalang-halangi kelompok jahat yang mayoritas itu dengan berbagai jalan. Setiap orang beriman ditekan, diintimidasi dan dirintangi dari menjalankan agama Alah." Menghancurkan Hukum Islam dan sistem Islam Upaya Barat untuk menghancurkan Islam --setelah selama 6 abad orang Barat belajar kepada kaum Muslimin-- mula-mula yang dihancurkan adalah hukum Islam. Hukum atau syari'at Islam telah berlangsung dan diterapkan sejak kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sampai berkembangnya Islam ke berbagai negara di zaman kekhalifahan ataupun kesultanan. Pada masa pemekaran Islam ke berbagai negara pada abad ketujuh, delapan, dan kesembilan Masehi, Hukum Positif Romawi mulai jatuh dan dilupakan orang, sejak munculnya Justinius pada abad keenam Masehi. Hukum positif itu tidak bisa diberlakukan lagi berabad-abad, kecuali pada abad ke sebelas oleh seorang murid yang sempat belajar hukum Islam di Andalus, yaitu Paus Jerbart seorang Prancis yang dikenal dengan nama Silvestre II (1024M). Ia menjadi murid orang-orang Islam Andalusia abad 11, kemudian kembali ke Prancis dan mengkaji hukum positif Romawi dengan memasukkan unsur-unsur syari'at Islam yang telah ia terima. Tetapi Paus Silvestre dan lainnya tidak berani mempublikasikan ajaran yang membawa pengaruh syari'at Islam itu di depan Gereja. Kemudian hukum positif Romawi yang dibawa oleh Paus dapat diterima oleh Gereja sebagai perkembangan hukum yang terselubung. [2] Pada periode berikutnya, hukum Islam yang telah diberlakukan di berbagai negeri itu kemudian dipreteli (dilepas) diganti dengan hukum positif. Di saat hampir saja Inggris menduduki India (plus Pakistan dan Bangladesh) tahun 1791, Inggris sudah mengadakan gerakan untuk membatalkan syari'at Islam, kemudian orang Islam di sana mulai didesak untuk meninggalkan ajarannya dan menjalankan hukum mereka. Terjepitlah syari'at Islam pada saat itu, dan perstiwa inilah sebagai awal kemerosotan dunia Islam secara umum. Di belahan lain di Mesir, berlangsung pula revolusi Prancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte hingga tahun 1798. Tiga tahun setelahnya (1801M) mereka keluar dari Mesir setelah di belakang mereka telah disiapkan adanya sejumlah pendukung, percetakan-percetakan dan pemuka-pemukanya termasuk para pemikirnya yang nantinya siap untuk menghembuskan pergolakan pemikiran yang "cemerlang", seperti Muhammad Ali Basya yang menjadi agen Prancis dan mendapat dukungan dari semua warganya kecuali Raja Fuad (rahimahullah) hingga akhirnya Mesir menjadi negara bagian dari Eropa. Gerakan mereka tidak lain hanyalah perlawanan terhadap kaum Muslimin di Jazirah Arab dan sebagai barisan oposisi gerakan pembaharuan Wahabi. Adapun dengan Inggris dan Prancis mereka adalah agen-agennya, baik secara moral maupun intelektual. Di kalangan warga negaranya, Muhammad Ali Basya mewajibkan mereka untuk melaksanakan hukum Prancis pada th 1883, di Mesir. Dan ia mendirikan Mahkamah National sesuai dengan hukum Prancis. Tetapi setelah ia merasakan bahwa hukum itu kurang efektif dicabutlah dan diganti dengan hukum Belgia pada tahun 1887, dan setelah ia merasakan bahwa hal itu juga kurang efektif dicabutnya lagi dan diganti dengan hukum Itali pada tahun 1899, begitu seterusnya hingga dibentuk hukum positif Inggris yang berlaku untuk orang-orang Muslim India dan Sudan. Dan itulah yang menjadi hukum permanen di Mesir sebagaimana juga di empat bagian negara Eropa lainnya. Akan tetapi setelah Britania (Inggris) mulai melemah di Mesir, ditetapkan hukum Eropa di setiap lembaga pemerintahan di sana. Kemudian pengaruh-pengaruh Barat menyeruak ke seluruh daerah-daerah besar lainnya sampai di Turki Utsmani. Bangkitlah Kamal Ataturk pada tahun 1924M dan meruntuhkan kekhalifahan dan ia mengeluarkan momentum untuk menghapus Islam dengan segala bentuknya dan menegaskan agar seluruh manusia dapat meninggalkan aqidah dan syari'ah Islam. Di sisi pemikiran lain, muncul dari kelompok mereka, Syeikh Ali Abdul Razik (Mesir), ia termasuk barisan partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin dan pernah meninggalkan Hizbul Ummah (partai Inggris). Ia mempromosikan bukunya Al-Islam wa Ushulul Hukmi. [3] Penyelewengan pemikiran dalam buku Ali Abdul Raziq di antaranya: 1. Bahwa Syeikh Ali telah menjadikan syari'at Islam sebagai syari'at rohani semata-mata, tidak ada hubungannya dengan pemerintah dan pelaksanaan hukum dalam urusan duniawi. 2. Berkenaan dengan anggapannya bahwa agama tidak melarang perang jihad Nabi saw. demi mendapatkan kerajaan, bukan dalam rangka fi sabilillah, dan bukan untuk menyampaikan da'wah kepada seluruh alam. Dia (Ali Abdul Raziq) menulis: ". dan jelaslah sejak pertama bahwa jihad itu tidak semata-mata untuk da'wah agama dan tidak untuk menganjurkan orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." 3. Bahwa tatanan hukum di zaman Nabi saw. tidak jelas, meragukan, tidak stabil, tidak sempurna dan menimbulkan berbagai tanda tanya. Katanya: "Sebenarnya kewalian Muhammad saw. atas segenap kaum mu'minin itu ialah wilayah risalah, tidak bercampur sedikitpun dengan hukum pemerintahan." Menurut sidang para ulama Al-Azhar yang menghakimi Syeikh Ali Abdul Raziq, cara yang ditempuh Syeikh Ali itu berbahaya, karena ia ingin melucuti Nabi saw. dari hukum pemerintahan. Sudah tentu anggapan Syeikh Ali itu bertentangan dengan bunyi tegas Al-Quranul Kariem yang menyatakan: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan (membawa) kebenaran, supaya engkau menghukum antara manusia dengan apa yang diperlihatkan (diturunkan) Allah kepadamu itu." (An-Nisaa': 105). 4. Berkenaan dengan anggapannya bahwa tugas Nabi hanya menyampaikan syari'at lepas dari hukum pemerintahan dan pelaksanaannya. Kalau anggapan itu benar tentunya ia merupakan penolakan terhadap semua ayat-ayat tentang pemerintahan hukum yang banyak terdapat di Al-Quran. Dan bertentangan juga dengan Sunnah Rasul saw. yang jelas dan tegas. Masih banyak lagi penyimpangan pemikiran Ali Abdul Raziq, hingga ia diputuskan oleh forum alim ulama Al-Azhar dengan memecatnya dan mengeluarkan dari barisan ulama al-Azhar. Keputusan pemecatan itu dikeluarkan dalam persidangan terhadap Syeikh Ali Abdul Raziq yang dipimpin Abul Fadhal Al-Jizawi dengan anggota 24 ulama Al-Azhar tanggal 22 Muharram1344H/ 12 Agustus 1925M. Ternyata harian "Leverpool Post" dari Inggris mengungkapkan keburukan dan kejahatan yang diatur oleh penjajah Inggris, dengan menggunakan Ali Abdul Raziq sebagai alat pelaksanaannya, dibantu oleh segerombolan orang dari Partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin. Berita itu dimuat 13 Agustus 1925.[4] Ummat kebingungan Sejak terjadinya pemisahan antara penguasa dengan sumber-sumber hukum Islam di kalangan ummat Islam, di mana manusia merasa kebingungan karena diombang-ambingkan oleh hawa nafsunya; para ulama pun sudah tak mau peduli. Masing-masing sudah sibuk dengan urusannya sendiri dan mereka pandang itulah yang lebih aman dan selamat. Ketika terjadi kebangkitan Eropa baru, kondisi ummat sama sekali sudah tidak memiliki unsur-unsur kekuatan yang hakiki. Sebut saja akidahnya lemah dan tidak jelas lagi arahnya. Keyakinannya tidak mantap, akhlaqnya merosot, komitmennya hampir tak ada sama sekali. Pemikirannya jumud (beku), ijtihadnya macet total, kefaqihannya (kefahamannnya terhadap Islam) hilang, bid'ah merajalela, sunnah sudah diabaikan, kesadarannya menipis, sampai-sampai yang namanya ummat tidak seperti ummat lagi. Maka orang Barat mengeksploitasi kesempatan tersebut dengan menjajah dan menguasai berbagai negeri dan menghabisi sisa-sisa unsur kekuatan pribadi ummat sampai keadaannya seperti apa yang kita rasakan sekarang. Penuh kehinaan tanpa memiliki wibawa sama sekali. Segala urusan kita berada di tangan musuh, dan nasib kita ditentukan oleh mereka para penjajah itu. Akhirnya kita minta bantuan kepada mereka untuk menyelesaikan segala problem yang timbulnya dari pribadi kita sendiri. [5] Para penjajah benar-benar memahami karakteristik ummat yang dijajahnya (yang keadaannya telah carut marut itu). Mereka memfokuskan perhatian pada pembentukan program pengajaran dan lembaga-lembaganya, dengan harapan dapat mengubah pemikiran-pemikiran kaum Muslimin sehingga siap untuk menerima pemikiran-pemikiran alam baru dan berusaha menyelaraskannya. Para penjajah kafir tersebut beranggapan bahwa penerimaan kaum Muslimin terhadap realitas yang baru dapat mendorong mereka untuk mencapai kemajuan. Hal itu mereka analogikan pada negara-negara Eropa yang tidak merencanakan programnya yang benar-benar mantap untuk mencapai suatu peradaban kecuali setelah melepaskan agamanya dan bebas dari belenggu gereja. Menurut mereka, semua agama hanya merupakan lembaga serta penghalang untuk mencapai tujuan. Allah SWT berfirman: ???? .......... ??? ???? "Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecualidusta." (Al-Kahfi: 5). Tuduhan-tuduhan mereka itu memang benar untuk agama mereka, namun sangat jauh untuk dikatakan benar terhadap dien Al-Islam. Karena, dengan Islam itu Allah menghendaki agar manusia hidup bahagia dan terwujud segala keinginannya.[6] Penjajah menekan sistem pengajaran Islam Dalam rangka usaha untuk memisahkan ummat dari eksistensi dan kehidupannya yang Islami, para penjajah kafir melakukan tekanan-tekanan dan hambatan terhadap sistem pengajaran Islam. Mereka juga menghembuskan pemikiran-pemikiran yang dapat merendahkan kedudukan dan menghina pelajar-pelajaran Islam. Sebagai kebalikannya, mereka memperhatikan dan membantu murid-murid yang memasuki sekolah-sekolah baru tempat pendidikan mereka (penjajah). Di hadapan mereka dihadapkan pintu masa depan yang gilang-gemilang dan akhirnya posisi kepemimpinan ummat menjadi tergantung kepada mereka (yang diasuh penjajah itu, pen). Begitulah tekanan-tekanan yang dilancarkan terhadap sistem pendidikan Islam dan bahasa Arab. Semua jalan yang menuju ke sana tertutup rapat. Murid-murid yang tetap tekun hanyalah sebagian kecil saja. Biasanya mereka banyak menghadapi tekanan tekanan yang seringkali mengakibatkan mereka berhenti dan macet di tengah jalan. Kalau tidak, maka mereka dihadapkan pada perlakuan yang berbeda, dengan para lulusan sekolah mereka (penjajah).[7] Sistem itu masih dilanjutkan pula oleh pemerintahan baru setelah lepas dari jajahan. Walaupun para pemegang tampuk pemerintahan (baru yang sudah merdeka) mengaku dirinya Muslim, namun cara-cara penjajah tetap diterapkan bahkan lebih intensip. Baik itu mengenai sistem hukum/ peradilan dan pemerintahan, maupun sistem pendidikan dan penerimaan pegawai. Istilah lokal Jawa, Londo Ireng (Belanda Hitam alias pribumi, namun kejamnya dan liciknya dalam penerapan kekafiran lebih Belanda /lebih menjajah dibanding Belanda penjajah). Akibatnya, di samping yang mendapatkan kesempatan memimpin itu orang-orang yang tidak tahu Islam karena pendidikannya ala kafirin, masih pula sikap mereka pun sudah menjadi orang yang sekuler tulen, dalam bentuk keturunan orang Islam. Pola pikirnya sekuler, gaya hidupnya sekuler, pergaulan hidupnya sekuler, penerapan hukum dan pembelaannya ke arah sekuler, anti Islam. Membentengi ummat dari sekulerisasi dan penyimpangan pemikiran Tiba gilirannya, kita harus memikirkan, bagaimana membentengi ummat dari penyimpangan pemikiran, dari sekulerisasi dan penjerumusan ke arah kekafiran yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam secara beramai-ramai, walau mereka ada yang mengaku dirinya Muslim. Ibarat satu kampung, keadaannya sudah ditenggelamkan dalam air seperti kampung-kampung di sekitar Waduk Kedung Ombo di Sragen-Boyolali Jawa Tengah di saat ada pemaksaan dari pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun (1966-1997) pimpinan Soeharto tempo hari. Hanya saja penenggelaman dalam pembahasan ini adalah dari segi sistem hukum, sistem pendidikan, dan kebijakan-kebijakan yang menyingkirkan Islam. Maka yang masih tersisa tinggallah yang diselamatkan oleh Allah SWT. Setelah tenggelam dalam pola pikir yang sekuler, yang tak Islami, lalu harus dibentengi dengan cara bagaimana? Secara teori, kita harus menyingkirkan segala pemikiran yang tak sesuai dengan Islam. Ibarat air yang telah menggenangi, maka harus ditawu, dipompa untuk dibuang, dan dikuras. Jadi pola pikir sekuler itu harus dikikis, bahkan diperangi agar terkikis habis. Setelah itu diisi dengan pola pikir yang Islami. Caranya? Secara teori, sistem hukum dan sistem pendidikan harus dikembalikan ke Islam. Caranya? Para pemegang kekuasaan bidang hukum dan pendidikan terdiri dari orang-orang yang berpola pikir Islami. Tetapi itu hanya bisa ditempuh bila pemegang kendali kekuasaan adalah orang-orang yang berpola pikir Islami. Untuk mencapai itu, mesti diadakan pendidikan yang intensip, yang secara herargis mencapai tingkatan sampai tinggi dan tetap punya komitmen yang tinggi terhadap pola pemikiran yang Islami. Bukankah nantinya tetap kalah dalam bersaing, karena sistemnya tidak memungkinkan untuk merebut pasar kedudukan? Di balik upaya manusia, dalam menegakkan kebenaran ini ada dukungan Allah SWT. ????? ????? ????? ?? ?????? ???? ?????? ????? ???????. "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS Muhammad/ 47:7). Itu jaminan Allah SWT. Di balik itu pula, Nabi SAW bersabda : ?????? ??? ??????? ???? ???? ????? ?????? ???? ???? ????? ????? ????? ?????? ???? ????? ?????? ??????. (???? ????). “Tali-tali Islam pasti akan putus satu tali demi satu tali. Maka setiapkali putus satu tali (lalu) manusia bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertama kali putus adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat.” [8] Tali-tali hukum Islam ternyata telah diputus-putus oleh penjajah dan dilanjutkan oleh pemerintah pengganti penjajah, dan para tokoh maupun ilmuwan sekuler, musuh Islam, anti Islam, atau yang alergi Islam. Demikian pula tali-tali sistem pendidikan. Bahkan sistem budaya pula, mereka habisi dari Islam. Kini hal yang jelas belum diputus adalah shalat (kecuali oleh kelompok sesat yang tak mewajibkan shalat, misalnya kelompok Isa Bugis ataupun Az-Zaitun yang punya sekolahan/ pesantren megah di Indramayu Jawa Barat yang tidak mewajibkan shalat, yang berarti telah menggerogoti Islam sampai batas terakhir), maka kita kembalikan apa yang putus-putus itu dengan membangun kembali shalat kita, dengan berjama'ah ke masjid-masjid dan meningkatkan kekhusyu'an. Dari situ, akan terbina insan-insan Muslim yang tangguh, yang mampu mengendalikan dirinya dari fahsya' (kekejian) dan munkar. Karena Allah SWT berfirman: ?? ?????? ???? ?? ??????? ???????. (????????: 45). "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar". (QS Al-’Ankabuut 29:45). Terwujudnya masyarakat yang bisa terhindar dari fahsya’ dan munkar itu hanyalah kalau diselenggarakan shalat berjama’ah di setiap kampung dan pemukiman, atau di mana saja Ummat Islam berada. Sebab, tanpa diselenggarakan shalat berjama’ah, maka Nabi saw memastikan masyarakat itu pasti dikuasai oleh syetan. Nabi saw bersabda: ?? ?? ????? ?? ???? ??? ??? ?? ???? ???? ???? ??????? ??? ?????? ????? ??????? ?????? ????????? ????? ???? ????? ?? ????? ???????. “Tidaklah dari tiga orang di dalam suatu desa dan tidak pula di pedusunan yang tidak didirikan di kalangan mereka itu shalat berjama’ah kecuali terhadap mereka itu syetan menguasainya. Maka wajib atas kalian berjama’ah, maka sesungguhnya serigala itu hanya memakan kambing yang terpencil (dari kawannya).” [9] Masyarakat Muslim yang aktif melaksanakan shalat berjama’ah insya Allah tidak dikuasai syetan, dan mereka itulah yang insya Allah mampu menghindarkan diri dari perbuatan fakhsya’ dan munkar. Sebaliknya, masyarakat yang tidak menegakkan shalat berjama’ah maka sudah dijelaskan oleh Nabi saw, pasti mereka dikuasai oleh syetan. Itu kalau tingkat kampung atau pedusunan. Lha kalau tingkatnya itu nasional, satu bangsa, yang jumlahnya 200 juta jiwa lebih, dan mayoritas/ kebanyakan mengaku dirinya Muslim, lantas mereka tidak aktif berjama’ah shalat di masjid-masjid dan mushalla, maka mafhum mukhalafah (pengertian tersirat) dari Hadits tersebut adalah: masyarakat itu bisa-bisa dikuasai oleh raja syetan (bukan sekadar syetan desa). Sedang syetan itu menurut Al-Qur’an ada yang dari jenis jin dan ada yang dari jenis manusia. Masih mending kalau dari jenis jin kafir, apabila dibacakan ayat kursi dan lain-lain maka pasti takut. Tetapi kalau syetan yang dari jenis manusia, walaupun dibacakan surat kursi tetap saja mendenges (tidak mempan), tidak takut. Maka ada perintah jihad memerangi orang kafir, musyrik, murtad, orang sekuler (sebab menurut Syeikh Muhammad Al-Ghazali Mesir, orang sekuler itu hukumnya murtad), dan munafiq; soalnya mereka tidak mempan dengan bacaan-bacaan berupa ayat-ayat yang ditakuti oleh syetan. Jadi harus dilawan dengan jihad. Masyarakat Islam yang taat berjama’ah shalat itulah yang sanggup berjihad melawan syetan-syetan berupa manusia. Dan dari situlah tercipta masyarakat Islam yang utuh, yakni secara rohani mereka sanggup mencegah diri dari fahsya’ dan munkar, sedang dari segi fisik mereka sanggup berjihad untuk meninggikan kalimah Allah SWT, melawan manusia-manusia kafir, durjana, munafik, musyrik, ataupun murtad. Dengan tumbuhnya sosok-sosok pribadi muslimin yang mampu mengendalikan diri dari fahsya' dan munkar dan berani berjihad itulah maka mereka akan memiliki bashirah (pandangan hati) yang tajam, yang mampu membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Hanya saja semua itu harus dilandasi ilmu Islam yang memadai, sehingga bashirah yang tajam itu akan dibentengi oleh hujjah yang benar. Itulah pokok jalan keluarnya. Al-hasil, jalan yang harus ditempuh adalah merestorasi pemahaman ummat dengan menanamkan aqidah shahihah, menegakkan shalat berjama'ah, mendisiplinkan da'wah Islamiyah, dan membentuk serta melaksanakan sistem pendidikan yang sesuai dengan Islam. Bila semua itu ditempuh maka pada masanya akan datang kebenaran ke dalam dada-dada Muslimin dan hancurlah kebathilan, tersingkir dari benak-benak Muslimin. Dari individu-individu Muslim, ke tingkat keluarga, ke tingkat kelompok, dan kemudian insya Allah akan ke tingkat yang lebih luas lagi, sehingga akan meratalah pemahaman yang benar tentang Islam. Kalau toh tidak sampai merata, insya Allah pribadi-pribadi yang terselamatkan itu sendiri berarti telah selamat dari kesesatan. Semua itu harus dimulai. Ibda’ binafsik. Mulailah dengan dirimu sendiri lebih dulu. Mari. Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan bashirah yang mampu mendeteksi bahwa yang bathil ataupun menyimpang itu tampak bathil, sehingga kita mampu menghindarinya. Amien. -------------------------------------------------------------------------------- [1] (HR Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Daud, shahih). [2] (Dr Abdul Halim Uwies, Al-Islaamu kamaa yanbaghi an nu'mina bih, diindonesiakan menjadi Koreksi terhadap Ummat Islam, Darul Ulum Press, Jakarta, cet pertama, 1989, hal 82). [3] (ibid, hal 84). [4] (Dari Al-Milal wan Nihal oleh Asy Syahrastani, dikutip Fathi Yakan, Islam di tengah persekongkolan musuh abad 20, GIP cet 6, 1993, hal 113, lihat H Hartono A Jaiz, Bila Hak Muslimin Dirampas, Pustaka Al-Kutsar, 1994, hal 83-84). [5] (Dr. Thoha Jabir Fayyadh al-'Ulwani, Adabul Ikhtilaf fil Islam/ Beda Pendapat bagaimana menurut Islam, GIP, 1991, hal 135). [6] (ibid, hal 139). [7] (ibid, 140). [8] (Hadits riwayat Ahmad dari Abi Umamah). [9] HR Ahmad, Abu Daud, An-Nasaa’i, dan Al-Hakim, dan dia itu shahih. Pelaksanaan Syari’at dan Pemerintahan (Kasus Penolakan Piagam Jakarta) Sekulerisasi di Indonesia Pelaksanaan syari’at dalam kaitannya dengan pemerintahan memiliki tiga bentuk spesifikasi yang mesti diterapkan secara proporsional, tidak boleh sasar-susur atau tumpang tindih. 1. Syari’at dilaksanakan oleh individu-individu. Contohnya shalat, haji dsb. Masing-masing individu boleh shalat di mana saja yang ia ingini, memakai sarana apa yang ia maui, dan mau bareng sama siapa untuk sampai ke tempat tujuan Terserah. Sedang pemerintah tugasnya hanyalah memeberi jaminan keamanan dan kelancaran terselenggaranya. Maka pengharusan pemerintah terhadap ummat Islam untuk memberlakukan aturan yang disepakati oleh DPR bahwa berhaji itu hanya lewat jalur yang diselenggarakan pemerintah (dengan paspor cokelat, tidak boleh pakai paspor hijau dan harus mendaftar kepada pemerintah0, itu satu bentuk yang dipaksakan. Sebagaimana orang mau ke masjid diharuskan mendaftar ke pemerintah dan harus naik kendaraan yang disediakan oleh biro perjalanan pemerintah, atau kalau mau naik kendaraan biro perjalanan lain pun harus mendaftar dulu ke pemerintah, itu pemaksaan. 2.. Diselenggarakan oleh pemerintah dan masyaraka. Contohnya pendidikan agama. Nabi Muhammad SAW mengutus guru-guru ke berbagai daerah, baik atas inisiatif Nabi SAW selaku kepala pemerintahan maupun atas permintaan penduduk. Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan pendidikan agama itu, demikian pula masyarakat. Hanya saja di samping sangat minim, masih pula diadakan pemberedelan-pemberedelan. Di antaranya pemerintah telah menghapus PGA (Pendidikan Guru Agama), padahaģ guru agama itu mutlak diperlukan. Dan pemerintah tidak memberi ganti terhadap guru-guru agama di madrasah-madrasah swasta yang telah pensiun, padahal masyarakat sangat memerlukannya. Penghapusan PGA dan peniadaan guru agama (untuk menggantikan yang telah penisun) di madrasah, bahkan tidak memberikan subsidi guru kepadį madrasah swasta itu satu bentuk kebijakan pemerintah yang mengabaikan kewajiban secara nyata. Jadi, kebijakan pemeritahah Indonesia yang diamini oleh lemabaga wakil rakyat ini telah melaksanakan kedhaliman yang nyata yaitu yang seharusnya tidak diurus secara spesifik (seperti penyelenggaraan haji—poin[H1] 1-- justru pemerintah memaksakan diri mengurusnya secara spesifik. Sedang yang seharusnya diurusi secara spesifik, seperti pendidikan agama, poin 2, justru diabaikan, bahkan diadakan pemberedelan. Ini satu bentuk kedhaliman yang sangat nyata, diamini oleh DPR wakiģ rakyat. Yang ada duitnya, walaupun seharusnya tidak diurusi secara spesifik justru sangat diurusi, sedang yang tidak mendatangkan duit, walaupun itu kewajiban dan tanggung jawabnya, maka dibuang. Ini pemerintahan dan persetujuan wakiģ rakyat yang sangat memalukan dan tak bertanggung jawab, ibarat tak punya muka. 3.‚ Penyelenggaraan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah saja, dan tidak boleh dilaksanakan oleh masyarakat, apalagi individu- individu. Contohnya, pengadilan agama/ syari’ah. Ini menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah. Maka masyarakat, apalagi individu-individu tidak boleh menghakimi sendiri-sendiri mengenai kasus-kasus “keluarga, perdata, dan apalagi pidana. Karena, kalau dilaksanakan oleh masyarakat sendiri atau apalagi individu- individu makį tentu saja kacau balau, dan itu tidak dibolehkan menurut syari’at. Makį mau atau tidak mau, semestinya pemerintah menyelenggarakan peradilan syari’ah/ agamį untuk menangani kasus- kasus “keluarga, perdata (qodho’i), dan pidana (jina’i); sesuai dengan hukum syari’at. Selama ini pemerintah telah menyelenggarakan peradilan syari’ah/ agama, dan sejak menjelang 1990-an sudah disahkan oleh DPR. Hanya saja, pemerintah dan DPR itu hanyalah mengakui sebagian (yakni hukum keluarga: nikah¬ talak¬ rujuk¬ hibah¬ sedekah¬ waris¬ dan wakaf)¬ dan mengingkari sebagian yang besar yakni hukum pidana dan perdata syari’ah. Ini satu bentuk ketidak bertanggung jawaban yang sangat nyata oleh pemerintah yang disetujui pula oleh wakil rakyat¬ dalam mengebiri hak ummat Islam. Ketigį-tigį bentuk penyelenggaraan (poinī 1,2¬ dan 3) itu telah sedemikian rupa diputar balikkannya oleh pemerintah dan disetujui lembaga wakil rakyat¬ sehinggį tampak nyata sekali pengebiriannya terhadap hak ummat Islam. Yang seharusnya tak diurusi, justru diurusi karena ada duitnya¬ dan yanē seharusnyį diurusi malah dibredel¬ lantas yanē seharusnyį dilaksanakan secarį keseluruhan justru hanyį diambil sebagian kecil¬ dan dibuanē sebagian yanē besar. Sekarang¬ di masį reformasi yanē merupakan masį menuju ke arah supermasi hukum¬ makį wajib bagi wakiģ rakyat (DPR dan MPR) mengoreksi kesalahan-kesalahannyį bersamį pemerintah yanē telah memutar balikkan hukum itu¬ menuju kepadį pemberian hak secarį proporsional. Oleh karenį itu¬ dalam rangkį menuju kepadį pemulihan hak-hak ummat Islam ini perlu sekali dimasukkan Piagam Jakartį yanē berisi 7 katį (Ketuhanan) dengan menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya ke dalam UUD 1945 (pasaģ 29)¬ agar adį jaminan kongkret dari konstitusi terhadap hak-hak ummat Islam yanē selamį ini telah disiį-siakan. Secarį hukum¬ siapapun dan berjumlah seberapapun banyaknyį tidak berhak menolak oranē yanē menuntut haknya. Apalagi dalam hal ini adalah hak ummat Islam yakni mayoritas dari seluruh penduduk Indonesia. Sedanē hak seseoranē pun tidak bisį ditolak begitu sajį oleh pemerintah dan wakil rakyat¬ apalagi ini menyangkut hak mayoritas penduduk. Jadi¬ tuntutan dimasukkannyį Piagam Jakartį ke dalam UUD 1945 adalah tuntutan pengembalian hak Ummat Islam untuk dilindungi secarį kongkret haknya yang paling asasi¬ setelah selamį ini terbukti disiį-siakan hak itu lantaran tidak adanyį jaminan kongkret dalam konstitusi. Oleh karenį itu¬ tuntutan ini tidak adį yanē berhak untuk menolaknya¬ kecuali kalau memanē pemerintahan dan lembagį wakil rakyat itu adalah merupakan kumpulan pemerkosį hak ummat Islam. Dan itu berarti adalah pemerintahan dan lembagį wakiģ rakyat yanē memfungsikan diri sebagai perampok hak ummat Islam dan memusuhinya. Ini sangat bertentangan dengan apį yanē didengungkan dengan ucapan “menjunjunē supermasi hukum” di erį reformasi ini. Tokoh yang sering membingungkan Kenapa di negeri mayoritas Islam kok sulit sekali mempertahankan hak ummat Islam, dan sulit pula memasukkan aspirasi Islam? Pertanyaan itu akan banyak jawabannya, namun di antaranya adalah karena ada tokoh-tokoh yang mengaku dirinya Muslim namun belum tentu membela Islam. Bahkan ucapan-ucapan mereka sering membingungkan ummat. Di antara gejalanya sebagai berikut. 1. Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia: Menyuruh Ummat Islam untuk merayakan Natal Kristen. Ayat Lakum Diinukum Waliyadien ditafsirkan sebagai suruhan Tuhan untuk beragam agama, padahal sebenarnya ayat itu justru menegaskan agar ummat Islam berlepas diri dan membenci penyembahan kepada selain Allah SWT . Gus Dur juga menganggap bahaya apabila syari’at Islam diformalkan, padahal Konghuchu yang tadinya tidak diakui sebagai agama saja Gus Dur sangat prihatin, dan kemudian setelah dia jadi presiden buru-buru memformalkannya sebagai agama secara resmi. 2. Masdar F Mas’udi, Generasi NU (Nahdlatul Ulama), ia berpendapat, hendaknya pelaksanaan ibadah haji tidak hanya pada tanggal-tanggal yang sudah ditentukan seperti selama ini. Alasannya, agar tidak terjadi desak-desakan antar jama’ah.. Masdar menganggap zakat sama dengan pajak. Ia juga menganggap bahaya apabila syari’at Islam diformalkan, dengan melontarkan tuduhan, kalau Islam dilegalkan maka akan mengakibatkan hipokrit/ munafiq. Ini sama dengan menuduh Nabi Muhammad SAW telah salah memimpin ummat dengan hukum syari’ah Islam, karena dianggap sebagai menimbulkan kemunafikan. Na’udzubillah. 3. Hasyim Muzadi ketua umum PBNU. Ia pemrakarsa do’a bersama antar agama yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan aliran kepercayaan, di Senayan Jakarta, Agustus 2000M. Acara itu dinamai “Indonesia Berdo’a”. Padahal, dalam Islam, berdo’a bersama antar Islam dan non Islam itu hanya diperkenankan apabila mubahalah, yaitu do’a saling melaknat, supaya siapa yang berdusta dilaknat oleh Allah SWT. Tantangan mubahalah itu disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada pihak Nasrani Najran, namun mereka tidak berani. Itulah do’a (saling melaknat) bersama antara agama, yang dibolehkan dalam Islam. Bukan do’a bersama-sama antara berbagai agama seperti yang diprakarsai oleh Hasyim Muzadi itu. Dan tidak ada pula dalam Islam, do’a ramai-ramai ke lapangan seperti yang mereka sebut Istighotsah. Hasyim Muzadi juga menolak dimasukkannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta ke pasal 29 UUD 45. “Saya tidak setuju dengan usulan (pencantuman Piagam. Jakarta dalam UUD1945) itu.Kita tidak memerlukan formalisasi agama. Campur tangan negara dalam pelaksanaan syari’at agama tertentu justru akan menimbulkan bahaya terhadap otonomi tersebut,” ujar Hasyim Muzadi dalam menolak usulan FPPP (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan) dan FPBB (Fraksi Partai Bulan Bintang) yang menginginkan 7 kata dalam Piagam Jakarta dimasukkan ke dalam UUD 1945. (lihat Harian Republika, Jum’at 11 Agustus 2000M, halaman 2). 4. Syafi’i Ma’arif ketua Muhammadiyah, menolak dimasukkannya Piagam Jakarta ke UUD 1945. Bahkan dalam wawancara dengan RCTI, Senin 7 Agustus 2000M, Syafi’i mengatakan suatu perkataan yang tidak mengenakkan mengenai syari’at Islam. Syafi’i Ma’arif juga termasuk sejumlah orang yang ingin agar Muhammadiyah tidak berasaskan Islam, dengan keinginan tanpa mencantumkan asas. Dia juga yang pernah mempopulerkan (namun kemudian tidak populer) apa yang ia sebut Islam Qur’an. 5. Nurcholish Madjid, murid Fazlurrahman guru besar di Chicago Amerika yang konon diusir oleh para ulama Pakistan karena pendapat-pendapatnya yang aneh, kemudian justru jadi guru besar di Amerika. Nurcholish Madjid begitu pulang dari Chicago dengan gelar doktor 1984/1985, dia menulis makalah, di antara isinya berupa terjemahan Laailaaha illallah menjadi “tiada tuhan (t kecil) selain Tuhan (T besar). Terjemahan yang mengaburkan makna ini menjadikan geger di masyarakat.Dia dikenal sebagai pencetus sekulerisasi di Indonesia sejak 1970-an, dengan apa yang ia istilahkan desakralisasi. Makanya ketika penolakan dimasukkannya Piagam Jakarta ke UUD 1945, Nurcholish termasuk salah satu tokoh dari 3 tokoh ( Hasyim Muzadi dan Syafi’i Ma’arif) yang menyetujui isi penolakan. Dia walaupun tidak sempat hadir, namun sebelumnya sudah menyetujui siaran pers yang berisi penolakan dimasukkannya Piagam Jakarta ke UUD 1945. Siaran pers itu dibaca dalam konferensi pers di hotel mewah, Hotel Indonesia di Jakarta, Kamis 10/8 2000M, yang acaranya dihantarkan oleh Ulil Abshar Abdalla orang NU, dengan diawaki oleh Masdar F Mas’udi dan Hasyim Muzadi dari NU pula. Inti penolakan mereka sebagai berikut: “Usulan sebagian fraksi dalam MPR untuk mencantumkan kembali tujuh kalimat dalam Piagam Jakarta mengandung potensi bahaya campur tangan negara dalam wilayah kehidupan agama. Campurtangan semacam ini akan menimbulkan sejumlah distorsi atas pelaksanaan agama itu sendiri, dan politisasi agama untuk tujuan-tujuan sesaat partai yang sedang (atau ingin) berkuasa ,” demikian pernyataan yang dibacakan Masdar F Mas’udi. Menurut mereka, pencantuman piagam ini akan membuka kemungkinan campur tangan negara dalam wilayah agama yang akan mengakibatkan kemudharatan baik bagi agama itu sendiri maupun pada negara sebagai wilayah publik. “Pelaksanaan syari’at yang diatur oleh negara akan menimbulkan bahaya hipokrisi, karena ketaatan pada syari’at yang disebabkan oleh paksaan negara hanyalah merupakan ketaatan yang semu belaka. Agama pada intinya harus menjadi wilayah yang otonom dari negara,” kata Masdar. (Lihat Republika, 11/ 8 2000). Menyebar fitnah dan tuduhan terhadap Islam Ungkapan para tokoh tersebut sama dengan menyebarkan tuduhan dan fitnah terhadap Islam, terhadap pemerintahan Nabi Muhammad SAW, para khalifah, serta pemerintahan masa kini dan yang akan datang yang melaksanakan syari’at. Demikian siaran pers LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) yang ditanda tangani ketuanya, HM Amien Djamaluddin. Oleh karena itu para tokoh tersebut diperingatkan untuk bertaubat dan mencabut pernyataannya yang menyebarkan fitnah dan tuduhan terhadap Islam itu. Lontaran yang menurut LPPI menyebarkan fitnah dan tuduhan terhadap Islam ini mengandung arti bahwa Masdar dan konco-konconya itu lebih rela kalau masyarakat itu melacur, bermaksiat, menentang aturan Allah bahkan ingin sekali menghapus aturan Allah lewat kekuasaan dan sebagainya seperti yang selama ini dilakukan, sambil menekan bahkan membantai aktivis Islam, ketimbang kalau ada upaya penguasa untuk menata masyarakat sesuai dengan aturan Allah SWT. Dengan kata lain, pemikiran Masdar cs itu lebih membela orang-orang hipokrit munafik agar berkeliaran dan bertindak seluas-luasnya tanpa ketahuan ummat dan penguasa, dan kalau perlu justru jadi penguasa untuk mengatakan bahwa syari’at Islam itu berbahaya kalau diformalkan. Karena memang syari’at itu membahayakan posisi para munafiqun, hingga mereka khawatir tak dibolehkan memegang kekuasaan, karena yang berkuasa itu harus bertaqwa, bukan munafiq. Otomatis kalau syari’at Islam ditegakkan, maka kaum munafiqun terutama tokoh-tokohnya akan blingsatan, dan harus bekerja keras untuk menutupi kemunafikannya, tidak sebebas kalau tidak diterapkan syari’at, bisa ngomong apa saja, sampai membunuhi aktivis Islam pun justru mungkin malah jadi pahlawan. Itulah tujuan sebenarnya. Dan kalau syari’at Islam ditegakkan, tentu saja akan membatasi gerak-gerak agen-agen musuh syari’at yang selama ini bisa mendapatkan modal atau setidak-tidaknya sangu dari boss mereka dalam mengacak-acak syari’at maupun ummat. Pemikiran yang menolak diterapkannya syari’at—padahal hanya untuk dijalankan oleh ummat Islam sendiri— itu sebenarnya justru yang amat sangat berbahaya. Karena, pada hakekatnya ujung-ujungnya adalah menolak kehadiran Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa syari’at. Karena, datangnya Nabi Muhammad SAW itu berarti mereka anggap akan menimbulkan kemunafikan. Nah, dengan dalih akan timbulnya kemunafikan, padahal agama itu sendiri menghendaki tidak adanya kemunafikan, maka berarti mereka menolak diutusnya Nabi Muhammad Saw sebagai pembawa syari’at. Itulah sebenar-benarnya pemikiran mereka yang menolak syari’at Islam diterapkan di masyarakat. Dengan bahasa yang dicanggih-canggihkan, mereka berdalih, kalau agama diformalkan, maka jadinya negara atau pemerintah ikut campur dalam urusan agama, lantas akan terjadi politisasi agama, dan itu berbahaya bagi agama. Kelihatannya mereka canggih sekali dalam memutar-mutar lidah. Namun, intinya sama juga dengan kaum kafir kuno yang menolak kehadiran Nabi Muhammad SAW selaku pembawa syari’at Islam. Hanya saja, kalau dulu, syari’at Islam itu dianggap mengancam syari’at berhala jahiliyah, sedang sekarang dianggap mengancam aneka kepentingan, entah itu kepentingan bebasnya bermunafik ria, bebasnya berkafir ria, maupun bebasnya mengabdi kepada thaghut-thaghut bikinan mereka dan nenek moyang mereka yang anti Islam. Sehingga, kepentingan mereka dalam membantai ummat Islam, menipu ummat Islam, mencari sponsor kepada musuh-musuh Islam, dan kepentingan menegakkan thaghut-thaghut akan terganjal oleh tujuh kata yang menegaskan pentingnya syari’at Islam dijalankan oleh pemeluk-pemeluk Islam. Mereka menganggap polisi syari’at itu sesuatu yang tabu. Padahal, mereka justru siap sampai titik darah yang penghabisan dalam membela sosok nyleneh penentang utama diterapkannya syari’at Islam. Jadi, bagi mereka, membela sampai titik darah penghabisan (bukan sekadar jadi polisi) terhadap penentang utama syari’at itu dianggap sebagai perjuangan. Namun , akan adanya polisi syari’at itu dianggap sesuatu yang tabu. Padahal, amar ma’ruf nahi munkar masih kadang keluar dari mulut mereka, lafal itu. Tetapi, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar, yang di antaranya perlu polisi syari’at, agar lebih efektif, dan diberlakukannya pengadilan secara syar’i agar sesuai dengan hukum Allah, mereka anggap berbahaya. Sebenarnya, kembali lagi, yang berbahaya itu adalah pikiran mereka. Pikiran yang sangat anti syari’at. Padahal, mereka kalau mau menengok sebentar ke kehidupan nyata, yang namanya WC-WC umum saja ada penjaganya. Agar mereka tidak sembarangan dalam menggunakan itu WC. Kalau yang namanya WC umum saja ada penjaganya, ada pengaturnya, kenapa syari’at Islam yang merupakan hukum murni dari Sang Maha Pencipta tidak boleh dilaksanakan secara teratur, dimenej secara kepemimpinan yang profesional? Yang namanya memungut dan membagikan zakat serta menunggui harta zakat, jelas-jelas Nabi Muhammad SAW menugaskan petugas khusus. Untuk memimpin barisan perang pun Nabi SAW mengangkat panglima. Untuk mengawasi pasar agar tidak ada kecurangan dan tingkah yang melanggar syari’at, maka Umar bin Al-Khatthab menugaskan petugas khusus. Untuk menghakimi secara hukum Syari’at Islam, Nabi Muhammad SAW pun bertindak sebagai hakim, sedang Umar bin Al-Khatthab pun mengangkat hakim, serta memisahkan kehakiman dari lembaga eksekutif. Lembaga eksekutif maupun Yudikatif, dan legislatif (ahlul halli wal ‘aqdi) semuanya dilaksanakan dengan syari’at Islam, dan sama sekali tidak berbahaya di zaman Nabi Muhammad SAW maupun para khalifah, dan sampai sekarang maupun nanti. Formalisasi Thaghut yang berbahaya Belum pernah terdengar ungkapan bahwa pemerintahan Nabi Muhammad SAW dan penggantinya, para khalifah, yang menerapkan syari’at Islam, baik untuk Muslimin maupun untuk non Muslim (kafir dzimmi) itu berbahaya. Jangan dianggap Islam memaksa non Muslim untuk memeluk Islam. Dalam Islam, orang non Muslim ada hak-hak dan kewajiban yang berkaitan antara jaminan pemerintahan yang menerapkan syari’at Islam dengan diri para warga non Muslim, tanpa didhalimi sama sekali. Maka diterapkannya syari’at Islam oleh negara sama sekali sangat bermanfaat dan bermaslahat bagi orang yang akalnya bisa memikir secara obyektif, bukan berbahaya seperti ungkapan orang-orang yang asal omong tanpa bukti. Justru yang berbahaya itu adalah pemerintahan yang tidak menerapkan syari’ah Islam, baik itu bahaya terhadap ummat Islam maupun terhadap lainnya. Misalnya, bisa kita ajukan pertanyaan kepada bangsa kita sendiri: Atas nama aturan thaghut, sudah berapa ribu manusia Indonesia yang dibantai. Atas nama aturan thaghut pula sudah berapa ribu manusia muslim maupun non muslim yang dipenjarakan. Atas nama aturan thaghut, sudah berapa ribu manusia muslim yang berubah aqidahnya menjadi sekuler, bahkan anti Islam, memusuhi Islam, sengit dan benci terhadap Islam, muak terhadap Islam, omong seenaknya mengenai Islam, dan meminggirkan ummat Islam berpuluh-puluh tahun. Atas nama aturan thaghut, berapa ribu manusia muslim yang murtad, dan berapa puluh juta manusia yang tidak tahu tentang agamanya, Islam, bahkan tidak tahu bahwa Allah SWT itu tempatnya di atas langit, bersemayam di atas ‘Arsy, lalu diajarkan bahwa Allah itu ada di mana-mana. Atas nama aturan thaghut berapa ribu atau bahkan berapa juta manusia yang lebih mementingkan aturan thaghut daripada Allah SWT, apalagi hanya terhadap agama Islam. Atas nama aturan thaghut, berapa juta manusia yang lebih mementingkan aturan thaghut daripada syahadatain, hamdalah, shalawat atas Nabi Muhammad SAW. Terbukti, dalam pidato-pidato bahkan kadang khutbah Jum’at, mereka fasih sekali mengucapkan aturan thaghut, namun belum tentu memuji Allah dengan hamdalah, bershalawat Nabi, ataupun mengucapkan syahadatain. Atas nama aturan thaghut, berapa juta manusia yang menjadi keblangsak, miskin dan melarat. Dan atas nama itu pula, berapa juta manusia yang menjadi sangat rakus melebihi binatang buas, dan bahkan kebejatan moral yang luar biasa, serta kekerasan dan kesadisan yang tidak takut api neraka. Itu semua bisa ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih banyak lagi. Coba mari kita belajar jujur kepada keadaan. Itukah yang tidak berbahaya, sedang syari’at Islam yang dianggap bahaya? Alhamdulillah, aturan thaghut yang diagung-agungkan, bahkan waktu lalu ketika negeri-negeri lain mengalami konflik, lalu orang tak segan-segan mengatakan, ingin mengekspor aturan thaghut kepada negeri yang konflik itu, lantas alhamdulillah ditunjukkan oleh Allah SWT berkat aturan thaghut maka negeri ini penuh dengan konflik, krisis dan kemerosotan moral yang luar biasa. Silakan aturan thaghut --yang ditatarkan secara merata kepada guru besar, mahasiswa, pelajar, sampai rakyat biasa-- itu sekarang diekspor, agar utang pemerintah yang sudah sangat menjerat leher rakyat ini bisa terbayar sedikit-sedikt dengan hasil ekspor aturan thaghutnya. Silakan. Terus terang saya rela mati untuk membela syari’at Islam, apalagi mereka anggap syari’at Islam itu berbahaya kalau diformalkan. Saya anggap yang berbahaya itu justru sebaliknya, yaitu yang menolak syari’at Islam, dengan aneka bukti ini tadi. Dan syari’at Islam belum terbukti bahayanya, baik dalam sejarah maupun dalam kenyataan. Silakan para pejuang penentang syari’at, kalau mati nanti berbekal perjuangannya itu, menghadapi siksa Allah yang amat pedih. Dan silahkan pula yang memperjuangkan syari’at Islam, ketika mati nanti akan mendapatkan pahalanya dari Allah SWT, insya Allah. Biarlah pencetus dan penggali api penentang syari’at Islam menyediakan neraka bagi pembela-pembela api itu. Sedang Allah SWT tetap akan menyediakan surga bagi pengamal dan pembela Syari’atNya. Silakan para pembenci syari’at Islam mengatakan bahwa syari’at Islam itu berbahaya, memecah belah keutuhan bangsa, silakan. Itu berarti menuduh pembuat syari’at, yaitu Allah SWT sebagai Dzat yang berbahaya, dan memecah belah bangsa. Betapa beraninya mulut-mulut mereka itu, padahal mereka mengaku sebagai hamba Allah, namun sebenarnya adalah penentang Allah yang sangat dahsyat lagi terang-terangan. Anehnya, mereka berani mengaku sebagai Muslim, bahkan ada yang memimpin organisasi Islam. Takut kalau bangsa ini pecah? Mereka takut kalau bangsa ini pecah, itu hanyalah alasan yang mereka bikin-bikin dalam rangka menentang syari’at Islam. Sebenarnya, mereka hanya takut kalau Islam itu tegak, maju, berkuasa, adil, menegakkan hukum dengan baik. Karena mereka yang tadinya korupsi maka akan kehilangan lahan, yang biasanya berzina akan terkontrol hukum, yang biasanya bebas bermunafik ria akan terkena intaian kewaspadaan dari masyarakat, yang tadinya sesukanya mengacak-acak syari’at sambil minta sponsoran dari musuh syari’at akan kehilangan lahan, dan mereka yang membodohi ummat dengan hal-hal yang bertentangan dengan syari’at seperti bid’ah, khurofat, kemusyrikan, sekulerisme, komunisme, nasionalisme anti Islam dsb akan tak punya kesempatan lagi. Mereka sangat rela apabila muslimin ini dijejali ajaran thaghut hingga keislamannya tidak jelas, dan akhlaqnya rusak. Mereka rela sekali. Tetapi kalau akhlaq masyarakat itu terjamin secara Islami, kemaksiatan diberantas, itu mereka tidak rela. Ibarat siluman, pohon tempat mereka berlindung tahu-tahu ditebang, maka mereka tak rela. Pohon pelindung itu adalah penghalang syari’at, kalau syari’atnya ditegakkan, otomatis pohon itu jatuh. Itulah yang mereka tidak rela. Mereka mengingkari kenyataan sejarah, direkatnya bangsa Indonesia ini bukannya oleh api penentangan syari’at, tetapi oleh Islam. Bangsa Indonesia ini sejak dulu menyebut penjajah Belanda itu adalah Belanda kafir. Bukan Belanda anti pancasila. Sedang perjuangan melawan penjajah Belanda itu sama sekali bukan perjuangan untuk menegakkan aturan thaghut, tetapi adalah untuk mengusir penjajah kafir, dengan kalimah takbir, Allahu Akbar, memerangi penjajah Belanda yang kafir. Belanda kafir itu telah banyak memberikan subsidi terhadap pribumi yang sesama kafir pula, yaitu Protestan dan Katolik. Sebagai contoh, tahun 1927 alokasi bantuan dalam rangka pengembangan agama, sebagai berikut: Protestan memperoleh f 31.000.000 Katolik memperoleh f 10.080.000 Islam memperoleh f 80.000 (H Hartono Ahmad Jaiz, Ambon Bersimbah Darah, Ekspresi Ketakutan Ekstrimis Nasrani, Dea Press Jakarta, halaman 10). Sekarang pun, banyak orang Non Muslim yang justru pro Belanda. Maka bisa dipertanyakan, siapakah sebenarnya yang benar-benar berjuang melawan Belanda kafir itu. Lantas, kenapa para pejuang Muslim yang melawan Belanda kafir itu setelah terwujud kemerdekaan justru dikebiri hak-haknya, dan harus membuang haknya demi pihak-pihak yang bisa dimungkinkan justru pro penjajah Belanda? Jadi, sama sekali tidak benar, kalau syari’at Islam itu pemecah belah bangsa Indonesia. Yang jelas , Iislam adalah perekat dan pembangkit semangat dalam melawan dan mengusir penjajah kafir Belanda. Maka perlu dipertanyakan, siapa yang berani menjamin bahwa aturan thaghut itu pemersatu bangsa Indonesia, dan menjamin tidak adanya konflik. Justru pengikat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang melawan penjajah kafir adalah Islam. Meskipun demikian, Islam tidak memaksa semua bangsa Indonesia harus masuk Islam. Hanya saja anehnya, sikap ummat Islam yang begitu tawadhu’ namun tegar menghadapi penjajah kafir itu, sejak kemerdekaan 1945 dikebiri oleh orang-orang yang menolak Islam, walau mereka mengaku dirinya sebagai orang Islam. Lebih-lebih lagi setelah pengebirian itu meningkat menjadi penipuan dan penindasan terhadap ummat Islam, bahkan pembantaian terhadap Muslimin yang berlangsung lebih dari setengah abad, maka kondisinya makin terpuruk lah bangsa ini, di samping itu, makin banyak lagi orang-orang yang justru ikut-ikutan sebagai penentang Islam, padahal mereka masih mengaku Muslim. Yang jadi persoalan, kenapa yang sikapnya seperti itu justru orang-orang yang mengaku Islam dan bahkan duduk di barisan depan. Ini persoalan besar, yang harus dipecahkan dengan cara-cara yang Islami. Arti Islami bukan mesti lunak dan lemah lembut, namun sesuai dengan proporsinya. Apa yang harus dibunuh, misalnya ular, tikus, gagak, kalajengking, dan anjing gila itu harus dibunuh, walaupun di tanah Haram Makkah, dan kita dalam keadaan ihram sekalipun. Membunuh yang seharusnya dibunuh itulah Islami. Sedang membiarkan hidup yang seharusnya dibunuh itu tidak Islami. Saran Rasulullah SAW Ada hadits yang perlu kita cermati sebagai peringatakan bagi kita. Nabi Muhammad SAW bersabda: ????? ?? ??? ?????? ??? ????? ??????? ????? ??????? ?????? ?? ??? ??? ??????? ?????? ?????? ?? ????? ??????? ?????? ?? ????? ??? ???? ????? ?? ?????? ? ???? ???????? ????????? ??? ?? ????? ???? ??? ????? ??? ???? ??? ???????. “Sayakhruju fii aakhiriz zamaani qoumun ahdaatsul asnaani sufahaaul ahlaami yaquuluuna min khoiri qoulil bariyyati, yaqro’uunal qur’aana laa yujaawizu hanaajirohum yamruquuna minad diini kamaa yamruqus sahmu minar romiyyati, faidzaa laqoitumuuhum faqtuluuhum, fainna fii qotlihim ajron liman qotalahum ‘indallaahi yaumal qiyaamati.” (Muttafaq ‘alaih). “Akan keluar pada akhir zaman suatu kaum yang muda-muda umurnya, buruk-buruk akalnya, mereka mengatakan dari Al-Qur’an (mengambil kalimat dari Al-Qur’an dan membawanya ke tempat yang bukan tempatnya), mereka membaca Al-Quran tidak melewati kerongkongan-kerongkongan mereka (tidak mengamalkan Al-Qur’an dan tak mendapatkan pahala dari bacaannya), mereka melesat dari agama (Islam/ ketaatan) sebagaimana melesatnya anak panah dari buruan (sasaran)nya., jika kamu sekalian menjumpai mereka maka bunuhlah, karena sesungguhnya dalam membunuh mereka itu ada pahala bagi pembunuhnya di sisi Allah pada hari qiyamat. (Muutafaq ‘alaih, dari Ali). Demikianlah, Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan akan adanya orang-orang yang bicaranya mengutip-ngutip Al-Qur’an namun tidak sesuai dengan maksud Al-Qur’an yang sebenarnya, mereka membaca Al-Qur’an namun tidak mengamalkannya, mereka melesat dari agama/ ketaatan semudah melesatnya anak panah dari sasarannya, walaupun tembus namun langsung bablas keluar atau mental tak tertancap. Maka apabila menjumpai mereka, bunuhlah mereka, karena membunuhnya itu akan ada pahala di sisi Allah pada hari qiyamat kelak. Orang-orang seperti itu tingkatan bahayanya melebihi bahaya ular, tikus, bahkan anjing gila. Karena, binatang-binatang yang mesti dibunuh itu hanya membahayakan fisik. Sedang manusia-manusia yang menyesatkan aqidah itu justru merupakan bahaya yang sebenar-benarnya. Maka benarlah sabda Nabi Muhammad SAW yang berwanti-wanti, orang model itu agar dibunuh, karena membunuhnya itu ada pahala di sisi Allah pada hari qiyamat. Dari sini perlu kita sadari, betapa kelirunya kalau kita ternyata justru mengikuti apalagi mendukung orang-orang model itu. Aneka Madharat Kemunkaran & Ashobiyah ???? ???? ??? ????. “Alaisa minkum rojulun rasyiid?” “Tidak adakah di antara kamu sekalian itu seorang laki-laki yang berakal?” Demikianlah keluhan Nabi Luth ‘alaihis salam (dalam Al-Qur’an Surat Huud/ 11: 78) terhadap kaumnya yang tidak tahu diri, yang mendatangi rumah Nabi Luth dengan maksud ingin menghomo seks tamu-tamu Nabi Luth. Padahal sebenarnya tamu-tamu itu adalah para malaikat yang mengabarkan akan datangnya adzab Allah SWT terhadap kaum Nabi Luth as. Karena kaum itu menantang aturan Allah SWT dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji yaitu liwath atau homoseks atau sodomi. Sejak dulu memang mereka mengerjakan perbuatan keji dan sangat dicela oleh tabi’at manusia yang wajar, dicela oleh syari’at-syari’at dan agama. Yaitu mereka suka mengadakan homoseksual, mengadakan hubungan kelamin sesama lelaki tidak dengan wanita, dan mereka secara terang-terangan mengadakan berbagai kemunkaran di balai pertemuan mereka, seperti diterangkan dalam firman Allah, yang artinya: “Apakah sesungguhnya patut kalian mendatangi laki-laki, menyamun/ membegal, dan kalian mengerjakan kemunkaran di tempat-tempat pertemuan kalian?” (QS Al-’Ankabuut/ 29: 29). Adzab yang ditimpakan kepada kaum yang jahat itu dijelaskan oleh Allah SWT: “Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang dzalim.” (terjemah QS Huud/ 11:82-83). Menurut firman Allah dalam Surat Az-Zariyaat, batu-batu itu adalah tanah liat yang terbakar sehingga menjadi batu yang diberi tanda oleh Allah Ta’ala dengan nama orang-orang yang akan ditimpanya, dan batu-batu itu dijatuhkan di tempat-tempat yang sering dilalui orang musyrik Quraisy yang dzalim, ketika mereka berdagang ke negeri Syam, supaya menjadi peringatan bagi mereka agar jangan memusuhi Muhammad saw, supaya jangan ditimpa adzab seperti yang menimpa kaum Nabi Luth as yang ingkar kepada Nabinya. Memang tempat-tempat itu sering dilalui oleh mereka (musyrikin Quraisy) bila mereka berdagang di musim panas ke negeri Syam seperti diterangkan dalam firman Allah, yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu (wahai penduduk Makkah) akan melalui bekas-bekas mereka di waktu pagi.” (As-Shaffat/ 37: 137). Peristiwa adzab yang sangat mengerikan atas kaum yang lakonnya jahat (di samping menyembah berhala, mengingkari ajaran-ajaran Nabinya, masih pula berhomoseks, menyamun/ membegal, dan berbuat kekejian di tempat-tempat perkumpulan mereka) itu agar menjadi pelajaran nyata bagi para penentang seperti musyrikin Makkah dan manusia pada umumnya. Kejahatan memojokkan orang baik-baik Lakon jahat, brutal, bahkan keji, ketika dilakukan beramai-ramai dan tanpa tedeng aling-aling, tanpa malu-malu lagi, maka menjadikan orang-orang yang baik jadi sangat terpojok posisinya, bahkan sangat dipermalukan. Bagaimana malunya Nabi Luth yang kedatangan tamu, tahu-tahu “diserbu” oleh kaumnya yang jahat-jahat itu dan akan memperkosa tamu-tamunya itu dengan ingin menyodominya. Hingga keluar kata-kata: ???? ???? ??? ????. “Alaisa minkum rojulun rasyiid?” Tidak adakah di antara kalian itu seorang laki-laki yang berakal? Ungkapan Nabi Luth as ini adalah ungkapan yang pas, ketika keadaan sangat memuncak, ketika menghadapi keadaan yang sangat memuakkan, brengsek, tak tahu diri, tak tahu aturan, dan tidak ada keuntungan yang akan didapatkan. Mungkin orang bisa melontarkan kata-kata yang sama, misalnya di suatu desa mengalami kondisi yang sangat memuakkan. Warga desa itu misalnya mengangkat kepala desa yang omongannya sudah dikenal plintat-plintut, esuk dele sore tempe (pagi dia bilang kedelai, tapi di sore hari dia bilang tempe), cengengesan (tanpa peduli aturan), suka cekakakan (tertawa seenaknya tanpa memperhatikan sopan santun), doyanan (serakah terhadap yang bukan haknya, baik harta maupun wanita), seneng mblayang (suka pergi ke sana-sini tanpa tujuan jelas dan manfaat yang pasti), teganan, mentalanan (tidak ada rasa kasih sayang, cuek), kuping budeg moto picek (tidak mau tahu terhadap apa yang diderita atau sangat dibutuhkan masyarakat), mbuh ra weruh (cuek, tak mau tahu urusan yang diperlukan umum), hingga ribuan anak yatim yang tadinya tersantuni oleh lembaga yang menyantuni pun karena lembaganya dibubarkan oleh pemimpin teganan itu maka akhirnya para anak yatim di mana-mana banyak yang terlantar kelaparan. Satu tingkah yang terakhir itu saja (tak mau menyantuni anak yatim bahkan menelantarkannya, dan tak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin) sudah cukup dikecam Al-Qur’an sebagai mendustakan hari qiyamat (yukadzdzibu bid dien). Apalagi disertai keburukan-keburukan lainnya seperti tersebut di atas. Kalau sampai ada desa yang masyarakatnya mengangkat orang seperti itu jadi pemimpin atau kepala desa, maka pantas sekali ada yang mengeluh di antara mereka: “Apakah sudah tidak ada lelaki yang waras di desa ini?” Lebih drastis lagi anehnya, ketika kepala desa yang seperti itu kemudian dikeluhi oleh orang-orang yang berpikiran waras dengan mengemukakan pendapat bahwa seharusnya desa ini segera diperbaiki agar aman tentrem kerto raharjo, jangan dibiarkan makin rusak; tahu-tahu justru orang-orang yang menginginkan kebaikan itu dipecundangi oleh wadyabala Ki Lurah. Ada yang rumahnya dicoret-coret oleh wadya bala Ki Lurah dengan aneka kata-kata yang ngawur. Ada yang rumahnya dilempari batu ramai-ramai oleh antek-antek Ki Lurah. Ada yang rumahnya digrebek oleh antek-antek Ki Lurah. Ada yang ditantang oleh antek-antek Ki Lurah dengan aneka sesumbar, ayo majuo, ora nganti sak jam kowe tak rampungi. Iki balaku kabeh dogdeng, ora tedas tapak paluning pande, sisaning gurendo! (Ayo, kalau berani majulah! Tidak sampai satu jam, pasti kamu semua saya habisi. Ini komplotanku semua sakti/ kebal, tidak mempan senjata tajam bikinan tukang pandai besi). Desa seperti itu keadaannya makin kisruh (tegang dengan konflik). Kalau ada orang menginginkan kebaikan, lalu dituduh macam-macam. Sedangkan kalau Ki Lurah dibiarkan saja, tidak dibilangi agar menuju kepada kebaikan, maka makin jauh arahnya ke arah tidak nggenah (tidak keruan). “Apakah di antara kalian tidak ada lelaki satupun yang punya pikiran waras?” Ditanya seperti itu, jawabannya lebih gila lagi, sebagaimana jawaban kaum Nabi Luth as yang dikisahkan dalam Al-Qur’an: “Mereka menjawab: “Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (maksudnya, mereka tidak punya syahwat terhadap wanita, tetapi terhadap sesama lelaki) terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.” (QS Huud/ 11:79). Seolah-olah orang-orang itu memukul balik, kamu dari semula kan sudah tahu. Kami-kami ini kan keadaan dan kemauan kami seperti ini. Kami ini tidak ada kemauan seperti apa yang kamu inginkan itu. Tapi kami punya gaya dan kebiasaan serta selera tersendiri yang kamu semua sudah tahu. Bukankah kamu sudah tahu tentang diri kami yang seperti ini. Kenapa kamu masih menginginkan kami untuk mengikuti aturanmu. Ora sudi aku yen kok atur-atur. (Aku tak mau menggubris kalau kamu atur dengan aturan-aturanmu). Tetapi kalau itu sesuai dengan keserakahanku dan doyananku maka apapun ya saya datengi, sekalipun ngisin-isini (memalukan) dan melanggar pernatan (syari’at dan aturan). Misalnya berunding dengan orang yang terpidana, atau glenikan (khalwat) dengan isteri orang, atau meng-ghibah Muslimin di pertemuan orang-orang kafir. Nah, itu kesenangan kami, dah. Memang, tidak gampang menghadapi orang-orang yang sebenarnya jahat, tetapi mereka tidak mengakui bahwa diri mereka itu jahat. Padahal, kejahatan mereka itu sudah bertumpuk-tumpuk, tumpang tindih, menggunung, dan memalukan. Jenis kejahatan mereka Dalam Al-Qur’an, mereka kaum Nabi Luth as itu dijelaskan, kejahatan yang nyata adalah: 1. Menentang kebenaran. 2. Melakukan perbuatan keji. 3. Menyamun, yaitu membegal atau merampok orang di perjalanan, barang-barang musafir dirampok, sedang orangnya dibunuh. 4. Perkataan mereka di perkumpulan-perkumpulan sangat menjijikkan. Diriwayatkan dari Ummu Hani’ bin Abi Thalib yang menanyakan kepada Rasulullah arti ayat: “Kamu berbuat munkar di tempat perkumpulan”. Beliau menjelaskan, bahwa perkataan tersebut berarti mereka senang duduk-duduk sambil ngobrol di pinggir jalan. Kalau ada seseorang lewat, segera mereka menuduh yang bukan-bukan serta mengejek dan menghinanya.[1] Penyimpangan-penyimpangannya begitu berat dan nyata, namun mereka tidak merasa bersalah, bahkan menentang keras orang yang menunjukinya. Adakah kesamaan dengan sikap kaum Nabi Luth? Menyimak kisah itu, kita mendapatkan kesan bahwa kaum Nabi Luth as yang membangkang itu benar-benar keterlaluan. Namun, ketika kita menengok kembali ke kondisi desa yang kita gambarkan di sini yaitu mengangkat Ki Lurah yang sifat-sifatnya cuekan dan seenak udelnya sendiri, disertai dengan antek-anteknya yang fanatiknya kepada Ki Lurah bersifat mbuh ra weruh (membabi buta), agaknya kita perlu merenung. Apakah ada kesamaan antara gambaran warga desa tersebut dengan sikap buruk kaum Nabi Luth as itu? Dalam daftar kejahatan kaum Nabi Luth as ada 4 kejahatan, seperti tersebut di atas. Mari kita runtut, kejahatan itu dilakukan pula oleh warga desa (gambaran) tersebut atau tidak. Pertama, menentang aturan yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Kaum Nabi Luth as jelas-jelas menentang aturan agama. Sementara itu, warga desa yang dipimpin Ki Lurah, terutama para antek Ki Lurah itu mengandalkan ilmu kebal, entah pakai sihir, jimat, atau bantuan jin. Itu salah satu bentuk kemusyrikan, penentangan paling besar terhadap Allah SWT, hingga merupakan salah satu bentuk dosa terbesar. Jadi ada unsur kesamaan antara dua jenis orang (kaum Nabi Luth as dan muqollid fanatik Ki Lurah desa, hanya saja kalau kaum Nabi Luth as itu nabinya jelas baik, beda sama sekali dengan Ki Lurah), walau kadar dan jenis penentangan kaum itu terhadap aturan Allah dan Rasul-Nya tampak berbeda dengan fanatikus Ki Lurah. Mengenai kebiasaan buruk antek-antek Ki Lurah berupa ilmu kebal, sihir, santet, perdukunan, khurofat, takhayul dan bid’ah itu adalah pelanggaran-pelanggaran aqidah yang sangat besar dosanya. Larangan sihir. Nabi saw bersabda: ??????? ????? ????????. ?????: ?? ???? ???? ??? ??? ???: ????? ?????? ??????? ???? ????? ???? ??? ???? ??? ?????? ???? ??? ??????? ???? ?????? ??????? ??? ?????? ???? ???????? ???????? ????????. “Ijtanibus sab’al muubiqoot. Qooluu: Yaa Rasuulalloohi wamaa hiya? Qoola:As-syirku billaahi, was-sihru, wa qotlun nafsillatii harromalloohu illaa bil haqqi, wa aklu maalil yatiimi, wa aklur ribaa, wat-tawallii yaumaz zahfi, wa qodzful muhshonaatil mu’minaatil ghoofilaati”. “Jauhilah tujuh dosa besar yang merusak. Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, apakah tujuh dosa besar yang merusak itu? Beliau menjawab: Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang oleh Allah diharamkan kecuali karena hak, makan harta anak yatim, makan riba, lari dari peperangan, menuduh (berzina) terhadap perempuan baik-baik yang terjaga lagi beriman.”[2] ?? ??? ?? ???? ??? ???? ??? ??? ??? ????. “Man nafatsa fii ‘uqdatin faqod saharo, waman saharo faqod asyroka.” “Barangsiapa meniup simpul (suatu ikatan yang biasa ditiup dalam bersihir) maka sungguh ia telah bersihir. Dan barangsiapa bersihir maka sungguh ia telah syirik/ menyekutukan Allah.”[3] Larangan bertanya dan mempercayai tukang ramal dan tukang sihir ataupun dukun. Nabi Saw bersabda: ?? ??? ????? ?? ????? ?? ????? ????? ????? ??? ???? ??? ??? ??? ???? ??? ???? ? ?. “Man ataa ‘arroofan au saahiron au kaahinan fasa’alahu fashoddaqohuu bimaa yaquulu faqod kafaro bimaa unzila ‘alaa Muhammadin shallalloohu ‘alaihi wasallama.” “Barangsiapa mendatangi tukang ramal, atau tukang sihir, atau tukang tenung/ dukun lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya dan percaya terhadap apa yang dikatakannya, maka sungguh dia telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.” [4] Larangan pakai ilmu kebal, jimat, tangkal: Uqbah bin Amir meriwayatkan bahwa ada sepuluh orang berkendaraan datang ke Rasulullah saw. Yang sembilan dibai’at, tetapi yang satu ditahan. Mereka bertanya: Kenapa dia? Lalu Nabi saw menjawab: Sesungguhnya di lengannya ada tamimah (jimat/ tangkal)! Lalu laki-laki itu memotong jimatnya/ tangkalnya, maka ia dibai’at oleh Rasulullah saw kemudian beliau bersabda: ?? ??? ??? ????. “Man ‘allaqo faqod asyroka” “Barangsiapa menggantungkan (tangkal/ jimat) maka sungguh ia telah syirik.”[5] Larangan memakai aji-aji: ??? ????? ?? ???? ?? ???? ???? ? ? ???? ??? ??? ??? ???? ???? ??? ?? ???? ????: ???? ?? ???? ????: ?? ???????. ???: ??? ???? ?? ????? ??? ????. ?????? ??? ???? ?? ?? ??? ???? ?? ????? ????. “Wa ‘an ‘Imran bin Hushain anna Rasuulalloohi saw abshoro ‘alaa ‘adhudi rojulin halaqotan aroohu qoola min shofarin, faqoola: “Waihaka maa hadzihi? Faqoola: Minal waahinah. Qoola: Ammaa innahaa laa taziiduka illaa wahnan. Inbidzhaa ‘anka fainnaka lau mutta wahiya ‘alaika maa aflahta abadan.” Diriwayatkan dari Imran bin Hushain, sesungguhnya Rasulullah saw pernah melihat di lengan seorang lelaki ada gelang --yang saya lihat ia katakan dari (besi) kuningan-- maka beliau berkata: “Celaka kamu, apa ini? Lalu ia menjawab: Ini adalah termasuk wahinah (aji-aji untuk melemahkan orang lain). Maka beliau berkata: Adapun barang ini tidak akan menambahi kamu selain kelemahan; karena itu buanglah dia. Sebab kalau kamu mati sedang wahinah (aji-aji) itu masih ada pada kamu, maka kamu tidak akan bahagia selamanya.” [6] Larangan tathoyyur/ klenik: Tathoyyur yaitu mempercayai adanya kesialan dikaitkan dengan alamat-alamat seperti suara burung, tempat, waktu, orang atau anggota badan yang bergera-gerak/ kedutan dan sebagainya. Dianggapnya suara burung, hari-hari tertentu dan sebagainya itu sebagai alamat sial. Itu dikenal dengan istilah klenik, yaitu hitung-hitungan hari, alamat-alamat dari suara burung, barang jatuh, rumah menghadap ke arah ini atau di tanah itu dan sebagainya dipercayai sebagai pertanda sial ataupun keberuntungan. Rasulullah saw bersabda: ??? ??? ?? ???? ?? ???? ?? ?? ???? ?? ???? ?? ?? ??? ?? ??? ??. “Laisa minnaa man tathoyyaro aw tuthuyyiro lahu aw takahhana aw tukuhhina lahu, aw saharo aw suhiro lahu.” Bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang bertathoyyur (merasa sial akibat suara burung dsb dikaitkan dengan klenik) atau minta diramalkan sial untuknya, atau berdukun/ menenung atau minta ditenungkan, atau mensihir atau minta disihirkan.”[7] Kedua, kaum Nabi Luth as melakukan kekejian, yaitu homoseks. Sementara itu muqollid Ki Lurah desa? Ada yang mememperdaya wanita dengan dalih dinikahi, tapi hanya dipakai semalam, dan dengan cara pernikahan yang tidak sesuai dengan syari’at sama sekali. (Anehnya, ketika ada pengkritik Ki Lurah menulis bahwa muqollid Ki Lurah yang terkenal dengan skandal seksnya jadi provokator, tahu-tahu si skandal seks berteriak, saya tidak pernah jadi provokator. Teriakannya itu justru sama dengan mengumumkan diri bahwa dirinya memang si skandal seks. Lha dalah!). Ada yang mengaku jelas-jelasan akrab dengan artis-artis, yaitu jenis perempuian-perempuan yang tak bisa menjaga diri untuk tidak ikhthilat (bergaul campur aduk antara lelaki perempuan), dan kalau pergaulan sang muqollid Ki Lurah dengan artis-artis itu dipersoalkan orang justru ia sesumbar akan menyantetnya, tanpa mau tahu, dosa atau tidak. Ada yang blayangan dan blusak-blusuk (keluar masuk) ke daerah hitam, kemudian ketika mati malah dipuji-puji oleh Ki Lurah (waktu itu belum jadi lurah) bahwa lakon rekannya, Gus Anu yang dikenal sebagai penyelenggara sima’an Al-Qur’an namun suka nenggak bir dan blusak-blusuk serta akrab banget dengan wanita-wanita (istilahnya ayam-ayam) di daerah hitam itu merupakan lakon pergaulan “da’wah” (?) yang cukup baik. Pujian itu ditulis secara khusus di koran katolik terkemuka di halaman paling depan lima tahunan yang lalu. Pantas saja dia memuji, orang lakon si pemuji itu sendiri kemudian (setelah beberapa tahun berselang) kini kondang kaloko (masyhur) menjijikkannya, dengan bukti-bukti yang tidak pernah ia bantah. Maka pantaslah kalau dia sempat-sempatnya memuji-muji lakon rekannya yang menjijikkan tersebut sebagai pertanda ungkapan belasungkawa atas kematiannya, lewat koran kelompok non Islam yang dikenal sering sekali memberitakan apa saja tentang calon Ki Lurah ini, mungkin hanya kentutnya saja yang belum diberitakan. Tetapi misalnya tokoh ini mengalami koma, lalu bisa kentut, maka besar kemungkinan diberitakan pula, sebagaimana orang Bandung yang koma berhari-hari ternyata kentutnya diberitakan besar-besar di koran, 15 tahun lalu, karena dianggap pertanda siuman. Meskipun demikian, tetap harus dibedakan, bahwa lakon buruk yang jenis ini bukan merata di kalangan pendukung Ki Lurah. Hanya orang-orang tertentu yang memang sifatnya doyanan saja. Jadi tidak bisa digebyah uyah (dipukul rata). Hanya anehnya, ketika ada tokoh-tokoh mereka yang lakonnya buruk seperti itu mereka diam saja, bahkan sebagian ada yang cenderung membela-bela dengan aneka dalih. Kadang-kadang dalihnya adalah: “Beliau itu wali, maka tidak seperti kita.” Itu satu pemahaman sangat salah, dan merupakan persoalan yang harus diberantas tuntas sampai seakar-akarnya. Ketiga, menyamun, membegal, merampok, ngecu, nggedor. Barangkali dalam hal ini agak berbeda. Tingkah kaum Nabi Luth as memang vulgar, kasar, dan benar-benar tampak sekali jahatnya. Sedang antek-antek Ki Lurah desa tidak sejahat itu tampaknya. Hanya saja memang kadang-kadang ada yang doyanan juga. Tentu saja tidak semuanya. Tetapi bukti-bukti menunjukkan. Misalnya, dulu sekitar 40 tahun lalu kelompok Ki Lurah desa diberi beberapa bidang tanah oleh seorang gubernur Islam, Syamsurijal namanya. Teman yang berseberangan dengan kelompok Ki Lurah juga diberi tanah. Sama. Kenyataannya, teman yang berseberangan itu menggunakan tanah pemberian gubernur itu jadi rumah sakit Islam, Universitas Islam di Cempaka Putih Jakarta, dan satu lagi masjid dan yayasan pesantren Islam terkemuka di Kebayoran Baru Jakarta yang memiliki sekolah Islam unggulan bahkan punya cabang-cabang di kota-kota besar dan daerah-daerah. Meskipun banyak juga kekurangannya, misalnya murid-murid atau kini mungkin mahasiswinya (karena sudah punya universitas baru) tidak diwajibkan memakai pakaian muslimah, dibiarkan pakai pakaian kafir, dan itu merupakan salah satu dosa para pengurusnya tentu saja, namun dalam pembicaraan ini ada bukti nyata kesungguhan mereka dalam memanfaatkan tanah pemberian itu untuk kepentingan ummat. Tetapi, tanah-tanah yang diterima oleh kelompok Ki Lurah itu sekarang tidak ada ambunya (baunya). Apakah dimakan oleh orang yang sekarang sudah dimakan tanah atau jadi apa, wallahu a’lam. Barangkali ya mudah saja dikilahi. Misalnya dengan kata-kata: Orang diberi, ya terserah saja. Mau dimakan kek, mau dijadikan ini atau itu kek, tidak ada soal. Dan kenapa situ yang sewot dan nyinyir? Orang yang memberi saja tidak mempersoalkan. Situ saja yang kurang kerjaan, hanya sukanya mengorek-ngorek borok orang. Dosa itu namanya, tahu?! Kilah semacam itu bisa dimaklumi pula. Namun bukan begitu persoalannya. Semua itu ada pertanggung jawabannya. Amanat itu harus dipertanggung jawabkan. Sekalipun yang memberi tidak mempermasalahkan, namun anjing saja akan berterimakasih kepada tuannya yang memberi makan. Apalagi dalam kasus ini, yang satu bisa menggunakan tanah itu untuk pusat-pusat kegiatan Islami, yang manfaatnya tampak nyata. Sedang yang lain sama sekali tidak ada khabarnya, padahal kalau dilihat dari segi braoknya (kerasnya ngomong) ya cukup braok lah. Jadi dalam segala hal, pertanggungan jawab itu sangat penting. Apalagi masalah amanat yang harus dipertanggung jawabkan di depan ummat. Itu masalahnya. Jadi pengungkitan ini sekadar mengingatkan, ada hal-hal yang perlu dipertanggung jawabkan, di samping mengingatkan pula bahwa keadaannya seperti itu tingkat mutunya (baca: ketidak mutuannya). Dan ini bukan berarti membela yang satu. Buktinya, mereka tidak memberlakukan pakaian muslimah, saya semprot juga. Syukur-syukur mereka berubah, dan agak jeli sedikit terhadap aliran-aliran yang menyimpang, tidak asal tampung seperti yang lalu-lalu. Tetapi terakhir, Oktober 2000, ada kegiatan yang bagus di Yayasan Pesantren Islam di Kebayoran Baru Jakarta itu, yang menghabisi aliran-aliran sempalan dalam sebuah seminar yang banyak mendapat perhatian jama’ahnya. Syukurlah. Di saat maraknya aliran sesat di masa kepemimpinan Gus Dur sekarang ini masih ada kepedulian dari sebagian lembaga Islam yang peduli untuk memberantas aliran-aliran sesat, agar ummat tidak terseret arus kesesatan mereka. Mudah-mudahan pemberantasan aliran sesat itu dilaksanakan secara terus menerus dan sistematis. Keempat, perkataan dan perbuatannya di tempat-tempat perkumpulan mereka sangat menjijikkan. Kasus ini, kaum Nabi Luth as suka ngumpul-ngumpul di pinggir jalan, menggoda dan mengejek orang lewat, dan menuduh yang bukan-bukan. Kalau kelompok Ki Lurah ya cukup sesekali berkumpul untuk ronda menjaga kompleks pelacuran. Atau pemudanya tidak sedikit yang jadi centeng (tukang pukul) ketika orang lain lagi sibuk merayakan hari raya kekafiran mereka di rumah-rumah sesembahan mereka. Tidak tahulah. Berapa jumlahnya pemuda dari kelompok Ki Lurah yang mereka masih mencadangkan diri untuk jadi centeng di gereja-gereja pada tahun 2000. Khabarnya juga masih ada yang demikian, hanya saja beritanya tidak begitu menonjol, karena yang menonjol adalah berita adanya letusan bom di gereja-gereja di berbagai kota pada malam natal 2000. Di antaranya di Jakarta, Bandung, Mojokerto Jawa Timur, Mataram Nusa Tenggara Barat, dan Medan. Ada juga korban jiwa dan yang luka-luka. Saat tulisan ini dibuat, belum ada khabar jelas tentang siapa para pelaku pemboman secara serempak sekitar pukul 21 malam di berbagai kota itu, sebagaimana kasus-kasus bom sebelumnya, tak pernah terungkap tuntas. Hanya ada pernyataan dari pihak kepolisian bahwa diduga para pelakunya terorganisir rapi. Adapun mengenai kelompok pemuda yang mengaku dirinya Muslim dan pernah ramai-ramai jadi centreng gereja, sampai pada peristiwa meledaknya bom di gereja-gereja itu belum ada larangan dari kelompok mereka untuk jadi centeng gereja. Mungkin bagi yang ingin jadi centeng berkilah, hitung-hitung cari obyekan untuk lebaran Idul Fitri tahun 1421H/ 2000M yang waktunya 27 Desember 2000M hanya beda dua hari dengan perayaan kafirin itu. Berita tentang jadi centeng atau bahkan peindung dari tempat-tempat tertentu, memang sering terdengar. Misalnya, dalam hal kemunkaran lain berupa sekadar kumpul-kumpul dan konon jadi semacam pelindung (?) peredaran VCD-VCD yang isinya menjijikkan menurut aturan agama. Makanya ketika ada kasus pembakaran VCD di Kota -Jakarta, lalu ada berita bahwa kasus itu akibat adanya semacam perebutan lahan antar “para pelindung”. Atau mereka sekadar kumpul-kumpul dengan musuh-musuh Islam untuk ngrasani/ ghibah kejelekan orang Islam yang dianggap berseberangan dengan kelompoknya. Atau kumpul-kumpul di kuburan untuk melakukan kemusyrikan, bid’ah, khurofat dan aneka pelanggaran aqidah yang menjadi kegemaran kelompok mereka, dan kalau dibilangi malah lebih galakan mereka suaranya. Tak semua begitu Apakah tidak ada seorang lelakipun di antara kalian yang berakal cerdas? Jawabnya, ada. Sebagian dari kelompok Ki Lurah itu juga ada yang sangat menentang kebrengsekan-kebrengsekan Ki Lurah dan antek-anteknya. Ada yang sampai berpayah-payah untuk menegakkan kebenaran bahwa acara do’a bersama antara Muslim dan kafirin itu haram. Jangan sampai ikut-ikutan acara yang diada-adakan oleh antek-antek Ki Lurah yang merusak aqidah itu. Contohnya, itu Kiai Basori Alwi dari Malang yang alumni Makkah itu benar-benar sungguh-sungguh menentang acara do’a bersama Muslim dan kafir. Bukan hanya pidato, khutbah, dan ceramah, tetapi juga menulis makalah, dan wawancara-wawancara dengan kiai-kiai Jawa Timur. Benar. Itu dilakukan pula oleh sebagian kelompok Ki Lurah. Jadi, kelompok Ki Lurah itu ada yang getol mengadakan acara bid’ah kubro berupa do’a bersama antara Muslimin dan kafirin, tapi ada juga yang sangat keras menentangnya. Ki Lurah juga tahu bahwa tidak semua kaumnya itu menyetujui apa-apa yang dia canangkan. Masih banyak juga yang berpikiran jernih, dan tidak mau ikut-ikutan ngedan. Akibatnya, justru Ki Lurah makin menjelaskan jati dirinya yang mendua. Ketika Ki Lurah mendengar bahwa antek-anteknya mengamuk, mencoret-coret rumah orang, menggropyok orang, main keras-kerasan, main ancam dan sebagainya dengan tujuan membela mati-matian terhadap Ki Lurah, lalu Ki Lurah teriak: Jangan begitu! Itu tidak humanis, eh tidak Islami! Tetapi, sambungan kata Ki Lurah, berlawanan dengan apa yang baru saja meluncur dari mulutnya itu, yaitu kurang lebih: Meskipun demikian, dari sisi lain saya bisa memahami kemarahan antek-antekku itu! Karena niat orang-orang yang meledekku itu memang jahat! Kalimat mendua dan sikap pemberhalaan Lha dalah... Ngomong dua kalimat saja, yang satu ngalor yang satu ngidul. Itulah kebiasaan buruk Ki Lurah yang tak sembuh-sembuh, dan warga desa justru disuruh memahaminya, sedang antek-anteknya justru meniru-nirunya, dan menganggapnya sebagai sabdo pandito ratu yang harus ditaati dan diamalkan. Maka keesokan harinya, antek Ki Lurah di lain tempat yang tadinya belum sempat melempari rumah rivalnya, langsung bertandang beramai-ramai mau menimpuki rumah rivalnya. Bahkan sampai merepotkan polisi. Sudah pada gede-gede kok mau berantem hanya demi membela Ki Lurah yang ucapannya mencla-mencle. Gara-gara ada sekelompok orang yang berparodi menirukan gaya mencla-menclenya Ki Lurah, maka antek-antek Ki Lurah mengamuk di mana-mana. Mestinya tidak usah mengamuk. Balas saja dengan menirukan gaya tokoh yang mereka sebali. Seperti kata Parni Hadi yang orang Jawa Timur namun berseberangan juga dengan sebagian orang Jatim itu, biar terjadi lomba parodi. Kan rame. Gitu aja kok marah. Sampai mencak-mencak, agar kelompok yang oknumnya ada yang berparodi ria itu dibubarkan saja organisasinya. Gampang amat. Sedangkan kompleks pelacuran yang jelas-jelas melanggar aturan Tuhan, aturan negara, dan bahkan aturan kesopanan manusia saja tidak mereka usulkan agar dibubarkan, malah tempo-tempo mereka (antek Ki Lurah) jaga, kok hanya ada oknum tertentu yang meniru-niru gaya Ki Lurah, lalu antek-antek Ki Lurah sesewot itu. Ungkapan saya ini bukan berarti membenarkan berlangsungnya pelacuran, tetapi maksud kalimat ini adalah: Mengecam sekerasnya terhadap sikap mereka yang sebegitu antagonis. Terhadap yang seharusnya mesti diberantas (pelacuran) malah mereka jagai dan pertahankan, namun terhadap yang tak seberapa pelanggarannya (kalau dibanding kemaksiatan yang dilokalisir) malah mereka hajar habis-habisan. Sikap seperti itu sudah mengarah kepada pemberhalaan terhadap Ki Lurah, sekaligus mengecilkan nilai-nilai sakral agama yang harus dijunjung tinggi. Memberantas pelacuran adalah wajib, tetapi justru mereka bela kelangsungannya. Sebaliknya, mereka justru mengaku tersinggung berat ketika “berhalanya” ditirukan orang gayanya. Barangkali memang cara berfikir sebagian antek-antek Ki Lurah itu sudah berada di luar jalur keumuman manusia. Contohnya, ada 3 mahasiswa dari PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, satu organisasi di lingkungan NU/ Nahdlatul Ulama), salah satu pergerakan di bawah organisasi kelompok Ki Lurah, yang hanya pakai cawet (celana dalam pembungkus itu barang), mereka beraksi di Gedung DPR/MPR. Lalu ketiga pemuda yang berbugil ria hanya pakai cawet itu mengguyurkan cat merah dan hitam ke sekujur tubuhnya, lalu berguling-guling di lantai selama 20 menit. Hingga lantai yang seringkali dipel itu menjadi belepotan cat. Setelah mereka selesai mempertontonkan lakon yang tujuannya untuk mendukung Ki Lurah dengan model tak tahu malu, mengumbar aurat dan bertingkah aneh seperti itu pada 9/11 2000, lalu mereka duduk-duduk dan nglepus merokok. (Lihat Koran Warta Kota, 10/11 2000). Itu lakon apa sebenarnya. Sulit dicerna akal. Padahal, di dalam Islam, berbuat yang mubah (boleh dilakukan) saja kalau tak ada guna bagi dirinya maka lebih baik ditinggalkan. Lha kok ini mengadakan dukungan kepada bossnya dalam bentuk yang melanggar kesopanan sama sekali, dan tak masuk akal, serta menunjukkan kekonyolan yang menjijikkan dan merugikan umum, karena Gedung DPR/MPR itu tempat umum. Sedangkan mahasiswa mestinya lebih mengedepankan otak daripada kekonyolan. Kenapa ketidak mutuan kelompok Ki Lurah ditonjol-tonjolkan di tulisan ini? Mungkin ada yang protes demikian, dengan dalih: Ini namanya mencari-cari kesalahan. Bukankah kelompok lain juga banyak sekali yang salah dan konyol, dan bahkan merugikan? Pertanyaan itu seolah bagus. Tetapi perlu diingat, kaitan dalam persoalan ini adalah kepemimpinan yang dinilai tidak efektif, tidak terasa manfaatnya, bahkan hanya pemborosan dana untuk kesenangan plesiran ke mana-mana, ke luar negeri. Sementara itu persoalan yang timbul di masyarakat makin menumpuk, makin ruwet, makin semrawut; tetapi tidak dibenahi. Jadi, kepemimpinan Ki Lurah seakan menambah masalah, masih ditambah dengan masalah-masalah yang diperbuat oleh pendukung-pendukung fanatiknya yang tak kalah serunya dalam menambah masalah. Jadi keadaannya kan hanya menumpuk-numpuk masalah. Bagaimana seorang dokter mau mengobati orang sakit, kalau dokter itu sendiri malahan sumber penyakit, sedang pembela-pembelanya pun orang-orang yang berpenyakit? Tanpa hasil, malah makin parah Sudah tidak adakah seorang lelaki pun yang punya pikiran cerdas? Ada. Tetapi karena bukan dari kalangan pendukung Ki Lurah, maka setiap bicaranya kemudian dianggap sebagai ingin menggoyang kedudukan Ki Lurah. Padahal, sudah terbukti, selama satu tahun lebih Ki Lurah menduduki jabatan, belum ada hasil yang bisa dianggap sebagai tanda-tanda memecahkan persoalan. Justru persoalan makin menumpuk, makin berat, dan makin tidak keruan. Sementara itu yang makin keblangsak makin banyak. Anak-anak yatim yang makin terlantar dan kelaparan makin banyak.(Apalagi justru Ki Lurah membubarkan lembaga resmi yang mengurusi anak-abak yatim, hingga banyak panti asuhan anak yatim terutama milik Ummat Islam sangat kesulitan dana. Sementara itu dari pihak kafirin ada yang kaya dana, konon dari luar negeri atau dari perusahaan-perusahaan pendukung kafirin. Sehingga, bisa diduga keras, politik Ki Lurah membubarkan lembaga resmi yang mengurusi panti asuhan itu adalah salah satu bentuk pemurtadan, karena pihak kafirin yang aktif mengadakan pemurtadan itu lebih leluasa mengoperasikan dananya terutama untuk kalangan anak-anak yatim. Dengan demikian, Ki Lurah baik sadar ataupun tidak, telah mendukung program pemurtadan itu). Pengemis di bus-bus, di jalan-jalan dan di tempat-tempat umum makin banyak. Kerusuhan, bunuh-bunuhan makin banyak. Tawuran antar pelajar, antar kampung, antar mahasiswa, antar kelompok makin banyak. Kemaksiatan, tayangan-tayangan porno, tempat-tempat maksiat yang menjajakan kekejian dan kemerosotan moral makin menjamur/ banyak, kaset video porno, perjudian, obat-obat terlarang, minuman keras, penyakit kelamin, aborsi/ pengguguran kandungan, penipuan, penjambretan, penyembahan kuburan, nyanyian-nyanyian sholawat ghuluw (kelewat batas), kemusyrikan, perdukunan, aliran-aliran sesat; semuanya makin menjamur, tumbuh dengan subur. Sebaliknya, masjid-masjid makin sepi jama’ah. Pengajian makin surut, kecuali yang model-model bid’ah mungkin makin bertambah subur. Kemampuan mendalami agama makin berkurang. Orang yang bicara ngawur tentang agama makin banyak. Justru barisan depan paling ngawur adalah Gus Dur pula. Contohnya, MUI (Majelis Ulama Indonesia) memfatwakan haramnya Ajino Moto. Fatwa itu dikeluarkan setelah MUI mengadakan pengujian tentang proses pembuatan bumbu masak Ajino Moto, yang ternyata pembibitan bakteri untuk fermentasi (peragian) Ajino Moto itu memakai lemak babi. Maka MUI memfatwakan, Ajino Moto hukumnya haram. Namun tak lama kemudian, Gus Dur yang jadi presiden RI itu mengatakan bahwa Ajino Moto adalah halal, dan ia katakan urusannya selesai. Keruan saja masyarakat jadi bingung seusai Idul Fitri 1421H / akhir tahun 2000M itu. Sedang kecaman atas kengawuran Gus Dur pun makin ramai. Istilah Jawa mengibaratkan “Wis kebak sundukane” (sudah penuh tusukannya, artinya sudah banyak sekali data-data jeleknya, tinggal terbongkarnya). Gejala omong ngawur itu makin menjadi-jadi. Sampai-sampai pendukung fanatik Gus Dur, yaitu KH Noer Muhammad Iskandar SQ, (yang pernah heboh karena perkawinan semalam tanpa wali tanpa saksi tempo dulu dengan Dewi Wardah janda almarhum Amir Biki korban penembakan Tanjung Priok 1984) berpidato di Kebumen Jawa Tengah dalam rangka halal bi halal (acara ini sendiri tidak ada tuntunannya dalam Islam) dengan warga NU. Kiai Noer Iskandar itu dikhabarkan menyebut nama Amien Rais (ketua MPR) dan Akbar Tanjung (Ketua DPR) serta kaitannya dengan darah yang halal. Hingga ucapan itu jadi kontroversi. Sebagian orang menafsirkan bahwa darah Amien Rais dan Akbar Tanjung di mata sang kiai dan warga NU sangat halal. (Tabloid Aksi, No 306, 25-31 Januari 2001 hal 12). Dalam wawancara dengan Tabloid Aksi itu sendiri Noer Iskandar juga tampak berkata ngawur sekali. Saat itu masih terngiang kengawuran Gus Dur yang menghalalkan Ajino Moto yang diharamkan MUI, namun Noer Iskandar justru mengaitkan pembelaan terhadap Gus Dur dengan tiket surga. Berikut ini petikan wawancara yang menunjukkan tiket surga: Wartawan Tabloid Aksi bertanya: Kok, Banser sangat antusias sekali membela Gus Dur? KH Noer Muhammad Iskandar SQ menjawab: “Itulah saya katakan, orang supaya mengerti, Gus Dur itu simbol ulama. Dalam keyakinan kami, mencintai ulama itu bagian dari tiket surga.” (Tabloid Aksi, 25-31 Januari 2001, hal 12). Di samping isi ucapan Noer Iskandar itu sangat kontroversial, masih pula ia membuat istilah yang tidak pernah dikenal dalam Islam. Apakah ada istilah “tiket surga” dalam Islam, wahai Pak Kiai? Mana ada ayat atau hadits yang menyebutkan dengan istilah tadkirotul jannah (karcis surga). Lagi pula, untuk mendapatkan “tiket surga” yang diada-adakan oleh Kiai Noer Iskandar itu di antaranya dengan cara “sangat mendukung Gus Dur”. Waduh-waduh... ini Pak Kiai sedang jualan “tiket surga” .... Betapa beraninya, sebagaimana Dajjal juga berani menawarkan surganya untuk mencari pengikut. Padahal sebenarnya justru neraka lah bagian bagi siapa yang mengikuti Dajjal itu. Pengarahan ke arah yang belum jelas kebenarannya alias ngawur-ngawuran seperti itu, kadang sampai mengorbankan nyawa, yang nilainya kontroversial pula. Sebagaimana pengerahan Banser untuk menjaga gereja-gereja (bahkan pernah pula menjaga tempat pelacuran terbesar di Surabaya, Januari 2000), yang ternyata karena tidak pernah dihentikan oleh para penggede NU, akibatnya Allah peringatkan mereka dengan matinya salah seorang Banser ketika menjaga gereja lantas kena bom. Berikut ini beritanya: Banser Mati Kena Bom di Gereja Mojokerto Bom meledak di sekitar 22 gereja di 10 kota se-Indonesia terjadi pada Malam Natal 2000, Ahad malam 24 Desember 2000 sekitar pukul 21. Menurut Republika, pada waktu itu, secara serentak bom meledak di 22 gereja pada 10 kota. Hampir semuanya adalah gereja Katolik. Chandra Tirta Wijaya (16) yang meninggal Sabtu 6/1 2001 adalah korban ke-20 yang meninggal, termasuk seorang anggota Banser yang demi solidaritas keagamaannya ikut menjaga Gereja Eben Heizer, Mojokerto, Jawa Timur. (Tajuk Republika, “Korban itu pun meninggal”, Senin 8 Januari 2001, halaman 6). Kota-kota yang dikhabarkan diguncang bom di dekat gereja-gereja adalah Jakarta, Bandung, Medan, Mojokerto, dan Mataram NTB. Demikianlah. Aneka kengawuran, baik berupa omongan maupun tindakan, makin banyak. Pidato-pidato agama yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah pun makin banyak. Ki Lurah dan pendukung-pendukungnya harus memikul semua itu untuk mempertanggung jawabkan segala kerusakan di masyarakat yang sudah separah itu. Bagaimanapun, kebobrokan yang sudah sangat parah seperti sekarang ini tidak mungkin bisa dibenahi oleh orang-orang yang sifat dan sepak terjangnya model Ki Lurah dan pendukung-pendukungnya. Sebagaimana tidak mungkin mencuci kain kotor dengan air yang tidak bersih. Justru tambah tidak bersih pula. Lantas, untuk mencuci, apakah kita harus menunggu musim hujan tiba, ketika kain kita kotor semua di waktu kemarau? Apakah harus menunggu tahun tertentu, untuk menjadikan masyarakat ini terbebas dari aneka kotoran itu? Secara mudah, masyarakat awam pun tahu. Orang yang sakit kencing manis sudah kronis, kalau kakinya luka dan ada tanda-tanda makin membusuk, maka harus segera kaki busuk itu diamputasi atau dipotong. Kalau tidak, maka sekujur tubuh akan busuk semua. Demikian pula, gejala masyarakat ini makin membusuk. Dan faktor yang menjadikan pembusukan itu sudah jelas. Maka, menunggu apalagi, kalau tidak kita potong saja seluruh unsur yang menjadikan pembusukan itu. Apakah kita akan menunggu busuknya sekujur tubuh masyarakat ini semua, baru kita akan berbenah? Sudah terlanjur, nantinya, tidak bisa lagi dibenahi. Itu yang perlu dikhawatirkan. Apakah tidak ada seorang lelaki pun yang berfikiran sehat di antara kalian? Mari kita jawab bersama, apakah memang keadaannya sudah seperti itu. Dan mari kita camkan hadits berikut ini: ??? ??? ?? ??? ??? ????? ? ???? ??? ?? ???? ??? ????? ? ???? ??? ?? ??? ??? ?????. “Laisa minnaa man da’aa ilaa ‘ashobiyyatin, walaisa minnaa man qootala ‘alaa ‘ashobiyyatin.walaisa minnaa man maata ‘alaa ‘ashobiyyatin.” Bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang mengajak kepada ashobiyah (fanatik golongan, suku, bangsa, kelompok dsb, pokoknya selain fanatik Islam). Dan bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang berperang atas dasar ashobiyah. Dan tidak termasuk golongan kami pula, siapa saja yang mati atas dasar ashobiyah.” [8] Sadarlah wahai para pendukung Ki Lurah. Kalau sampai pada tingkat yang disinyalir oleh hadits tersebut lakon kalian, maka betapa ruginya. Maka mari kita bertobat, dan buanglah berhala itu jauh-jauh. Untuk apa dia. -------------------------------------------------------------------------------- [1]HR Imam Ahmad, Turmudzi, Thabrani, dan Imam Al-Baihaqy, sebagaimana dikutip dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya, Depag RI, 1985/1986, juz 20, hal 465. [2] (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasaai, dari Abu Hurairah, shahih). [3] (HR At-Thabrani dengan dua sanad, salah satu dari dua rawi-rawinya terpercaya). [4] HR Al-Bazzar dan Abu Ya’la dengan sanad jayyid. [5] HR Ahmad dan Al-Hakim, dan lafadh itu bagi Al-Hakim, sedang periwayat-periwayat Ahmad terpercaya. [6] (HR Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya; dan Ibnu Majah tanpa lafal “buanglah dst...”). [7] (HR At-Thabrani dari Ibnu Abbas dengan sanad hasan). [8] (HR Abu Dawud dari Jubair bin Math’am, berderajat hasan, dalam Faidhul Qadir no. 7684). Mo Limo, Lima Kejahatan yang Merusak Masyarakat Istilah Mo Limo (lima kejahatan) sudah dikenal sejak lama. Lima kejahatan itu disebut Mo Limo, karena orang Jawa dulu memakai huruf Ho-no-co-ro-ko. Huruf M disebut Mo, maka singkatan M5 menjadi Mo Limo. Lima kejahatan itu adalah (1) judi, (2) maling (mencuri), (3) madat (nyeret, minum candu). Kalau sekarang narkotik dan obat-obat adiktif yang disebut narkoba; termasuk putauw, ekstasi, shabu-shabu dsb. (4) Minum (minuman memabukkan), dan (5) madon (main perempuan: berzina, melacur). Pelaku Mo Limo itu dinilai sebagai sampah masyarakat dan dibenci secara umum, hingga julukannya amat buruk, yaitu bajingan-tengik. Makanya orang yang madon (main perempuan/berzina) disebut mbajing artinya melakukan tingkah bajingan. Pelaku kejahatan Mo Limo itu dipandang sebagai penyakit dan musuh masyarakat. Sedang bajingan itu sendiri (zaman dulu) juga menyadari bahwa dirinya adalah musuh masyarakat. Penjahat itu tidak bisa meneruskan kejahatannya bila tidak punya uang lagi. Mereka tidak bisa berjudi, menenggak obat-obat terlarang, mabuk-mabukan, dan berzina kalau tidak punya uang.Untuk mendapatkan uang maka mereka menjadi maling, mencuri. Lari ke dukun Itulah penjahat "konservatif". Menyadari dirinya sebagai penjahat dan musuh masyarakat, maka untuk melangsungkan kejahatannya perlu kekebalan, agar ketika tertangkap dan disiksa tidak sakit, tidak mati. Si penjahat lari (berguru) ke dukun. Maka sang dukun pun disebut dukun maling. Sihir-sihirnya ada ilmu sirep untuk menyirep (menjadikan tidur) calon korban, ilmu kebal, ilmu menghilang (kalau dikejar agar hilang tak tertangkap), ilmu malih (berubah bentuk, agar ketika dikejar bisa berubah bentuk hingga tidak tertangkap) dsb. Untuk melayani kejahatan lainnya, muncul pula dukun-dukun spesial lainnya, seperti dukun ramal, dukun judi (menunjuki tebakan angka), dukun pelet atau pengasihan (untuk menyihir lawan jenis agar terpikat), dukun susuk (sihir untuk menjadikan pasiennya tetap cantik dan memikat) dsb. Itu semua adalah pekerjaan syetan, musuh Allah SWT. Dukun selaku wali syetan adalah musuh Allah, sedang orang yang mendatanginya untuk minta didukuni, kalau mempercayai maka dihukumi kafir, dan kalau menanyakan sesuatu kepada dukun itu (untuk diramal) maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari. Imam Muslim meriwayatkan dalam Kitab Shahihnya bahwa rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa mendatangi 'arraf (dukun) dan menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak akan diterima shlatanya selama 40 hari." (HR Muslim). Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw, beliau bersabda: "Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw." (HR Abu Daud). Masyarakat yang tadinya baik, setelah ada Mo Limo jadi rusak pula. Karena, untuk menangkal atau menghadapi perbuatan Mo Limo itu pakai dukun juga. Jadi penjahat maupun korbannya sama-sama lari ke dukun. Hingga ketika orang sedang kecurian, mereka larinya ke dukun pula, minta diberi tahu siapa pencurinya, tanda-tandanya, barangnya yang dicuri ada di mana dsb. Lalu perangkat desa (semacam keamanan atau bahkan kini polisi) larinya ke dukun juga. Sehingga bisa-bisa dukun maling yang telah mengajari pencuri, pagi-pagi ia mendapat "laporan" dari korban kecurian yang datang ke dukun itu karena malamnya kecurian, dan kemudian sorenya mendapat "laporan" pula dari "polisi" setempat tentang kasus pencurian, karena "polisi" itu menanyakan kira-kira pencurinya siapa dan di mana. Esok hari dukun itu tinggal menagih setoran dari sang maling dengan tagihan yang ditinggikan karena datanya akurat (didapat dari korban dan pihak keamanan). Sang malingpun makin memuja sang dukun karena dianggap sakti, tahu segalanya, dan membuat sukses. Kegoblokan masyarakat Kegoblokan penjahat dan masyarakat bahkan para pejabat yang sangat menggelikan karena semua tunduk di kaki dukun itu makin menjadi-jadi gobloknya. Sedang para dukun makin cengengesan (tertawa tanpa aturan) dengan aneka paket tipuan. Ada yang membuat istilah pengobatan alternatif, kontak jarak jauh, supranatural, susuk asmara, paranormal ampuh dan aneka macam tetek bengek istilah yang mereka tipukan pada masyarakat. Padahal hakekatnya adalah sama saja, mereka itu adalah biang para bajingan itu tadi. Hanya saja karena pihak keamanan justru ikut-ikutan antri ke dukun yang kini disebut paranormal, sedang para punggawa sampai pejabat tinggi sudah banyak yang tunduk pada dukun, maka pada dasarnya negeri ini adalah mainan syetan. Karena dukun adalah wali (kekasih, teman komplot) syetan. Mo Limo Dilestarikan Pejabat Mo Limo semula menjadi musuh masyarakat, lalu para pelaku Mo Limo berlindung kepada dukun. Mestinya para penjahat, bajingan tengik beserta dukun itu dibumi hanguskan, dihancurkan, diberantas dan dihukum. Namun tidak. Justru masyarakat dan pihak keamanan menghadapinya dengan lari ke dukun pelindung para bajingan itu juga. Malahan lebih dari itu, para punggawa dan pejabat pun banyak yang lari ke dukun juga, untuk meraih jabatan atau mempertahankannya. Akibatnya, bukan Mo Limo tingkah terkutuk itu yang diberantas, tetapi yang mereka kerjakan adalah: bagaimana agar Mo Limo itu berjalan dengan tenang tanpa gangguan. Maka yang punya jabatan ya meresmikan pelacuran dengan istilah lokalisasi, panti rehabilitasi, atau setidak-tidaknya melindungi tempat-tempat maksiat agar tetap berlangsung. Bahkan digalakkan aneka tempat maksiat dengan dalih demi melancarkan program pariwisata. Dalam melestarikan Mo Limo itu, untuk perzinaan pribadi-pribadi kini hanya disebut selingkuh. Padahal lafal slingkuh itu asalnya bahasa Jawa, artinya diam-diam curang, berbuat tidak jujur, jadi asalnya tidak menyangkut perzinaan, tapi ketidak jujuran secara umum, namun kini dijadikan istilah berkaitan dengan seks, sehingga ada degradasi/penurunan makna tentang kejinya zina. Sudah bahasanya dibelokkan agar perzinaan itu tidak terkesan keji dan jahat, masih pula tak ditegakkan hukum, walaupun beritanya sudah memenuhi atmosfir dunia tentang perzinaannya. Bukannya kasus perzinaan itu yang ditegakkan hukuman atasnya, tetapi justru hukum Islam yang menggariskan adanya hukuman atas pezina itulah yang mereka tolak ramai-ramai. Kenapa? Karena sebagian penduduk negeri ini sudah terkena mental germo. Apa itu mental germo? Yaitu kalau pelacuran dikenai hukuman atasnya, maka mereka sangat khawatir akan terkena hukuman pertama kali, bahkan tidak akan lagi mendapatkan setoran dari hasil maksiat yang diselenggarakannya. Lagi pula hukum Islam yang di antaranya menimpakan hukuman atas pelaku maksiat itu jelas bertentangan dengan program syetan. Sedangkan yang mereka usung itu pada hakekatnya adalah program syetan, plus hawa nafsu dan keserakahan. Untuk menolak hukum Islam itu di antaranya dengan praktik: Yang mampu menyelenggarakan perjudian ya membukanya dengan kedok sumbangan sosial, olahraga atau apalah. Bahkan perjudian justru ada yang mengusulkannya agar dijadikan salah satu sarana agar cina-cina yang berduit itu tidak jadi minggat ke luar negeri. Tentang permalingan, ya dilakukan secara ramai-ramai tetapi teratur rapi, istilahnya korupsi lah. Atau digalakkan kembali KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Untuk melindungi itu semua ya digalakkan praktek-praktek dukun dengan istilah paranormal dan aneka istilah lainnya di pusat-pusat perbelanjaan dan lainnya. Untuk menyemarakkan program syetan itu ya dibebaskanlah para dukun itu untuk mengiklankan dirinya di media-media pendukung program syetan. Hingga para dukun itu kini tidak malu-malu lagi mengaku sebagai dukun. Lebih dari itu, kalangan ulama tertentu pun ada yang berterus terang dalam hal praktek dukun, untuk membela kebejatannya. Sekadar contoh kecil, bisa kita simak sebuah cuplikan berita dalam kasus tersebarnya berita tentang perselingkuhan Gus Dur (Presiden Abdurrahman Wahid) dengan Aryanti (38 th) atas pengakuan Aryanti: "Di Indonesia kasus yang lebih gamblang adanya perselingkuhan presiden dibandingkan di Amerika Serikat, namun begitu mudah dibelokkan, dilupakan dan dianggap bukan apa-apa. Bahkan kalangan ulama Nahdliyin (Nahdlatul Ulama/NU, pen) dengan terang-terangan membela mati-matian Gus Dur. Kyai Cholil Bisri misalnya bahkan secara "gila-gilaan" berpendapat apa yang dilakukan Gus Dur dengan fakta yang gamblang dalam foto memangku wanita bukan istrinya itu dianggapnya sebagai hal yang wajar saja. Ia malah mengaku dirinya juga akrab dengan santri-santriwatinya juga dengan tokoh artis seperti Neno Warisman. Akrab yang ia maksudkan tentu saja setara dengan foto Gus Dur memangku Aryanti Boru Sitepu. Na'udzubillahi min dzalik! Belum apa-apa, bahkan tokoh NU ini mengancam jika ia diperlakukan seperti Gus Dur ia mengancam semua yang menyebar-nyebarkan berita selingkuh itu akan ia santet, tidak peduli apakah itu dosa atau tidak." (Media Dakwah, Rajab 1421/ Oktober 2000, hal 8-9). Demikianlah kenyataannya. Komplitlah sudah kebejatan moral dan akhlaq serta rusaknya aqidah di negeri ini. Pada kesempatan yang sudah hancur-hancuran ini, para maling, para bajingan tengik, para dukun keparat (plus Kiai yang rusak aqidah dan akhlaqnya), dan semua wadyabala syetan, baik mereka itu rakyat maupun pejabat bersorak hore. Horeee... Mo Limo telah kita tegakkan dengan aman dan terkendali. Mari kita sambut abad 21 dengan 60.000 dukun yang tergabung dalam PPI (Paguyuban Paranormal Indonesia) agar Mo Limo lebih berjaya lagi, hingga artis-artis yang "baru 90 persen" telanjang itu lebih telanjang lagi nantinya. Dan Mo Limo benar-benar merajai dan merajalela di negeri kita ini, hingga menjadi contoh nomor satu di dunia Jahiliyah model lain Sekarang ini televisi sudah berani sekali merusak moral bangsa dengan aneka tayangan. Adegan ciuman dan bahkan lebih dari itu sudah merupakan menu setiap saat. Belum lagi VCD porno yang beredar di mana-mana. Masih ditambah lagi dengan aneka majalah, tabloid dan bacaan yang porno lagi menjijikkan plus menyesatkan aqidah. Semua itu dijajakan secara terang-terangan dan besar-besaran, bahkan kadang dipampang di dekat Masjid, rumah Allah. Kalau dulu zaman jahiliyah orang-orang musyrikin memajang berhala-berhala di sekitar Ka'bah, maka sekarang manusia-manusia jahiliyah modern memajang gambar-gambar porno dan tak sopan di dekat-dekat masjid, di pinggir-pinggir jalan, di tempat-tempat strategis, dan di kamar-kamar, bahkan ruang tamu. Benar-benar jahiliyah modern. Televisi dan VCD yang berisi gambar-gambar porno pun dipajang di kamar-kamar, bahkan kamar tidur. Ini seperti orang-orang musyrikin menyimpan benda-benda yang dikeramatkan yang dianggap sebagai memberikan keamanan kepada mereka. Keadaan ini pantas dibanggakan di depan Sang Iblis yang setiap saat menyeleksi syetan-syetan yang melapor padanya atas dahsyatnya tipu daya yang dilakukan syetan terhadap manusia. Itulah wajah kampung halamanku dan halamanmu, saudara-saudaraku. Telah menjadi kebanggaan syetan-syetan di depan Iblis. Sadarilah! Syetan dan Iblis itu adalah musuh bebuyutanmu, kenapa malah kamu sembah-sembah dengan aneka cara dan dengan mengikuti petunjuknya yang menuju ke neraka. Kenapa syetan-syetan yang sebenarnya adalah musuhmu itu malah kamu mintai tolong untuk menyantet, untuk menghidup suburkan kemaksiatan, untuk menegakkan hukum thoghut, dan untuk membantu dalam menolak ditegakkannya syari'at Islam? Bukankah kamu masih mengaku sebagai Muslim? Sadarlah! Selama ini mungkin mulutmu sering jadi corong syetan. Tanganmu sering jadi senjata syetan dalam menggencet muslimin. Otakmu sering jadi penebar ideologi syetan dalam menghalangi syari'at Islam. Sedang darah dan dagingmu mungkin memang dijadikan dari makanan yang dihasilkan bersama-sama syetan atau dengan cara yang dicanangkan syetan. Ini bukan tuduhan, tetapi sekadar mengingatkan, kepada diri saya sendiri dan kepada jama'ah sekalian. Kita ini perlu muhasabah, mengoreksi diri. Kenapa kita sudah terlalu jauh rusaknya seperti ini. Lima Kejahatan dibalas lima bencana Setelah kita tahu bobroknya kondisi moral manusia di negeri ini, mari kita renungkan Hadits Nabi SAW tentang lima kejahatan dibalas dengan lima adzab bencana berikut ini: Khomsun bi khomsin: Maa naqodho qaumul 'ahda illaa sullitho 'alaihim 'aduwwuhum, wamaa hakamuu bighoiri maa anzalalloohu illaa fasyaa fiihimul faqru, walaa dhoharot fiihimul faakhisyatu illaa fasyaa fiihimul mautu, walaa thoffaful mikyaala illaa muni'un nabaata wa ukhidzuu bissiniina, walaa mana'uz zakaata illaa hubisa 'anhumul qothro." Lima (kejahatan dibalas) dengan lima (bencana). Tidaklah suatu kaum yang merusak perjanjian kecuali Allah akan menimpakan atas mereka musuh yang menguasai mereka. Dan tidaklah orang-orang yang menghukumi dengan selain hukum yang diturunkan Allah kecuali akan tersebar luas kefakiran di kalangan mereka. Dan tidaklah adanya perzinaan yang nampak pada mereka kecuali akan (mengakibatkan) tersebar luas bahaya kematian. Dan tidaklah ada orang-orang yang mencurangi takaran kecuali mereka akan dicegah (adanya kesuburan) tumbuh-tumbuhan. Dan tidaklah orang-orang yang menahan/tidak bayar zakat kecuali mereka akan diadzab dengan ditahannya hujan dari mereka (kemarau panjang)." HR At-Thabrani dalam Al-Kabier dari Ibnu Abbas, shahih). Lima kejahatan itu pertama merusak perjanjian, baik kepada Allah maupun kepada pihak lain. Balasan dari perusakan janji itu adalah berkuasanya musuh atas mereka. Kedua, menghukumi dengan selain hukum yang diturunkan Allah, artinya menghukumi dengan selain hukum yang ada di dalam Al-Qur'an (plus hadits Nabi saw) dengan sengaja ataupun karena kebodohannya. Balasannya adalah kefakiran tersebar luas, merajalela menimpa mereka. Ketiga, kekejian yang nampak pada mereka, artinya zina, dan mereka tidak mengingkari pelakunya. (Para hakim dan juga anggota dewan perwakilan rakyat plus MPR bungkam seribu bahasa ketika ada pengakuan selingkuh/ zina dari Ariyanti (38 tahun) dengan Presiden Gus Dur/ Abdurrahman Wahid selama 2 tahun, 1995-1997, sebelum Gus Dur jadi presiden, masih jadi ketua NU/ Nahdlatul Ulama. Padahal Aryanti saat itu berstatus punya suami, dan ia mengemukakan pengakuannya itu dengan bukti-bukti yang bisa dilacak otentisitasnya. Diamnya para hakim beserta perangkatnya dan anggota DPR/ MPR serta para ulama itu tergolong tidak mengingkari adanya tingkah zina. Lebih gawat lagi, justru ulama NU ada yang gila-gilaan dalam membelanya). Balasan dari itu adalah kematian merajalela di kalangan mereka, menurut hadits ini. (Kalau toh belum mati badannya, kemungkinan telah mati ghirah Islamiyahnya). Keempat, mencurangi takaran ataupun timbangan. (Bukan hanya mencurangi takaran dan timbangan, namun dana-dana atau hak-hak orang pun disunat). Balasannya adalah dicegah (adanya kesuburan) tumbuh-tumbuhan. Artinya keberkahan tanam-tanaman itu dicabut, tidak berkah lagi. Kelima, mencegah zakat, artinya tidak diberikan kepada mustahiq (yang berhak menerima, yakni fakir miskin dsb. Orang-orang kaya ataupun yang berkewajiban zakat tidak mau mengeluarkan zakat). Balasannya adalah tidak diturunkan hujan atas mereka. (Lihat Muhammad Abdur Rauf Al-Manawi, Faidhul Qadir, Darul Fikr, cet 1, 1996/ 1416H, juz 3, hal 554 ). Satu bencana (kefakiran) saja sudah membuat bangsa ini terpuruk dengan aneka krisis. Bagaimana kalau lima-limanya? Na'udzublillaahi min dzaalik. Untuk lebih tandasnya tentang betapa dahsyat bahaya Mo Limo, mari kita simak uraian singkat seorang dokter psikiater Prof Dr dr H Dadang Hawari sebagai berikut. Mo Limo menurut Prof Dr dr H Dadang Hawari Di dalam konteks sosial-budaya masyarakat dan bangsa Indonesia telah dikenal 5 macam penyakit masyarakat yang disebut dengan Mo Limo atau 5-M, yaitu singkatan dari Madat (Narkotika), Minum (Minuman Keras/ Alkohol), Main (Judi), Maling (Korupsi), dan Madon (Pelacuran). Mo Limo ini adalah penyakit masyarakat yang merupakan masalah krusial mendesak, baik secara mikro maupun makro. Dan apabila tidak dilakukan tindakan segera (dimana supremasi hukum lemah) dikhawatirkan masyarakat akan mengambil tindakan sendiri. Oleh karena itu diperlukan "political will" dan "polical action" segera, agar tindakan anarkisme ini dapat dicegah dan tidak semakin meluas, baik lokal maupun nasional. Adapun data-data mengenai Mo Limo yang dapat merusak tatanan sosial budaya dan merupakan ancaman nasional adalah sebagai berikut: Madat (Narkotik) Termasuk di dalam pengertian madat ini adalah ganja, heroin ("putauw"), kokain, ekstasi/ shabu-shabu dan sejenisnya. Diperkirakan jumlah penyalahguna madat ini mencapai 2 juta orang, dengan omzet peredaran antara Rp2 miliar perhari. Mereka yang meninggal karena over dosis mencapai 17,16%, menderita kelainan paru 53,57%, kelainan fungsi liver 55,10%, hepatitis C 56,63%, dan HIV/ AIDS 33,33%. Solusi: Supremasi hukum, pendidikan/penyuluhan, therapi dan rehabilitasi yang rasional (integrasi medis, psikiatris dan agama). Minum Termasuk di dalam pengertian minum ini adalah semua jenis minuman keras tanpa memandang berapa kadar alkohol di dalamnya. 58% tindak kekerasan, perkosaan, dan pembunuhan di bawah pengaruh miras (Adler 1991). Setiap tahunnya di Amerika Serikat paling sedikit 60.000 orang mati karena minuman keras (kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri, dan penyakit hati). Kerusuhan massal atau tawuran yang terjadi di Indonesia dipicu oleh minuman keras dan narkotika. Konsumsi minuman keras di Indonesia mencapai 1 juta 54 ribu liter pertahun atau sama dengan US $ 530,848,400 (kurang lebih Rp4 triliyun; WHO/ SEARO, 1998). Data penyakit dan kematian akibat miras di Indonesia belum diperoleh, namun diasumsikan cukup besar. Sebagai contoh misalnya di Thailand: Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah akibat kecelakaan lalu lintas di bawah pengaruh minuman keras mencapai US$ 4 Billiun pertahun, yang merupakan 16% dari APBN atau 2,8 kali dari dana departemen kesehatan masyarakat. Antara tahun 1989 dan 1994 kematian akibat lalu lintas di bawah pengaruh miras meningkat sampai 170% ; 30% tempat tidur di rumah sakit dihuni oleh pasien akibat kecelakaan lalu lintas tersebut. Jumlah pasien yang menderita penyakit liver akibat konsumsi miras mengalami kenaikan; pada tahun 1983 terdapat 5.483 pasien, menjadi 20.472 pasien pada tahun 1988. Dalam kurun waktu yang sama terdapat kenaikan kematian 586 menjadi 2050. Solusi: RUU Anti Alkohol yang pada tahun 1985 pernah diusulkan, agar segera diselesaikan. Perhatikan aspirasi ummat Islam sebagaimana disampaikan oleh MUI yang pada intinya pelarangan miras dengan kekecualian. Tidak diperkenankan pemasangan iklan baik di media cetak maupun elektronik (termasuk billboard, pamflet, poster dan sejenisnya). Catatan: Saham pemda DKI di pabrik miras sebesar 30% . Perlu juga upaya pendidikan, penyuluhan, terapi, dan rehabilitasi yang rasional. Perlu ditanamkan pada masyarakat bahwa miras hukumnya haram sebagaimana halnya dengan madat (narkotika). Main Termasuk di dalam pengertian main adalah perjudian dengan segala macam bentuknya. Perjudian massal semacam SDSB ternyata merupakan proses pemiskinan massal masyarakat kelas bawah. Di Jakarta model perjudian (alat kasino) dilaporkan ada 21 tempat perjudian kelas atas. Satu tempat judi omzetnya antara Rp2 miliar sampai Rp3 miliar sehari. Pengunjung pada setiap tempat perjudian antara 300 sampai 500 orang seharinya. Omzet perjudian mencapai Rp50 miliar sehari untuk kota Jakarta saja. Solusi: Supremasi hukum, cegah kolusi dengan aparat atau pejabat yang menjadi "backing" ("internal affair"). Maling Pengertian Maling di sini dalam arti makro yaitu korupsi. Para koruptor di Indonesia tidak lagi tergolong kelas teri, kelas kakap melainkan kelas ikan paus. Mega korupsi di Indonesia menjadikan Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Bank Dunia (1998) menyatakan bahwa satu negara dikatagorikan miskin apabila pendapatan perkapita penduduk pertahun adalah US$ 650, sementara kondisi Indonesia (1998) pendapatan perkapita penduduk pertahun sama dengan US$. 350, artinya Indonesia masuk dalam kategori negara di bawah garis kemiskinan setara dengan negara-negara di Afrika. Hutang Indonesia akibat Mega korupsi ini mencapai US$ 140 miliar yang baru dapat dilunasi dalam jangka waktu 25 tahun. Setiap bayi yang lahir sudah terbebani hutang sebesar US$ 1,000 (Woodhouse 1999). Solusi: Bila supremasi hukum tidak segera ditegakkan dikhawatirkan akan terjadi pengadilan rakyat (revolusi sosial) atau tindakan anarkisme lainnya. Madon Termasuk di dalam pengertian madon adalah main perempuan yaitu perzinaan terutama pelacuran. Omzet bisnis pelacuran di Indonesia mencapai Rp11 triliun (Khofifah, 1999). Pelacuran merupakan penularan penyebaran AIDS (95,7%). Setiap 1 menit 5 orang tertular HIV/ AIDS. Penyakit HIV/ AIDS adalah penyakit kelamin yang mematikan. Diperkirakan pada tahun 2000 ini jumlah penderita mencapai 2,5 juta orang yang akan menghabiskan 1/3 dana APBN yang pada akhirnya para penderita mati sia-sia. Penelitian membuktikan bahwa penggunaan kondom tidak menjamin tidak ketularan. Di Amerika Serikat 30% kondom yang beredar bocor, kondom ternyata berpori (1/60 mikron) sementara virus 1/250 mikron. Kondom juga ber "pinholes" karena proses pembuatan pabrik. Pada setiap kondom terdapat 32.000 "pinholes" dengan ukuran 1/100 mikron per "pinholes". Semboyan di AS dewasa ini yang semula safe sex use condom (seks yang aman pakailah kondom) berubah menjadi safe sex in no sex (seks yang aman tidak berzina/ melacur). Di AS telah diberlakukan Undang Undang Anti Pelacuran dan Undang Undang AIDS. Solusi: RUU Anti Pelacuran yang pernah diusulkan pada tahun 1977 agar segera direalisasikan. Dilakukan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat bahwa HIV/ AIDS adalah penyakit kelamin yang mematikan, sementara penggunaan kondom tidak menjamin ketularan; meskipun memakai kondom, perzinaan (pelacuran) tetap haram hukumnya. Juga diperlukan media watch untuk mengontrol penerbit pornografi, baik di media cetak maupun elektronik. (Demikian isi khutbah Prof Dr dr Dadang Hawari di Masjid Deplu Pusat, Jakarta, September 2000). Pelarangan nonton televisi Dalam hal pengontrolan terhadap penerbitan pornografi, baik di media cetak maupun elektronik, kita perlu mengambil pelajaran dari upaya para ulama di India, yakni pelarangan menonton televisi. Berikut ini beritanya: "Sekitar 400 keluarga Muslim di Desa Tajola, dekat Bombay, India, telah berhenti menonton televisi. Itu terjadi menyusul fatwa yang dikeluarkan ulama setempat, yang melarang mereka menonton tayangan televisi, yang disebut sebagai media 'kotor' tersebut. Larangan itu dikeluarkan karena makin sedikit saja orang yang mau ke masjid untuk shalat berjama'ah. Sebuah laporan menyebutkan, masyarakat setempat memang lebih senang duduk-duduk di rumah dan nonton televisi ketimbang datang ke masjid untuk shalat jama'ah. Laporan itu juga menyebutkan, anak-anak lelaki mulai senang menonton film-film seronok produksi Bombay. Para keluarga tadi diberi pilihan untuk menjual, menghancurkan, atau mencabuti kabel pesawat televisinya." (afp/ fra/ Republika, Rabu 4 Oktober 2000, hal 19). Selayaknya para ulama memfatwakan seperti itu. Apalagi di Indonesia ini tayangan-tayangan televisi sudah gila-gilaan, para penyelenggara siaran televisi tampaknya sudah kemasukan syetan wadyabala iblis. Hingga kuping dan hati mereka telah pekak, tuli dan tidak tertembus cahaya agama. Mereka tidak menggubris aneka keluhan tentang rusaknya moral akibat nafsu rendah mereka, sebagaimana makin beraninya para perancang iklan dan perempuan-perempuan bermoral rendah yang tidak punya malu lagi untuk memamerkan lekuk-lekuk tubuhnya, sebagai tabungan amal buruk untuk mereka nikmati siksanya nanti setelah nyawa mereka melesat. Apabila para ulama membiarkan gawatnya perusakan moral ini, sedang pemerintahan pun keadaannya semakin kacau-balau tak keruan arah juntrungannya seperti ini, maka yang terkena adzab bukan hanya tukang-tukang zina dan penggesa perbuatan zina serta para pejabat yang rela terhadap terselenggaranya zina, namun akan mengenai ulamanya pula, bahkan masyarakat yang baik-baik pun bisa terkena adzab. Maka kalau tak mampu melarang tayangan-tayangan televisi yang tak sesuai aturan agama, dan peredaran VCD-VCD yang merusak moral; sebaiknya para ulama melarang ummat Islam menonton televisi dan menonton VCD yang tak Islami. Dari ulama tingkat pusat sampai daerah apabila kompak melarang jama'ahnya, maka insya Allah kemerosotan moral bisa dikendalikan. Masyarakat ini tidak akan rusak total seperti gejala sekarang ini. Sadarlah bahwa kita ini telah memberhalakan televisi, VCD dan tayangan-tayangan yang jauh dari akhlaq Islam. Tingkatnya sudah mirip kaum jahiliyah yang memberhalakan patung-patung seperti dalam uraian di atas. Kini sudah saatnya diadakan revolusi pemberantasan berhala baru itu, dari tingkat pusat sampai ke pelosok-pelosok. Tampaknya hal ini tidak mudah, namun justru faktor tidak mudah inilah yang harus disadari bahwa itu sangat memerlukan upaya yang sungguh-sungguh dari para ulama dan tokoh Islam serta da'i dan pengamal Islam yang istiqomah dalam menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Tanpa upaya yang sungguh-sungguh maka kehancuran akan semakin nyata, dan akan menjadi batu sandungan yang menghambat mulusnya jawaban ketika dihisab di hari qiyamat. Karena masih ada satu pertanyaan: Kenapa kamu biarkan kaluargamu dan orang-orang yang menjadi tanggunganmu rusak akhlaq bahkan aqidahnya gara-gara tayangan-tayangan yang merusak akhlaq dan iman itu. Sebelum pertanyaan di hari qiyamat itu diajukan kepada kita semua, mari kita lakukan pemberantasan biang kemaksiatan itu secara bersama-sama, sungguh-sungguh, dan terus menerus. Demikian pula kejahatan Mo Limo yang jelas-jelas merusak masyarakat itu wajib kita berantas. Lebih harus diberantas lagi, karena negeri yang kondisinya amburadul ini tampaknya justru sering mendukung aneka kemaksiatan dengan mengandalkan surat izin yang mereka keluarkan. Padahal negeri ini berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan Ke-syetan-an yang maha terkutuk. Namun pihak penguasa negeri ini berani mengeluarkan izin-izin penyelenggaraan tempat-tempat maksiat, pembukaan pabrik minuman keras, bahkan Pemda DKI Jakarta menanam saham di pabrik minuman keras itu 30%; itu berarti menentang Tuhan secara formal, dan mengikuti syetan secara legal. Pemerintahan yang seperti ini, ketika mengeluarkan izin kemaksiatan dengan aneka jenisnya itu, bahkan menanam saham padanya, pada dasarnya adalah syetan berbaju pemerintah, hingga kekuatannya bagai dajjal, dan itulah musuh manusia dan musuh Allah SWT. Maka mari kita perangi bersama-sama dalam rangka menegakkan hukum Allah. Mari! Kita perangi karya syetan-syetan itu, biar negeri ini bersih dari kemaksiatan yang selama ini ditegakkan oleh syetan formal dan syetan non formal beserta wadyabalanya. Jangan biarkan mereka lebih merusak lagi di masa-masa mendatang, hingga negeri ini tenggelam dalam kemaksiatan dan kejahatan yang lebih dahsyat lagi. Relakah kita membiarkan anak cucu kita menjadi mangsa syetan iblis berkekuatan dajjal itu? Ruwatan dan Do'a Antar Agama, Merusak Agama Terus terang ketika ada berita bahwa Presiden Abdurrahman Wahid akan diruwat, saya langsung teringat zaman PKI (Partai Komunis Indonesia) sebelum peristiwa pemberontakan G30S/PKI 1965. Karena setahu saya adanya ruwatan itu hanya di daerah-daerah PKI atau kalangan orang abangan (Islam tak shalat) di Jawa. Sedang desa-desa yang masyarakatnya Islam tidak pernah melaksanakan ruwatan. Meskipun tidak otomatis ruwatan itu identik dengan PKI, namun timbul pertanyaan, apakah Gus Dur mewarisi ajaran ruwatan itu dari gurunya, Ibu Rubiyah yang memang Gerwani/PKI perempuan? Wallahu a'lam. (Tentang guru Gus Dur di antaranya orang Gerwani itu lihat buku “Bahaya Pemikirian Gus Dur II, Menyakiti Hati Umat”, Pustaka Al-Kautsar, 2000). Ruwatan itu sendiri tidak terdengar di masyarakat sejak dilarangnya PKI tahun 1965. Namun mulai terdengar lagi sejak 1990-an, setelah dukun-dukun berani muncul terang-terangan bahkan praktek di mall-mall atau pusat-pusat perbelanjaan dan membuat paguyuban yang mereka sebut PPI (Paguyuban Paranormal Indonesia). Konon anggota paguyuban "wali syetan" (istilah hadits Nabi Muhammad SAW untuk dukun) itu 60.000 dukun. Meskipun demikian, istilah ruwatan tidak begitu terdengar luas, dan baru sangat terdengar ketika ada khabar bahwa Gus Dur, Presiden Indonesia ke-4 yang bekas ketua umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, satu organisasi yang berdiri sejak zaman Belanda 1926) akan diruwat, dan kemudian dia benar-benar hadir dalam acara ruwatan di UGM (Universitas Gajah Mada) Yogya,18/8 2000. Apa itu ruwatan? Ruwatan adalah satu upacara kepercayaan yang diyakini sebagai membuang sial yang disebut sukerto alias penderitaan. Istilah ruwatan, artinya membebaskan ancaman dari marabahaya yang datangnya dari Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak raja para dewa yakni Batoro Guru. Batoro Kolo adalah raksasa buruk jelmaan dari mani Batoro Guru yang berceceran di laut, ketika gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan, karena Batari Uma belum siap. Karena Batoro Guru gagal mengendalikan diri "dengan sang waktu" (kolo) maka mani yang tercecer di laut dan menjadi raksasa buruk itu disebut Batoro Kolo, pemakan manusia. Lalu Batoro Guru berjanji akan memberi makan enak yaitu manusia yang dilahirkan dalam kondisi tertentu. Seperti kelahiran tanggal sekian yang menurut perhitungan klenik (tathoyyur) akan mengalami sukerto alias penderitaan. Juga yang lahir dalam keadaan ontang-anting (tunggal), kembang sepasang (dua anak lelaki semua atau perempuan semua), sendang apit pancuran (pria, wanita, pria), pendowo limo (5 anak pria semua). Dll. (Lihat AM Saefuddin, “Ruwatan dalam Perspektif Islam”, Harian Terbit, Jum'at 11 Agustus 2000, hal 6). Itulah orang-orang yang harus diruwat menurut kepercayaan daricerita wayang. Padahal, cerita wayang itu semodel juga dengan cerita tentang Pendeta Durno yang menyetubuhi kuda lantas lahirlah Aswotomo. Konon Durno diartikan mundur-mundur keno/kena, jadi dia naik kuda betina lantas mundur-mundur maka kenalah ke kemaluan kuda, akhirnya kuda itu melahirkan anak manusia. Hanya saja anak yang lahir dari kuda ini diceritakan tidak jadi raksasa dan tidak memakan manusia. Jadi, nilai cerita ruwatan itu sebenarnya juga hanya seperti nilai cerita yang dari segi mutunya saja sangat tidak bermutu, seperti anak lahir dari rahim kuda itu tadi. Upacara ruwatan itu bermacam-macam. Ada yang dengan mengubur seluruh tubuh orang/anak yang diruwat kecuali kepalanya, ada yang disembunyikan di tempat tertentu dsb. Adapun Ruwatan yang dilakukan di depan Gedung Balairung Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Jum'at malam 18/8 2000 itu dihadiri Presiden Abdurrahman Wahid didampingi isterinya Ny Nuriyah dan putri sulungnya Alissa Qatrunnada Munawaroh. Selain itu tampak hadir pula Kapolri Jenderal Rusdihardjo (belakangan, 3 bulan kemudian Rusdihardjo dipecat dari jabatannya sebagai Kapolri oleh Gus Dur, konon karena ada berita bocor yang menyebutkan hasil penyidikan kasus Bruneigate yang diduga menyangkut Presiden Gus Dur), Rektor UGMIchlasul Amal, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Sri Edi Swasono, dan Frans Seda. Ruwatan itu dilaksanakan terhadap 11 orang akademisi disebut ruwatan bangsa, penyelenggaraannya diketuai Mayjen (purnawirawan) Hariyadi Darmawan. Mereka yang diruwat itu adalah Prof. Sayogya, Prof Kunto Wibisono, Dr Hariadi Darmawan, Tjuk Sukiadi, Prof Sri Edi Swasono, Ny Mubyarto, Bambang Ismawan, Nanik Zaenudin, Ken Sularto, Amir Sidharta, dan Wirawanto. Sebelas orang yang diruwat itu bersarung putih. Kumis dan jenggotnya dicukur bersih, kemudian tubuhnya disiram dengan air kembang. (lihat Rakyat Merdeka, 19/8 2000). Sementara itu di luar Gedung UGM telah berlangsung demonstrasi mahasiswa yang menentang ruwatan tersebut. Itulah acara ruwatan untuk menghindari Batoro Kolo dengan upacara seperti itu dan wayangan. Biasanya wayangan itu untuk memuji-muji Batoro Kolo, agar terhanyut dengan pujian itu, dan lupa memangsa. Di UGM itu wayangan dengan lakon Murwokolo dan Sesaji Rojo Suryo oleh dalang Ki Timbul Hadiprayitno. Kemusyrikan Ruwatan itu ada yang menyebutnya adat, ada pula yang menilainya sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua macam, adat yang mubah (boleh) dan adat yang haram. Sedang mengenai kepercayaan, itu sudah langsung haram apabila bukan termasuk dalam Islam. Adat yang boleh contohnya blangkon (tutup kepala) untuk orang Jawa. Itu tidak dilarang dalam Islam. Tetapi kemben, pakaian wanita yang hanya sampai dada bawah leher, itu haram, karena tidak menutup aurat. Tetapi kalau dilengkapi dengan kerudung, menutup seluruh tubuh dan juga menutup rambut kepala, maka tidak haram lagi, jadi boleh. Hanya saja namanya bukan kembenan lagi Adat yang boleh, seperti blangkon tersebut pun, kalau di samping sebagai adat masih pula diyakini bahwa akan terkena bahaya apabila tidak memakai blangkon (yang kaitannya dengan kekuatan ghaib) maka sudah menyangkut keyakinan/ kepercayaan, hingga hukumnya dilarang atau haram, karena tidak sesuai dengan Islam. Keyakinan yang dibolehkan hanyalah yang diajarkan oleh Islam. Demikian pula ruwatan, sekalipun ada yang mengatakan bahwa itu merupakan adat, namun karena menyangkut hal ghaib, berkaitan dengan nasib sial, bahaya dan sebagainya; maka jelas merupakan keyakinan batil, karena Islam tidak mengajarkan seperti itu. Sedang keyakinan adanya bala' akibat kondisi dilahirkannya seseorang itupun sudah merupakan pelanggaran dalam hal keyakinan, yang dalam Islam terhitung syirik, menyekutukan Allah SWT, sedang orangnya disebut musyrik, pelaku durhaka terbesar dosanya. Tidak ada dalil yang menunjukkan benarnya keyakinan itu, namun justru ketegasan bahwa meyakini nasib sial dengan alamat-alamat seperti itu adalah termasuk tathoyyur, yang hukumnya syirik, menyekutukan Allah SWT; dosa terbesar. Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja. Abu Dawud meriwayatkan hadits marfu' dari Ibnu Mas'ud ra: "At-thiyarotu syirkun, at-thiyarotu syirkun wamaa minnaa illa, walaakinnallooha yudzhibuhu bittawakkuli." "Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, dan tiada seorangpun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya." (Hadits Riwayat Abu Daud). Hadits ini diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan dinyatakan shahih, dan kalimat terakhir tersebut dijadikannya sebagai ucapan dari Ibnu Mas'ud. (Lihat Kitab Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi, terjemahan Muhammad Yusuf Harun, cetakan I, 1416H/ 1995, halaman 150). Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu 'Amr bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah, maka dia telah berbuat syirik." Para sahabat bertanya: "Lalu apakah sebagai tebusannya?" Beliau menjawab: "Supaya mengucapkan: Allahumma laa khoiro illaa khoiruka walaa thoiro illaa thoiruka walaa ilaaha ghoiruka.” Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau, dan tiada sembahan yang haq selain Engkau." (HR Ahmad). (Syaikh Muhammad At-Tamimi, Kitab Tauhid, hal 151). Sedangkan meminta perlindungan kepada Betoro Kolo agar tidak dimangsa dengan upacara ruwatan dan wayangan itu termasuk kemusyrikan yang dilarang dalam Al-Qur'an: "Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu,jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik)." (Yunus/ 10:106). Dhalim di ayat ini diartikan musyrik, karena kemusyrikan itu adalah sebesar-besar kedhaliman. (Lihat Al-Ustadz Dr Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Wajiiz, Darul Fikr, Dimasyq -Suriyah, cetakan I, 1415H, halaman 221) “Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya..." ( Yunus: 107). Setelah kita membicarakan tentang ruwatan ,maka sebelum kita membicarakan tentang do'a antar agama perlu kita tengok bagaimana keadaan masyarakat Indonesia dalam hal kepercayaan mereka mengenai hal-hal yang menyangkut kemusyrikan. Berikut ini kita simak berita singkatnya: Hasil Riset: Sebagian Besar Masyarakat Indonesia Percaya Jimat dan Perdukunan Riset dan survey tentang Akhlaq (Moral) Iman kepada Tuhan versus Kepercayaan kepada Kekuasaan Ghaib selain Tuhan, dilakukan oleh Yayasan Nusantara, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang sosial, ekonomi dan pendidikan rakyat. Hasilnya disimpulkan bahwa bangsa Indonesia memang mengalami permasalahan yang sangat mendasar yaitu terjerumus dalam immoralitas. Survei dilakukan pada 20 Juni hingga 20 Juli 2000, dengan melibatkan 500 responden yang dipilih acak dari seluruh Indonesia melalui telepon. Salahsatu temuan dari hasil survei itu adalah 100 persen anak bangsa Indonesia sesungguhnya anak bangsa yang religius dan mengikuti suatu ajaran agama tertentu. Dari survei terlihat bahwa responden memang percaya kepada hal-hal yang bersifat gaib. Tercatat sebagian besar responden yaitu 64 persen mengaku percaya dan mempunyai hubungan atau pernah punya hubungan dengan praktek perdukunan, santet, klenik, pelet atau susuk. Sedangkan yang tak pernah punya hubungan dengan hal-hak demikian sebanyak 21,6 persen, Dan yang percaya namun tidak mau telibat dalam praktek tersebut mencapai 14,4 persen. Yang memprihatinkan lagi, sebagian besar dari responden nyatanya sangat percaya dengan perdukunan, pergi ke kubur-kubur dan tempat yang dikeramatkan, ke peramal dan meyakini kebenaran horoskop. Sebanyak 50,2 persen dari 500 responden mengaku bahwa hal-hal demikian mereka jadikan landasan berfikir, bertindak dan menentukan sikap dalam kegiatan sehari-hari. Responden yang juga percaya dan yakin namun tidak memiliki keinginan untuk terlibat sebagai pelaku sebanyak 4,8 persen Sedangkan yang sama sekali tidak percaya dengan hal-hal demikian sebanyak 45 persen. Dari survei ini juga terungkap bahwa masyarakat Indonesia sangat mempercayai jimat atau benda yang disakralkan. Dari 500 responden sebanyak 63 persen menyatakan percaya bahwa jimat-jimat atau benda-benda yang disakralkan lainnya benar-benar memiliki khasiat kegaiban dan manfaat tertentu. Sedangkan yang ragu mencapai 5,8 persen. Yang tidak percaya sebanyak 33,6 persen. Dari penjelasan survei di atas terlihat bahwa masyarakat Indonesia memang mulai kehilangan kepercayaan dan semakin jauh dari Tuhan. Yang muncul justru sifat syirik dengan menjadikan jimat-jimat sebagai 'Tuhan". Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim yang sesungguhnya merupakan bangsa religius. (mag). (Republika, Jum'at 4 Agustus 2000, halaman 16). Demikianlah gambaran masyarakat Indonesia secara sekilas mengenai kepercayaan yang menyangkut kemusyrikan. Selanjutnya mari kita bahas tentang do'a antar agama. Do'a Antar Agama Merusak Agama Di samping ada ruwatan, ada pula gejala "baru" berupa acara do'a bersama antar berbagai agama dan keyakinan. Bahkan ada upacara "Indonesia Berdoa" yang diselenggarakan di Senayan Jakarta, Agustus 2000, terdiri dari berbagai macam agama, diprakarsai oleh KH Hasyim Muzadi ketua umum PBNU. Sebelum ada upacara "Indonesia Berdo'a" antar berbagai agama dan keyakinan, sudah dikenal umum bahwa Dr Said Aqiel Siradj dari NU (Nahdlatul Ulama) dan Istri Gusdur (Siti Nuriyah) melakukan do'a bersama orang-orang dari bermacam-macam agama itu. Bolehkah itu dilakukan menurut syari'at Islam, mari kita kaji. Pengertian dan fungsi do'a Do'a adalah permintaan hamba kepada Allah SWT, dan itu merupakan suatu ibadah. Allah SWT berfirman: "Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdo'alah kepada-Ku niscaya akan Kukabulkan bagimu." (QS 40 Al-Mu'min: 60). Penegasan Nabi SAW, do'a itu ibadah: "Ad-Du'aau huwal 'ibaadatu," tsumma qoola: Qoola Robbukum "Ud'uunii astajib lakum". "Do'a itu ialah ibadah," kemudian Nabi SAW membaca firman Allah: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagimu." (HR Abu Dawud). Adab berdo'a Ada ayat-ayat Al-Quran dan Hadits Nabi SAW yang memberikan tuntunan adab berdo'a. 1. Merendahkan diri dan bersuara lembut. Allah SWT berfirman: "Serulah Tuhan kamu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut, karena sesungguhnya Dia tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas." (QS Al-A'raaf: 55). Allah SWT memuji hamba-Nya, Nabi Zakaria, dengan firman-Nya: “Tatkala ia berdo'a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut." (QS 19 Maryam: 3). 2. Menghindari bersuara keras dalam berdzikir dan berdo'a. "Ayyuhan naasu irba'uu 'alaa anfusikum fainnakum laa tad'uuna ashomma walaa ghooiban innakum tad'uuna samii'an qoriiban wahuwa ma'akum." "Wahai ummat manusia, kasihanilah dirimu dan rendahkanlah suaramu, kamu tidak menyeru Tuhan yang tuli atau yang gaib (jauh), sesungguhnya kamu menyeru Tuhan yang Pendengar, dekat, dan Dia menyertai kamu." (Hadits Muttafaq 'alaih). (Tentang Dia menyertai kamu, itu baca buku ini pada bab yang membahas "ma'iyah Allah", kebesertaan Allah, yang maknanya Allah bersemayam di atas 'arsy, menyertai kita namun bukan berarti Dia berada di bumi). 3. Disertai iman dan amal shaleh "Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan, dan Dia mengabulkan (do'a) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang shalih dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya.Dan orang-orang yang kafir, bagi mereka adzab yang sangat keras." (QS 42 As-Syuura: 25, 26). 4. Makanan, minuman, dan pakaiannya dari hasil yang halal. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, Dia tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu'min dengan apa-apa yang diperintahkan oleh para rasul. Maka Dia berfirman: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mukminuun: 51). Dan Dia berfirman: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik, yang Kami berikan kepadamu. (Al-Baqarah: 172). Kemudian Nabi menyebutkan seorang laki-laki yang telah berkelana jauh dengan rambutnya yang kusut masai dan pakaian yang penuh debu, ia menengadahkan tangannya ke langit sambil berdo'a; Ya Allah, Ya Allah, sedang makanannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dan dibesarkan dengan makanan haram, bagaimana Allah mengabulkan do'anya itu? (HR Muslim nomor 2301). 5. Keyakinannya tanpa ragu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: "Laa yaquulanna ahadukum: Alloohummaghfir lii in syi'ta, Alloohummarhamnii in syi'ta, liya'zamal mas'alata fainnahu laa mukriha lahu." "Janganlah salah seorang dari kamu mengatakan: "Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau menghendaki, ya Allah rahmatilah aku jika Engkau menghendaki", tetapi hendaklah berkeinginan kuat dalam permohonannya itu karena sesungguhnya Allah tiada sesuatu pun yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu." (HR Abu Daud). 6. Tidak membangkit-bangkit (bahasa Jawa: mengundat-undat) Allah ketika do'a belum terkabul. Rasulullah saw bersabda: "Yustajaabu li ahadikum maalam yu'ajjil yaquulu: qod da'autu Robbii falam yastajib lii." "Do'a seseorang akan dikabulkan (oleh Allah) selama orang itu tidak tergesa-gesa (ingin dikabulkan), yaitu dengan mengatakan: "Saya telah berdo'a tetapi do'a itu belum juga dikabulkan Tuhan untukku"." (Muttafaq 'alaih). 7. Jangan mendo'akan jelek kepada diri sendiri, anak-anak, dan harta, sekalipun sedang marah, karena Rasulullah saw mengkhawatirkan do'a itu bertepatan dengan waktu Allah menerima atau mengabulkan do'a dari hambaNya. Nabi saw bersabda: "Laa tad'uu 'alaa anfusikum walaa tad'uu 'alaa aulaadikum, walaa tad'uu 'alaa amwaalikum, laa tuwaafiquu minalloohi sa-'atan yas'alu fiihaa 'ithooan fayastajiibu lakum." "Janganlah kamu mendo'akan buruk (celaka dsb, pen) terhadap dirimu, jangan kamu mendo'akan buruk terhadap anak-anakmu, dan jangan kamu mendo'akan buruk terhadap harta bendamu! Jangan sampai nanti do'amu itu bertepatan dengan suatu saat dimana Allah sedang memenuhi permohonan, hingga do'a burukmu itu benar-benar terkabul." (HR Muslim). Masalah do'a antar agama Dalam Al-Quran dan Hadits, do'a bersama antara mu'minin (Nabi dan ummat Islam) di satu pihak, dan Ahli Kitab ataupun musyrikin di lain pihak; justru merupakan do'a ancaman, saling melaknat untuk adu kebenaran, yang disebut mubahalah. Mubahalah ialah masing-masing pihak di antara orang-orang yang berbeda pendapat, berdo'a kepada Allah dengan bersungguh-sungguh agar Allah menjatuhkan la'nat kepada pihak yang berdusta. Nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah tetapi mereka tidak berani dan ini menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW. (Al-Quran dan Tafsirnya, Depag RI, juz 1 hal 628). Perintah do'a itu kalau ditujukan kepada Ahli Kitab justru berupa ancaman, bahkan mubahalah. Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar." (QS 62 Al-Jumu'ah: 6). "Siapa yang membantahmu tentang kisah 'Isa setelah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta."(tm) (QS 3 Ali Imran: 61). Imam Ibnu Katsir menjelaskan, suruhan Allah kepada Yahudi agar minta mati di Surat Al-Jumu'ah 62, Al-Baqarah 94, itu juga mubahalah; kalau memang orang Yahudi itu menganggap (diri mereka berada) dalam hidayah Allah, sedang Muhammad itu dianggap dalam kesesatan, maka mintakan mati atas yang sesat dari kedua golongan itu, kalau memang Yahudi menganggap diri mereka benar. Ternyata Yahudi tak berani. Demikian pula ancaman terhadap orang-orang musyrik di Surat Maryam ayat 75, agar musyrikin bermubahalah dengan Nabi SAW sekeluarganya. Dari Ibnu Abbas: Abu Jahal la'natullah berkata, bila aku melihat Muhammad di sisi Ka'bah pasti sungguh aku datangi dia sehingga aku injak lehernya. Ibnu Abbas berkata, bersabda Rasulullah SAW: "Kalau ia (Abu Jahal) berbuat, pasti malaikat akan mengambilnya (mengadzabnya) terang-terangan, dan seandainya orang-orang Yahudi mengharapkan mati pasti mereka mati dan mereka melihat tempat-tempat mereka berupa neraka." Dan seandainya mereka yang (ditantang) bermubahalah dengan Rasulullah SAW itu keluar, pasti mereka pulang (dalam keadaan) tidak menemukan keluarganya dan tidak pula hartanya. (HR Al-Bukhari, At-Tirmidzi, dan An-Nasai, Tafsir Ibnu Katsir 4: hal 438). Kesimpulan Do'a bersama antara Ummat Islam dan kaum ahli kitab, kafirin/musyrikin yang dibolehkan hanyalah mubahalah, saling melaknat bagi yang dusta. Sudah jelas, do'a adalah ibadah. Sedang dalam kaidah, ibadah itu tidak dibolehkan kecuali kalau ada contoh dari Nabi SAW atau ada dalil yang membolehkannya. Dalam hal do'a bersama antara Muslimin dan non Muslim, adanya hanyalah tentang mubahalah. Jadi, kalau mau diadakan do'a bersama antara umat Islam dan non Muslim, seharusnya yang sifatnya seperti itu, yakni mubahalah, sesuai aturan Al-Quran dan Hadits. Adapun orang yang mengadakan (terutama yang memprakarsai) do'a bersama antara Muslim dan non Muslim seperti yang terjadi sekarang, berarti dia membuat syari'at baru, sekaligus melanggar aturan syari'ah yang sudah ada, dan itulah perusak agama. Sedang penyelenggaraan ruwatan adalah mengadakan kemusyrikan, dosa terbesar. Itu bukannya membuang sial tetapi justru mendatangkan adzab, baik di dunia maupun di akherat. Wallahu a'lam bis shawaab. Dahsyatnya Gelombang Penghancur Iman dan Akhlaq Ada gelombang dahsyat yang menimpa ummat Islam sedunia, yaitu gelombang budaya jahiliyah yang merusak akhlaq dan aqidah manusia yang disebarkan lewat televisi dan media lainnya. Gelombang itu pada hakekatnya lebih ganas dibanding senjata-senjata nuklir yang sering dipersoalkan secara internasional. Hanya saja gelombang dahsyat itu karena sasarannya merusak akhlaq dan aqidah, sedang yang paling menjunjung tinggi akhlaq dan aqidah itu adalah Islam, maka yang paling prihatin dan menjadi sasaran adalah ummat Islam. Hingga, sekalipun gelombang dahsyat itu telah melanda seluruh dunia, namun pembicaraan hanya sampai pada tarap keluhan para ulama dan Muslimin yang teguh imannya, serta sebagian ilmuwan yang obyektif. Gelombang dahsyat itu tak lain adalah budaya jahiliyah yang disebarkan lewat aneka media massa, terutama televisi, VCD/ CD, radio, majalah, tabloid, koran,dan buku-buku yang merusak akhlak. Dunia Islam seakan menangis menghadapi gelombang dahhsyat itu. Bukan hanya di Indonesia, namun di negara-negara lain pun terlanda gelombang dahsyat yang amat merusak ini. Bukti dari meratanya musibah itu, kita simak suatu penuturan kenyataan yang dirasakan oleh masyarakat Muslim di negeri lain, walaupun negerinya relatif telah ketat dalam menyensor tayangan televisi. Bagaimana keluhan yang ditulis pemerhatinya, kita simak sebagai berikut: Di antara pengaruh negatif televisi adalah membangkitkan naluri kebinatangan secara dini... dan dampak dari itu semua adalah merosotnya akhlak dan kesalahan yang sangat mengerikan yang dirancang untuk menabrak norma-norma masyarakat. Ada sejumlah contoh bagi kita dari pengkajian Charterz (seorang peneliti) yang berharga dalam masalah ini di antaranya ia berkata: “Sesungguhnya pembangkitan syahwat dan penayangan gambar-gambar porno, dan visualisasi (penampakan gambar) trik-trik porno, di mana sang bintang film menanamkan rasa senang kepada jiwa para penonton, dan membangkitkan syahwat bagi para remaja dengan cara yang sangat membahayakan bagi kalangan anak-anak itu amat sangat berbahaya.” Peneliti ini telah mengadakan statistik kumpulan film-film yang ditayangkan untuk anak-anak sedunia, ia mendapatkan bahwa: 29,6% film anak-anak bertemakan seks 27,4% film anak-anak tentang menanggulangi kejahatan 15% film anak-anak berkisar sekitar percintaan dalam arti syahwat buka-bukaan. Terdapat pula film-film yang menampilkan kekerasan yang menganjurkan untuk balas dendam, memaksa, dan brutal. Hal itu dikuatkan oleh sarjana-sarjana psikologi bahwa berlebihan dalam menonton program-program televisi dan film mengakibatkan kegoncangan jiwa dan cenderung kepada sifat dendam dan merasa puas dengan nilai-nilai yang menyimpang. (Thibah Al-Yahya, Bashmat ‘alaa waladi/ tanda-tanda atas anakku, Darul Wathan, Riyadh, cetakan II, 1412H, hal 28). Jangkauan lebih luas Apa yang dikemukakan oleh peneliti beberapa tahun lalu itu tidak menjadi peringatan bagi para perusak akhlaq dan aqidah. Justru mereka tetap menggencarkan program-programnya dengan lebih dahsyat lagi dan lebih meluas lagi jangkannya, sebab diproduksi dengan VCD dan CD yang ditonton oleh masyarakat, dari anak-anak sampai kakek- nenek, di rumah masing-masing. Gambar-gambar yang merusak agama itu bisa disewa di pinggir-pinggir jalan atau dibeli di kaki lima dengan harga murah. Video dan komputer/ CD telah menjadi sarana penyaluran budaya kaum jahili untuk merusak akhlaq dan aqidah ummat Islam. Belum lagi internet (home page) dari kalangan orang-orang yang tak bertanggung jawab yang menampilkan situs-situs ataupun gambar-gambar yang merusak akhlaq dan aqidah. Budaya jahiliyah itu jelas akan menjerumuskan manusia ke neraka. Sedangkan ALLAH swt memerintahkan kita agar menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Firman Allah: ?? ???? ????? ????? ??? ?????? ? ?????? ???? ?????? ????? ???????? ????? ?????? ???? ???? ??????? ???? ?? ????? ??????? ?? ??????. (??????? : 6). “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahriim/ 66:6). Sirkulasi perusakan akhlaq dan aqidah Dengan ramainya lalulintas tayangan yang merusak aqidah dan akhlaq lewat berbagai jalur itu penduduk dunia --dalam pembicaraan ini ummat Islam-- dikeroyok oleh syetan-syetan perusak akhlaq dan aqidah dengan aneka bentuk. Dalam bentuk gambar-gambar budaya jahiliyah, di antaranya disodorkan lewat televisi, film-film di VCD, CD, bioskop, gambar-gambar cetak berupa foto, buku, majalah, tabloid dsb. Bacaan dan cerita pun demikian. Tayangan, gambar, suara, dan bacaan yang merusak aqidah dan akhlaq itu telah mengeroyok muslimin, kemudian dipraktekkan langsung oleh perusak-perusak aqidah dan akhlaq dalam bentuk diri pribadi, yaitu perilaku. Lalu masyarakatpun meniru dan mempraktekkannya. Sehingga praktek dalam kehidupan sehari-hari yang sudah menyimpang dari akhlaq dan aqidah yang benar itupun mengepung ummat Islam. Dari sisi lain, praktek tiruan dari pribadi-pribadi pendukung kemaksiatan itupun diprogramkan pula untuk dipompakan kepada masyarakat dengan aneka cara, ada yang dengan paksa, misalnya menyeragami para wanita penjaga toko dengan pakaian ala jahiliyah. Sehingga, ummat Islam didesak dengan aneka budaya yang merusak aqidah dan akhlaq, dari yang sifatnya tontonan sampai praktek paksaan. Nabi Muhammad saw. memperingatkan agar ummat Islam tidak mematuhi suruhan siapapun yang bertentangan dengan aturan Allah swt. ??? ???? ???? ? ? : ?????? ?????? ?? ????? ???? ????? ??????. (???? ???? ?? ????? ???? 20191). “Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam maksiat pada Allah Tabaraka wa Ta’ala. ( Hadits Riwayat Ahmad, dalam Musnadnya nomor 20191). Sikap ummat Islam Masyarakat Muslim pun beraneka ragam dalam menghadapi kepungan gelombang dahsyat itu. Golongan pertama, prihatin dengan bersuara lantang di masjid-masjid, di majlis-majlis ta’lim dan pengajian, di tempat-tempat pendidikan, dan di rumah masing-masing. Mereka melarang anak-anaknya menonton televisi karena hampir tidak diperoleh manfaat darinya, bahkan lebih besar mudharatnya. Mereka merasakan kesulitan dalam mendidikkan anak-anaknya. Kemungkinan, tinggal sebagian pesantrenlah yang relatif lebih aman dibanding pendidikan umum yang lingkungannya sudah tercemar akhlaq buruk. Ummat Islam golongan pertama yang ingin mempertahankan aqidah dan akhlaq anak-anaknya itu di zaman sekarang ini ibarat orang yang sedang dalam keadaan menghindar dari serangan musuh. Harus mencari tempat perlindungan yang sekiranya aman dari aneka “peluru” yang ditembakkan. Sungguh! Golongan kedua, Ummat Islam yang biasa-biasa saja sikapnya. Diam-diam masyarakat Muslim yang awam itu justru menikmati aneka tayangan yang sebenarnya merusak akhlaq dan aqidah itu dengan senang hati. Mereka beranggapan, apa-apa yang ditayangkan itu sudah lewat sensor, sudah ada yang bertanggung jawab, berarti boleh-boleh saja. Sehingga mereka tidak merasa risih apalagi bersalah. Hingga mereka justru mempersiapkan aneka makanan kecil untuk dinikmati sambil menonton tayangan-tayangan yang merusak namun dianggap nikmat itu. Sehingga mereka pun terbentuk jiwanya menjadi penggemar tayangan-tayangan itu, dan ingin mempraktekkan dalam kehidupan. Tahu-tahu, mereka secara bersama-sama dengan yang lain telah jauh dari agamanya. Golongan ketiga, masyarakat yang juga mengaku Islam, tapi lebih buruk dari sikap orang awam tersebut di atas. Mereka berangan-angan, betapa nikmatnya kalau anak-anaknya menjadi pelaku-pelaku yang ditayangkan itu. Entah itu hanya jadi penjoget di belakang penyanyi (namanya penjoget latar), atau berperan apa saja, yang penting bisa tampil. Syukur-syukur bisa jadi bintang top yang mendapat bayaran banyak. Mereka tidak lagi memikir tentang akhlaq, apalagi aqidah. Yang penting adalah hidup senang, banyak duit, dan serba mewah, kalau bisa agar terkenal. Untuk mencapai ke “derajat” itu, mereka berani mengorbankan segalanya termasuk apa yang dimiliki anaknya. Na’udzubillaah. Ini sudah bukan rahasia lagi bagi orang yang tahu tentang itu. Golongan pertama yang ingin mempertahankan akhlaq dan aqidah itu dibanding dengan golongan yang ketiga yang berangan-angan agar anaknya ataupun dirinya jadi perusak akhlaq dan aqidah, boleh jadi seimbang jumlahnya. Lantas, golongan ketiga --yang ingin jadi pelaku perusak akhlaq dan aqidah itu-- digabung dengan golongan kedua yang merasa nikmat dengan adanya tayangan maksiat, maka terkumpullah jumlah mayoritas. Hingga Muslimin yang mempertahankan akhlaq dan aqidah justru menjadi minoritas. Itu kenyataan. Buktinya, kini masyarakat lebih jauh mengunggulkan pelawak daripada ulama’. Lebih menyanjung penyanyi dan penjoget daripada ustadz ataupun kiai. Lebih menghargai bintang film daripada guru ngaji. Dan lebih meniru penjoget daripada imam masjid dan khatib. Ungkapan ini secara wajar tampak hiperbol, terlalu drastis secara akal, tetapi justru secara kenyataan adalah nyata. Bahkan, bukan hanya suara ulama’ yang tak didengar, namun Kalamullah pun sudah banyak tidak didengar. Sehingga, suara penyayi, pelawak, tukang iklan dan sebagainya lebih dihafal oleh masyarakat daripada Kalamullah, ayat-ayat Al-Quran. Astaghfirulaahal ‘adhiem. Tayangan-tayangan televisi dan lainnya telah mengakibatkan berubahnya masyarakat secara drastis. Dari berakhlaq mulia dan tinggi menjadi masyarakat tak punya filter lagi. Tidak tahu mana yang ma’ruf (baik) dan mana yang munkar (jelek dan dilarang). Bahkan dalam praktek sering mengutamakan yang jelek dan terlarang daripada yang baik dan diperintahkan oleh Allah SWT. Berarti manusia ini telah merubah keadaan dirinya. Ini mengakibatkan dicabutnya ni’mat Allah akibat perubahan tingkah manusia itu sendiri, dari baik menjadi tidak baik. Allah SWT berfirman: ?? ???? ?? ???? ?? ???? ??? ?????? ?? ???????. (?????: 11). “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d/ 13:11). Mencampur kebaikan dengan kebatilan Kenapa masyarakat menjadi tidak tahu membedakan kebaikan dan keburukan? Karena “guru utama mereka” adalah televisi. Sedang program-program televisi adalah menampilkan aneka macam yang campur aduk. Ada aneka macam kebohongan misalnya iklan-iklan yang sebenarnya bohong, tak sesuai dengan kenyataan, namun ditayangkan terus menerus. Kebohongan ini kemudian dilanjutkan dengan acara tentang ajaran kebaikan, nasihat atau pengajian agama. Lalu ditayangkan film-film porno, merusak akhlaq, merusak aqidah, dan menganjurkan kesadisan. Lalu ditayangkan aneka macam perkataan orang dan berita-berita yang belum tentu mendidik. Sehingga, para penonton lebih-lebih anak-anak tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Masyarakat pun demikian. Hal itu berlangsung setiap waktu, sehingga dalam tempo sekian tahun, manusia Muslim yang tadinya mampu membedakan yang haq dari yang batil, berubah menjadi manusia yang berfaham menghalalkan segala cara, permisive atau ibahiyah, apa-apa boleh saja. Munculnya masyarakat permisive itu karena adanya penyingkiran secara sistimatis terhadap aturan yang normal, yaitu larangan mencampur adukkan antara yang haq (benar) dan yang batil. Yang ditayangkan adalah jenis pencampur adukan yang haq dan yang batil secara terus menerus, ditayangkan untuk ditonton oleh masyarakat. Padahal Allah SWT telah melarang pencampur adukan antara yang haq dengan yang batil: ??? ?????? ???? ??????? ??????? ???? ????? ??????. “Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 42). Dengan mencampur adukkan antara yang benar dengan yang batil secara terus menerus, akibatnya mempengaruhi manusia untuk tidak menegakkan yang haq/ benar dan menyingkirkan yang batil. Kemudian berakibat tumbuhnya jiwa yang membolehkan kedua-duanya berjalan, akibatnya lagi, membolehkan tegaknya dan merajalelanya kebatilan, dan akibatnya pula menumbuhkan jiwa yang berpandangan serba boleh. Dan terakhir, tumbuh jiiwa yang tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Padahal, orang yang melihat kemunkaran (keburukan) sedang dia hanya mampu merubah dengan hati (yaitu dengan membenci keburukan/ kemunkaran itu) saja tinggal selemah-lemah iman. Lantas, kalau sudah tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang haq dan mana yang batil, lantas keimanannya di mana? Tidak adanya iman lagi itulah bencana yang paling parah yang menimpa ummat Islam dari proyek besar-besaran dan sistimatis serta terus menerus yang diderakan kepada ummat Islam sedunia. Yaitu proyek mencampur adukkan antara kebaikan dan keburukan lewat aneka tayangan. Apakah upaya kita untuk membentengi keimanan kita? Akhirul Kalam Setelah kita bicarakan tentang aneka bahaya yang mengintai dan berkeliaran di seputar kita, kita tersadarkan bahwa sebenarnya kondisi kita ini bagai berhadapan dengan jarum-jarum beracun bahkan mengandung narkoba (narkotika dan obat-obat terlarang) yang sifatnya mengancam keimanan dan keislaman. Kini tiba gilirannya untuk mengakhiri pembicaraan. Pada intinya, betapa jauh antara ketinggian dan keteguhan manusia-manusia teladan pada periode awal Islam, yakni tiga generasi terbaik (sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in) dalam memegangi Islam dan mengamalkannya, kalau dibandingkan dengan kondisi ummat Islam di zaman kita yang dikerubuti oleh aneka kesesatan, penyelewengan, dan pengaburan. Jauhnya perbedaan itu sering tidak kita sadari, sehingga tidak jarang di kalangan kita sekarang sering kita temui orang-orang yang seenak udelnya melontarkan tuduhan ataupun tudingan kepada para sahabat Nabi saw dengan asumsi bahwa mereka pun suka berdusta seperti halnya kita. Padahal, di antara sesama kita pun akan marah kalau dituduh sembarangan, walaupun akhlaq di kalangan kita relatif telah sangat longgar dari rasa malu. Meskipun demikian, dari secercah ketidak terimaan apabila dituduh sembarangan itu, sebenarnya di zaman kini pun masih bisa diharapkan adanya perbaikan dari berbagai seginya. Oleh karena itu, sebagai penutup pembahasan masalah-masalah yang mengancam bagi keimanan dan keislaman dalam buku ini mari kita tutup dengan mengaca diri. Kita bandingkan antara perilaku para sahabat Nabi saw dengan keberanian kita di masa kini dalam melanggar agama dan mempermain-mainkannya. Berikut ini gambaran singkatnya. Wabah Kolusi ke Agama Seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah SAW. Ia berkata, "Aku lapar." Maka Rasulullah kepada isteri-isterinya menanyakan makanan, tapi tidak ada, beliau bersabda: "Apakah tidak ada seorang yang mau menerima orang ini sebagai tamu malam ini? Ketahuilah bahwa orang yang mau menerima laki-laki ini sebagai tamu (dan memberi makan) malam ini, akan diberi rahmat oleh Allah." Berkata Abu Thalhah seorang dari golongan Anshar: "Saya ya Rasulullah". Maka ia pergi menemui isterinya dan berkata, "Hormatilah tamu Rasulullah". Isterinya menjawab: "Demi Allah, tidak ada makanan kecuali makanan untuk anak-anak". Suaminya berkata: "Apabila anak-anak hendak makan malam, tidurkanlah mereka, padamkanlah lampu biarlah kita menahan lapar pada malam ini, agar kita dapat menerima tamu Rasulullah." Maka hal itu dilakukan isterinya. Pagi-pagi besoknya Abu Thalhah menghadap Rasulullah SAW menceritakan peristiwa malam itu dan beliau bersabda, "Allah SWT benar-benar kagum malam itu terhadap perbuatan suami-isteri tersebut .”[1] Peristiwa itu merupakan salah satu sebab turunnya ayat 9 Surat Al-Hasyr/59: ?????? ?????? .................................................. ?? ????????. Artinya: "Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) di atas diri mereka sendiri, sekaligus mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung ." Diriwayatkan pula oleh Al-Wahidi dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Umar bahwa seorang sahabat Rasulullah dari golongan Anshar diberi kepala kambing. Timbul pikirannya, "mungkin orang lain lebih memerlukan dari aku." Seketika itu juga kepala kambing itu dikirimkan kepada kawannya, tetapi oleh kawannya itu dikirim pula kepada kawannya yang lain, sehingga kepala kambing itu berpindah-pindah pada tujuh rumah dan akhirnya kembali ke rumah orang yang pertama. Sebegitu besar kesetiaan para sahabat Nabi kepada sesamanya dalam ukhuwah Islamiyah yang benar-benar terjalin antara hati dengan hati. Hingga mereka mendahulukan kepentingan kawannya dibanding kepentingan diri sendiri, sekalipun dirinya sendiri butuh dan bahkan dalam keadaan sempit. Dalam kondisi ukhuwah Islamiyah yang sangat bertenggang rasa itu tidak ada pula yang menggunakan kesempatan, mumpung orang lagi mau berbaik-baik pada orang lain. Tidak. Mereka yang sangat membutuhkan pertolongan orang lain pun tidak merengek-rengek, hingga tidak nampak bahwa mereka itu butuh. Sikap itu pun dihargai oleh Allah, sehingga langsung Allah membela mereka dengan firman-Nya: ??????? ?????........................................................ ??? ???? ?? ????. Artinya: "(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di bumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya, karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifat mereka. Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui". (Al Baqarah: 273). ) Gejala Masa Kini dan jalan keluarnya Betapa indahnya jalinan ukhuwah Islamiyah di kalangan para sahabat Nabi SAW. Namun, contoh yang baik itu kini tidak tampak di masyarakat Muslim. Mereka yang berkecukupan saat ini berhadapan sikap dengan yang miskin. Yang kaya boleh jadi serakah dan kikir, sedang yang miskin boleh jadi tama' dan loba. Hingga tak ketemu antara keduanya. Pada gilirannya, yang ketemu bahkan ikan di laut luas, di sela-sela karang, bahkan di sela-sela kaki buaya tetap dikejar-kejar dan ditangkap, dimasukkan di aquarium dan dipajang di etalase, diberi makan dengan menu khusus. Itulah ikan Arwana yang ditangkap dari sela-sela perut buaya di laut luas sana. Namun, rintihan dan jeritan orang miskin yang lapar dan sakit-sakitan di seberang rumah, mungkin tak ketangkap oleh hati kita. Ada pula perkutut di pucuk pohon di hutan belantara. Ia dikejar, ditangkap dan dimasukkan ke kurungan emas di rumah gedung indah, dipiara dengan pelayanan khusus. Tapi anak-anak yatim yang terlantar di seberang jalan tak tertangkap oleh mata dan matahati kita. (Lebih buruk lagi, bahkan ada penguasa yang sengaja membubarkan lembaga yang mengurusi panti-panti anak-anak yatim. Akibatnya panti-panti asuhan terutama yang Islam tidak mendapatkan jatah dana lagi setiap bulannya. Akibatnya lagi, pihak Nasrani yang punya dana kuat dan kemungkinan besar mendapatkan dana internasional lebih berleluasa untuk “menjarah” anak-anak yatim untuk dinasranikan. Jadi, diam-diam pembubaran lembaga tersebut oleh seorang penguasa yang diduga pro Yahudi dan Nasrani itu merupakan program besar nasranisasi di Indonesia yang penduduknya 210 juta mayoritas Islam ini). Ketidak pedulian kita terhadap orang lemah juga ditunjukkan dengan memelihara anjing-anjing dari seberang negeri, sengaja didatangkan untuk "menghiasi" rumah. Dilayani dan dimanjakan dengan penuh perhatian. Tapi, janda tua renta di belakang rumah yang menjerit kelaparan dan dililit utang, tak tertangkap aduhannya. Astaghafirullahal ‘Adhiem, binatang-binatang di laut, di hutan, dan di seberang negeri itu makin langka karena banyak ditangkap, dan otomatis kemudian harganya mahal, namun tetap dikejar. Sedang orang-orang terlantar, anak-anak yatim dan miskin itu makin banyak dan berserakan, namun mereka tidak "tertangkap" oleh hati nurani insani yang telah "mati". Lebih buruk lagi, bahkan anak-anak yatim dan orang-orang lemah itu sengaja dibiarkan bahkan diprogramkan agar “dimangsa” oleh para pemurtad-pemurtad yang siap sedia setiap saat untuk memurtadkan Muslimin yang lemah-lemah ekonomi dan imannya. Wabah apa ini? Penyakit hati tak punya iba semacam itu di dalam Al-Quran dikecam sebagai tingkah mendustakan addien (agama, hari pembalasan/ akherat). Namun kini penyakit itu justru bisa bergabung dengan penyakit menjual agama, menjual Muslimin sebagai “mangsa” pemurtadan. Terjadilah kolusi antara pendusta agama dengan penjual agama, satu bentuk kolusi yang benar-benar gawat. Bagaimana bisa terjadi? Mudah saja. Pintu-pintu yang mengarah kepada kekuatan Muslimin ditutup erat-erat, sedang pintu-pintu yang menjurus kepada lalu lalangnya para pemangsa Muslimin untuk dimurtadkan maka dibuka lebar-lebar. Dari sisi lain, ada model yang unik pula. Misalnya, di saat-saat peringatan 1000 hari matinya tokoh pendusta agama itu (peringatan kematian itu sendiri sebenarnya suatu bid’ah, karena tidak diajarkan dalam Islam) seorang penjual agama berpidato, misalnya: Saudara-saudara yang kami muliakan. Jasa almarhum Tuan Anu yang kita peringati 1000 harinya ini tidak banyak orang tahu. Padahal, jasa itu cukup menonjol dalam agama. Beliau telah memberi jaminan makan terhadap anjingnya selama 10 tahun dengan daging rata-rata 0,5 kg per hari. Padahal, sekali memberi minum anjing yang kehausan saja, seorang pelacur telah diampuni dosanya, gara-gara menyayangi anjing yang kehausan itu. Lantas, kalau diukur, berapa kali lipat nilai pahala almarhum ini yang telah 10 tahun menyayangi anjingnya dengan aneka pelayanan. Maka cukuplah jasanya terhadap anjing itu akan menghantarkannya ke surga. (Gambaran pidato itu sekadar suatu analogi dengan adanya seorang ahli tafsir lulusan Mesir yang pernah berpidato dalam upacara peringatan 40 hari / atau entah 100 hari meninggalnya isteri presiden masa orde baru, Ny Tien isteri Presiden Soeharto, di kediaman sang presiden Jl Cendana Jakarta. Di antara isi pidatonya adalah memuji-muji jasa mendiang, memprakarsai pembangunan museum yang disebut Baitul Qur’an di Taman Mini Indonesia Indah. Sedemikian drastisnya pemujian itu hingga dikaitkan dengan surga, seakan yang berpidato itu memberikan katabelece untuk masuk surga. Pidato itupun disiarkan langsung oleh televisi saat itu. --Sementara itu di kampung penulis ada berita yang beredar, tukang memandikan mayat di kampung penulis yang memandikan mayat Nyonya itu dijanjikan untuk naik haji gratis, namun ditunggu-tunggu sampai kini tidak pernah janji itu terwujudkan--. Sebaliknya, ternyata profesor yang pidato itu kemudian diangkat menjadi menteri agama, namun baru 70 hari menduduki kursi tahu-tahu bossnya yakni sang presiden dilengserkan/ diturunkan ramai-ramai oleh demonstran secara massal yang terdiri dari puluhan ribu mahasiswa selama berhari-hari, akhirnya turun dari jabatan presiden, sedang yang pidato tadipun otomatis habis masa lakunya sebagai menteri/ pembantu presiden 1998). Penjual agama dan pendusta agama (bukan mayat yang diperingati itu, tetapi orang yang masih hidup) telah berkolusi, diumumkan di depan khalayak ramai. Seolah penjual agama memberikan katabelece kepada mayat keluarga pendusta agama untuk masuk surga. Padahal masalah surga dan diterimanya amal adalah masalah ghaib, hanya Allah sajalah yang tahu. Namun karena adanya pidato seorang profesor yang seperti itu, maka orang awam agama (walau mungkin intelek) pun manggut-manggut, tidak faham bahwa itu semua adalah kata-kata dan tingkah dusta. Atau paling kurang adalah melangkahi hak dan wewenang Allah SWT. Coba kita bandingkan dengan peristiwa di masa Nabi Muhammad saw berikut ini: “Bahwa Utsman bin Madh’un ra, seorang sahabat pilihan, ketika wafat, sedang Rasul saw hadir di sisinya dan mendengar seorang sahabat besar perempuan (shahibyyah) Ummu Al-‘Ala’, berkata: “Kesaksianku atasmu Abu As-Saib (Utsman bin Madh’un), bahwa Allah sungguh telah memuliakanmu.” Maka Rasul SAW membantahnya dengan berkata: ??? ????? ?? ???? ?? ?????? “Wa maa yudriika annallooha qod akromahu?” “Bagaimana kamu tahu bahwa Allah sungguh telah memuliakannya?” Ini adalah peringatan yang besar dari Rasul SAW kepada sahabat wanita ini karena dia telah menetapkan hukum dengan hukum yang menyangkut kegaiban. Ini tidak boleh, karena tidak ada yang menjangkau hal gaib kecuali Allah SWT. Tetapi Shahabiyyah (sahabat wanita) ini membalas dengan berkata: “Subhanallah, ya Rasulallah! Siapa (lagi) kah yang akan Allah muliakan kalau Dia tidak memuliakannya?” Artinya, jika Utsman bin Madh’un ra tidak termasuk orang yang dimuliakan Allah SWT, maka siapa lagi yang masih tersisa pada kita yang akan dimuliakan Allah SWT. Ini jawaban yang sangat mengena dan signifikan/ cukup bermakna. Tetapi Rasul SAW menolaknya dengan ucapan yang lebih mengena dari itu, di mana beliau bersabda: ????? ??? ????? ???? ?? ???? ?? ???? ?? ???. “Walloohi innii larosuululloohi laa adrii maa yaf’alu bii ghodan.” “ Demi Allah, saya ini benar-benar utusan Allah, (tetapi) saya tidak tahu apa yang Dia perbuat padaku esok.” Ini adalah puncak perkara. Rasul sendiri yang dia itu orang yang dirahmati dan disalami oleh Allah, beliau wajib berhati-hati dan mengharap rahmat Allah. Dan di sinilah Ummu Al-‘Ala’ sampai pada hakekat syara’ yang besar, maka dia berkata: “Demi Allah, setelah ini saya tidak akan menganggap suci terhadap seorang pun selama-lamanya.” [2] Jelaslah bagi kita, betapa masalah ghaib adalah perkara besar, dan tidak diketahui oleh siapapun, sampai Nabi Muhammad SAW sekalipun, kecuali hanya Allah SWT. Lantas sahabat Nabi saw yang diberi keterangan demikian, dia terus berjanji untuk sangat bersikap hati-hati sekali. Demikianlah di antara rambu-rambu yang ada di dalam Islam. Dalam berbagai hal, para sahabat Nabi saw mengamalkan perintah dan menjauhi larangan secara ikhlas, sesuai dengan aturan yang ada. Sedang apabila berkaitan dengan hubungan sesama manusia maka berbentuk ukhuwah Islamiyah yang saling menyayangi (ruhamaa’u bainahum), dan asyiddaa’u ‘alal kuffaar (bersikap tegas terhadap orang-orang kafir). Apabila bersalah atau keliru maka cepat-cepat bertobat dan kembali kepada kebenaran, serta tidak akan mengulanginya. Bukan malah ngotot. Kalau dibandingkan dengan kondisi kita sekarang, kita temukan pemandangan yang kontras sekali. Kisah sahabat Nabi saw tersebut (di alenia awal tentang solidaritas Islam yang sangat tinggi, dan juga pada riwayat Shahabiyyah Ummu Al-‘Ala’ tentang keharusan berhati-hati mengenai bicara agama terutama hal ghaib), mereka adalah jelas menegakkan dan mengamalkan agama dengan sangat teguh, sedang kisah kolusi dalam kehidupan masa kini itu adalah menyepelekan agama, sembrono, bahkan ada yang sampai merusak agama dengan sangat liciknya. Sadarlah kita, beginilah keadaannya. Mari kita perbaiki diri kita dengan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman dan pengamalan generasi terbaik, yaitu tiga generasi awal Islam (Shahabat, Tabi’ien, dan Tabi’it Tabi’ien) secara konsisten, konsekuen, dan istiqomah. Itu secara pribadi-pribadi. Sedang secara tanggung jawab bersama, perlu kita sadari bahwa gejala rusak yang melanda sekarang ini akan menumbuhkan satu generasi rusak agamanya yang parah. Bila satu generasi telah rusak parah agamanya, maka kemungkinan besar akan mewariskan generasi yang lebih parah, atau paling kurang adalah sama parahnya dengan sebelumnya. Maka, sebelum kerusakan ini menumbuhkan satu generasi yang rusak parah, hendaknya Muslimin yang sadar akan pentingnya manhaj shahih dalam Islam mengadakan musyawarah, bagaimana menghadapi masalah amat gawat ini. Pertama, perlu dimusyawarahkan langkah-langkah untuk memasyarakatkan kesadaran bahwa sekarang ini Ummat Islam dilanda kerusakan dari aneka seginya. Jadi Ummat Islam secara keseluruhan perlu disadarkan masalah bahaya yang melanda diri mereka selama ini. Kedua, perlu dimusyawarahkan langkah-langkah untuk memasyarakatkan atau menda’wahkan Islam dengan manhaj yang shahih secara sistematis, terencana rapi, dan tidak menyimpang dari pola yang telah ditempuh Nabi Muhammad saw dan diwarisi oleh generasi awal Islam yang bisa mengubur adat jahiliyah berganti dengan Islam. Di sini peran muballigh, khothib, imam masjid, para guru agama/ ustadz dan tokoh Islam pada umumnya, bahkan Ummat Islam secara umum sangat diperlukan untuk digalang maju bersama di atas jalan yang benar. Dan di situ pula masih tetap harus merujuk kepada firman Allah SWT: ??? ??????? ?? ??? ????? ??? ???? ??????? ?? ???? ?????? ????? ?????? ?????? ??? ??? ????? ??????. “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisaa’/ 4:59). Perlu disadari, tidak ada lain yang mau mendandani, memperbaiki atau memulihkan kembali Ummat Islam ini kecuali diri Muslimin sendiri. Sementara itu sebagian orang yang mengaku dirinya Muslim ternyata telah banyak yang secara terang-terangan merusak Islam dan Ummat Islam. Bahkan kadang mereka bergabung --secara sengaja atau tidak-- dengan musuh-musuh Islam. Sedangkan kondisi Ummat Islam sendiri rawan dari berbagai seginya terutama rawan ilmu agamanya dan keteguhannya. Dari sinilah tampak benar bahwa syari’at jihad itu wajib diamalkan/ dipraktekkan, baik secara fisik maupun secara mental dan pemikiran. Dan di situlah lahan luas untuk memperjuangkan agama Allah itu tersedia kapan saja. Jangan sampai disia-siakan. Karena tegaknya agama itu di antaranya adalah dengan jihad. Hal itu diakui dan disadari sama sekali oleh musuh-musuh Islam, maka syari’at jihad itu pula yang menjadi bidikan utama dan pertama untuk mereka rusak. Maka marilah kita kembalikan dan fungsikan lagi syari’at jihad itu pada proporsinya, kita kembalikan Islam ini pada aslinya, dan kita amalkan semuanya itu lillahi Ta’ala. Insya Allah perusakan yang telah segencar-gencarnya ini akan bisa kita tanggulangi, dengan idzin dan pertolongan dari Allah SWT. Ingatlah bahwa Allah SWT telah menegaskan, sehebat-hebatnya upadaya syetan itu adalah lemah. ????? ????? ??????? ?? ???? ???? ?????? ????? ??????? ?? ???? ??????? ??????? ?????? ??????? ?? ??? ??????? ??? ?????. “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syetan itu, karena sesungguhnya tipu daya syetan itu adalah lemah.” (QS An-Nisaa’/ 4:76). Di samping Allah SWT menegaskan lemahnya tipu daya syetan, masih pula Allah SWT menjelaskan bahwa posisi Muslimin itu adalah paling tinggi derajatnya, tidak boleh merasa hina dan bersedih hati. ??? ????? ??? ?????? ????? ??????? ?? ???? ??????. “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali ‘Imran/ 3:139). Jaminan Allah SWT bahwa tipu daya syetan itu lemah, sedang derajat orang-orang yang beriman itu paling tinggi asal memang benar-benar beriman adalah modal dasar yang amat tinggi dan besar nilainya bagi orang-orang yang mempertahankan keimanan dan melawan kebatilan yang ditawarkan antek-antek syetan. Oleh karena itu marilah kita memohon kepada Allah SWT agar Ummat Islam diberi kekuatan untuk mempertahankan keimanan dan melawan kebatilan yang ditawarkan oleh syetan dan konco-konconya itu, sehingga Ummat Islam mampu menegakkan hukum Allah SWT di bumi-Nya ini dengan mengalahkan hukum-hukum Thaghut bikinan syetan yang tipudayanya lemah itu. Sehingga terwujud masyarakat Islami yang istiqomah dalam mengamalkan Islam, tegar menghadapi musuh, dan ikhlas dalam beramal, serta bersemangat untuk mewariskan generasi yang konsisten dengan Islam. Mudah-mudahan Allah SWT memberkahi Ummat Islam yang konsisten/ istiqomah, hingga menepati jalan-Nya sampai akhir hayat. Amien, ya Rabbal ‘aalamien. -------------------------------------------------------------------------------- [1] (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi dan An-Nasaai dari Abu Hurairah/ Al-Quran dan Tafsirnya Depag RI: X, 6.) [2] (HR Al-Bukhari 3/385, 6/223 dan 224, 8/266 dalam Fathul Bari, dan Ahmad 6/436 dari Ummu al-‘Ala’ Al-Anshariyah binahwihi, lihat buku H Hartono Ahmad Jaiz, Rukun Iman Diguncang, Pustaka An-Naba’, Jakarta, cetakan II, 2000, halaman 73-74, dan buku Gus Dur wali? Mendudukkan Tasawuf, Darul Falah, Jakarta, 1999/ 2000, halaman 7-8). Dapatkan koleksi ebook lain yang tak kalah serunya hanya di: http://jowo.jw.lt